Buaya 'Siluman' Raksasa di Babel Jenis yang Dilindungi dan Sudah Jarang Ditemukan

Buaya 'Siluman' Raksasa di Babel Jenis yang Dilindungi dan Sudah Jarang Ditemukan

RIAUMANDIRI.ID, Bangka Belitung - Warga di Bangka Belitung (Babel) dihebohkan dengan seekor buaya besar yang dianggap sebagai siluman hingga saat buaya itu mati, kepalanya harus dipenggal dan dikubur terpisah agar tak hidup lagi. Buaya tersebut adalah buaya muara atau Crocodylus porosus yang masuk sebagai salah satu satwa dilindungi.

Crocodylus porosus masuk sebagai salah satu jenis hewan yang dilindungi berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI nomor P.92/MENLHK/SETJEN/KUM.1/8/2018 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri LHK nomor P.20/MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi.

Dalam lampirannya, tertera nama Crocodylus porosus atau buaya muara sebagai salah satu satwa dilindungi. Selain buaya muara, Permen LHK ini juga menyebut buaya irian (Crocodylus novaeguineae), buaya siam (Crocodylus siamensis) dan buaya sinyulong (Tomistoma schlegelii) sebagai satwa dilindungi.


Peneliti dari Pusat Penelitian Biologi LIPI, Hellen Kurniati, menjelaskan soal buaya yang dipenggal warga setelah mati di Babel. Dia mengatakan hanya ada satu jenis buaya di sana, yakni buaya muara.

"Itu Babel ya, kepulauan. Itu hanya ada satu jenis di situ untuk masuk ke dalam air tawar hanya sedikit, itu hanya Crocodylus porosus di situ, buaya muara," ujar Hellen, Jumat (7/8/2020).

Dia mengatakan buaya muara memang bisa tumbuh besar bahkan hingga 7 meter. Namun, katanya, buaya muara berukuran besar sudah jarang ditemukan di Indonesia.

"Dia bisa sampai 7 meter. Cuma kalau di Indonesia sudah jarang lebih dari 6 meter udah jarang," ujarnya.

Hellen menyebut buaya muara bisa hidup di berbagai jenis air. Dia menyebut ada buaya muara yang bisa hidup di air tawar sungai pada pedalaman hutan, namun ada pula yang bisa hidup di air laut.

"Kalau di Kalimantan, itu sungainya jauh masuk ke pedalaman. Buaya muara ini dia bisa di air tawar, bisa di air muara sungai, payau, bisa juga di laut. Kalau di Timor buaya muaranya di laut, tidak di sungainya. Jadi adaptasi buaya ini memang adaptable," ucapnya.

Hellen mengatakan buaya yang ditangkap warga itu bukan siluman, namun buaya muara biasa. Dia menduga warga menganggap buaya itu sebagai siluman karena kemampuan buaya muara untuk bersembunyi dalam air dalam waktu lama.

"Bukan siluman, dia kalau ada orang takut. Dia pasti masuk dalam air, bisa 1 jam itu di dalam air. Jadi orang anggapnya hilang kali ya. Dia kalau ramai orang, itu dia akan menyembunyikan diri di dalam air dan itu bisa 1 jam dia tahan," tuturnya.

Dia mengimbau warga berhati-hati saat beraktivitas di habitat buaya. Menurutnya, perilaku buaya tak bisa diubah, namun manusia bisa mengantisipasi agar tak terjadi hal yang tak diinginkan saat bertemu buaya.

"Ini pengalaman di NTT, saya ke sana juga. Jadi BKSDA NTT itu sudah pasang plang jangan mancing di sini, cuma masyarakat bandel. Jadi waktu saya presentasi di sana, saya bilang harus berubah perilakunya itu manusianya, bukan buayanya. Saya diprotes sama masyarakat, mereka nggak mau berubah, tapi yang berubah perilaku buaya, saya yakin di Babel juga gitu," jelasnya.

"Ada alasan juga kenapa nggak mau berubah karena dia (warga) cari nafkah di situ, cari ikan, cari kepiting, daerah bakau gitu dan buaya sering di situ. Jadi mereka bilang yang harus berubah buaya karena itu cari tempat makan kami, itu tempat cari makan buaya. Jadi sulit memang mengubah perilaku masyarakat," sambung Hellen.

Sebelumnya, rekaman gambar berdurasi 19 detik itu memperlihatkan buaya berbobot 500 kg diangkut pakai buldoser. Beberapa warga dengan menggunakan sepeda motor mengiringi dari belakang. Buaya besar itu diperkirakan memiliki panjang 4,8 meter. Buaya tersebut ditangkap warga di Pulau Bangka, tepatnya di Desa Kayubesi.

Sekretaris Desa Kayubesi Junaidi membenarkan penangkapan buaya raksasa yang viral itu. Peristiwa tersebut terjadi di Desa Kayubesi, Kecamatan Puding Besar, Kabupaten Bangka, Babe.

Menurutnya, buaya itu ditangkap karena kerap mengganggu warga saat memancing di alur Sungai Kayubesi. Dibantu pawang buaya, buaya raksasa itu ditangkap dengan cara dipancing menggunakan monyet.

"Warga menyakini buaya raksasa itu merupakan buaya siluman. Itu buaya peliharaan (siluman). Kalau buaya yang bersalah, dipanggil dengan ritual khusus lalu memakan pancing. Bagi yang tidak bersalah, tidak akan kena walau dipancing," tegasnya.

Warga meyakini hewan buas itu buaya siluman. Karena itu, saat buaya mati pun digelar ritual khusus.