Kontroversi Larangan Salam Lintas Agama, Wakil Menteri Agama Ajak Dialog

Kontroversi Larangan Salam Lintas Agama, Wakil Menteri Agama Ajak Dialog

RIAUMANDIRI.ID, JAKARTA – Kementerian Agama Republik Indonesia, meminta kepada semua pihak hendaknya menghentikan perdebatan masalah ucapan salam, karena dikhawatirkan dapat menimbulkan kesalahpahaman dan mengganggu harmoni kehidupan umat beragama.

"Kami menghargai adanya berbagai pandangan dan pendapat, baik yang melarang maupun yang membolehkan. Semua itu masih dalam koridor dan batas perbedaan yang dapat ditoleransi," kata Wakil Menteri Agama, Zainut Tauhid Sa'adi kepada VIVAnews di Jakarta, Selasa 12 November 2019.

Maka, ia mengharapkan kepada semua pihak hendaknya membangun pemahaman yang positif (husnut tafahum), mengembangkan semangat toleransi (tasammuh), dan merajut tali persaudaraan (ukhuwah), baik persaudaraan Islam (ukhuwah Islamiyyah), persaudaraan kebangsaan (wathaniyyah), maupun persaudaraan kemanusiaan (basyariyyah).


"Kami mengimbau, agar para pemimpin umat beragama, baik intern maupun antarumat beragama melakukan dialog untuk membahas dan mendiskusikan masalah tersebut dengan cara kekeluargaan, sehingga masing-masing pihak dapat memahami permasalahannya secara benar," ujarnya.

Menurutnya, spirit kerukunan umat beragama harus diwujudkan melalui sikap dan perilaku keberagamaan yang santun, rukun, toleran, saling menghormati, dan menerima perbedaan keyakinan kita masing-masing.

Sebelumnya, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur, Abdusshomad Buchori mengimbau para pejabat dan siapapun agar tidak menyampaikan salam lintas agama sebagaimana biasa disampaikan dalam banyak kegiatan resmi.

Menurutnya, salam di masing-masing agama berhubungan dengan akidah, karenanya tak boleh dicampuradukan.

Imbauan itu dikeluarkan Shomad, sapaan Abdusshomad Buchori, secara resmi melalui surat 'Taushiyah MUI Provinsi Jawa Timur, terkait dengan Fenomena Pengucapan Salam Lintas Agama dalam Sambutan-sambutan Acara Resmi' tertanggal 8 November 2019. Surat imbauan merujuk pada rekomendasi Rapat Kerja Nasional MUI di Nusa Tenggara Barat pada 11-13 Oktober 2019.**