Berlaku Mulai 2017

Uang Pensiun PNS Dibayar di Muka

Uang Pensiun PNS Dibayar di Muka

JAKARTA (HR)-Mulai tahun 2017 mendatang, para Pegawai Negeri Sipil di Tanah Air tidak lagi akan menerima uang pensiun setiap bulan, seperti yang berlaku saat ini. Namun pensiun akan diberikan sekali saja, ketika seorang abdi negara memasuki masa pensiun. Sama halnya dengan karyawan swasta, yang berhenti bekerja dan menerima pesangon atau uang tolak.

Sistem baru tersebut, saat ini masih dikaji pemerintahan Presiden Joko Widodo. Diperkirakan, sistem baru ini baru mulai berlaku pada tahun 2017 mendatang.

Menurut Deputi Bidang SDM Aparatur Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB), Setiawan Wangsaatmaja, skema ini masih dibahas di internal pemerintah. Nantinya akan keluar dasar hukum berupa Peraturan Pemerintah (PP).

"Ini kan masih pembahasan, masih digodok. PP-nya kita harapkan selesai tahun ini, tapi diterapkannya mungkin 2017," ungkapnya, Selasa (24/3).

Namun, lanjut Setiawan, nantinya akan ada masa transisi. Untuk PNS yang pensiun sebelum aturan ini berlaku, maka masih akan berlaku pola pensiun seperti sekarang yaitu dibayarkan setiap bulan.

"PNS lama ya pakai skema lama. Jadi ada masa transisi, sehingga masih pakai dua skema. Artinya menunggu yang sudah pensiun lebih dulu, itu berakhir semua," jelasnya.

Ketika seluruh PNS yang menggunakan pola pensiun lama berakhir, maka semua akan menggunakan sistem baru itu.

Diterapkan Negara Tetangga
Ditambahkannya, pola baru sudah diterapkan di sejumlah negara seperti Malaysia dan Australia.

"Malaysia dan Australia pakai sistem kontribusi pasti. Artinya, PNS dan pemberi kerja sama-sama membayarkan iuran di awal dan kemudian memberikannya sekaligus kepada PNS yang bersangkutan ketika sudah masuk usia pensiun," tambahnya.

"Jadi baik PNS maupun pemerintah (pusat maupun daerah) sama-sama bayar iuran selama masa kerja. Kontribusinya di awal, dan nanti diberikan saat PNS yang bersangkutan memasuki masa pensiun," ujarnya lagi.

Sistem ini juga mirip dengan yang diterapkan perusahaan-perusahaan swasta. Menurut Setiawan, jumlah uang pensiun yang didapat seorang PNS nantinya tergantung dari jumlah iuran yang dikontribusikan. "Ini pilihan, mau dapat berapa saat pensiun nanti? Kalau mau dapat pensiun besar, ya iurannya juga besar. Tergantung kita," katanya.

Iuran yang disetorkan PNS dan pemerintah, lanjut Setiawan, kemudian dikelola untuk sebuah lembaga dana pensiun. Pemerintah menjadi fasilitator ke lembaga tersebut. Karena uang pensiun dikelola lembaga tersendiri, resiko terhadap pemerintah selaku pemberi kerja pun minim.

Indonesia nantinya juga akan menerapkan pola serupa. Dengan model yang sekarang, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) akan menanggung uang pensiun PNS per bulan sampai anak ke-2.

"Nantinya, pemerintah dan PNS sama-sama di awal. Nanti uangnya dikelola di lembaga dana pensiun itu. Begitu masa kerja selesai, uang pensiun dibayarkan sekaligus oleh lembaga itu," jelas Setiawan.

Dengan begitu, lanjut Setiawan, maka PNS bisa lebih merencanakan kehidupan setelah tidak lagi aktif bekerja. Selama ini, masa pensiun seringkali membuat PNS 'galau' karena hanya menerima sekitar 75 persen dari gaji pokok tanpa tunjangan.

Tidak hanya buat PNS, sistem ini juga lebih meringankan APBN. Karena uang pensiun yang diiurkan PNS dikelola oleh lembaga lain, maka risikonya menjadi minim. "Risiko terhadap pemberi kerja kecil, karena uang pensiun dikelola oleh semacam dana pensiun," ujarnya.

Menanggapi wacana itu, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono menilai, ada positif dan negatif yang perlu menjadi pertimbangan.

Keuntungan dan kelebihan yang dimaksud Basuki adalah pemanfaatan dana pensiun itu sendiri. Meski nantinya menerima uang pensiun dalam jumlah yang cukup besar, belum tentu PNS bisa memanfaatkannya.

"Masyarakat kita tidak semuanya punya jiwa usaha. Kebanyakan justru berpikirnya masih konservatif. Lebih nyaman kalau dananya diterima setiap bulan," kata dia.

Bila tidak dipikirkan hati-hati, hal ini justru dikhawatirkan dapat merugikan PNS itu sendiri.

Sementara Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo enggan berkomentar mengenai wacana tersebut.

"Saya nggak komentar soal itu, mungkin bisa ditanyakan ke Kementerian Keuangan. Saya nggak dalam posisi mengomentari itu," sebutnya. (dtc, viv, sis)