Donald Trump Tersangkut Skandal, DPR AS Mulai Proses Pemakzulan

Donald Trump Tersangkut Skandal, DPR AS Mulai Proses Pemakzulan

RIAUMANDIRI.CO, Jakarta - Sebagian besar anggota Dewan Perwakilan Amerika Serikat menyatakan mendukung proses penyelidikan untuk memakzulkan (impeach) Presiden Donald Trump. Trump diduga menyalahgunakan kewenangannya sebagai kepala negara untuk menghalangi bakal calon presiden dari Partai Demokrat, Joe Biden, dengan meminta Ukraina menyelidiki dugaan korupsi sang anak, Hunter Biden, yang diduga dibuat-buat.

Biden adalah salah satu kandidat terkuat penantang Trump untuk bersaing dalam pemilihan presiden pada tahun depan.

"Perbuatan yang dilakukan Trump memperlihatkan dia tidak jujur dan mengkhianati sumpah jabatan, keamanan nasional, dan integritas pemilihan umum kita," kata Ketua DPR AS, Nancy Pelosi, seperti dilansir AFP, Rabu (25/9).


"Maka dari itu, saya mengumumkan Dewan Perwakilan akan melakukan penyelidikan resmi untuk proses pemakzulan," ujar Nancy.

Perkara ini berawal dari laporan seorang pengadu yang identitasnya dirahasiakan, yang bekerja sebagai agen intelijen AS. Dia melaporkan hasil sadapan telepon antara Trump dan Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky, pada 25 Juli lalu.

Saat itu, Trump dilaporkan mendesak Zelensky untuk menyelidiki dugaan korupsi yang diduga dilakukan Hunter. Anak Biden itu memang menjadi anggota komisaris perusahaan energi Ukraina.

Meski begitu, Trump tidak mempunyai bukti awal dugaan korupsi yang dilakukan Hunter. 

Laporan itu sampai ke tangan Kongres. Ternyata setelah diusut, Trump sudah delapan kali mendesak Zelensky untuk mengabulkan permintaannya.

Nancy sebenarnya selama ini sudah menyatakan tidak setuju dengan langkah pemakzulan, karena dia dan Partai Demokrat sedang fokus untuk mempersiapkan pemilu dan pilpres 2020. Namun, pandangannya berubah setelah tujuh politikus moderat dari partainya memutuskan mendukung langkah itu.

Alhasil, setelah melalui pemungutan suara, sebanyak 170 dari 235 anggota DPR AS mendukung pemakzulan terhadap Trump.

Dewan Perwakilan AS sudah menegur Gedung Putih terkait persoalan itu. Namun, Gedung Putih menolak memberikan komentar.

Trump memang mengakui dia berbincang dengan Zelensky beberapa waktu lalu dan membahas soal Biden melalui telepon. Namun, dia membantah menekan Zelensky untuk mengabulkan permintaannya dengan ancaman akan menahan bantuan untuk pemerintah Ukraina, dan berdalih hal itu dilakukan supaya negara-negara Eropa lebih giat membantu.


Trump kini malah meminta supaya DPR AS mengungkap identitas pengadu itu. Namun, Nancy menentangnya.

"Pemerintahan Trump sudah mengabaikan keamanan nasional dan intelijen kita, dan perlindungan terhadap para pengadu. Saya ikut merumuskan undang-undang perlindungan pengadu pada 1990-an untuk memastikan mereka," kata Nancy**