Rapat 2 Jam, Kursi Pimpinan MPR Bertambah Jadi 10

Rapat 2 Jam, Kursi Pimpinan MPR Bertambah Jadi 10

RIAUMANDIRI.CO, Jakarta - Meski hanya membahas selama 2 jam saja, Badan Legislasi (Baleg) DPR dan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo akhirnya sepakat merevisi Undang-Undang Nomor 2/2018 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (UU MD3).

Dengan demikian, MPR periode 2019-2024 akan dipimpin oleh 1 ketua dan 9 wakil ketua, di mana UU MD3 hasil revisi tersebut mengamanatkan adanya perwakilan setiap fraksi dan DPD dalam unsul pimpinan MPR.

Ketua Panitia Kerja (Panja) RUU MD3 DPR Totok Daryanto mengatakan, Rapat Panja Revisi UU MD3 telah menyepakati seluruh materi muatan RUU. Di antaranya penyempurnaan redaksi pada Pasal 15 ayat (1) beserta penjelasannya. Sehingga Pasal 15 ayat (1) berbunyi sebagai berikut


“Pimpinan MPR terdiri atas Ketua dan Wakil Ketua yang merupakan representasi dari masing-masing fraksi dan kelompok anggota yang dipilih dari dan oleh anggota MPR”. Dengan rumusan penjelasan sebagai berikut, “Yang dimaksud dengan 'representasi' dari masing-masing fraksi dan kelompok anggota adalah setiap fraksi atau kelompok anggota mengajukan 1 (satu) orang Pimpinan MPR”.

Kemudian, lanjut Totok, menghapus ketentuan Pasal 427C tentang mekanisme pemilihan pimpinan MPR dan ketentuan jumlah pimpinan MPR yakni 1 ketua dan 4 wakil ketua. “Karena sudah diatur dalam Pasal 15,” kata Totok memaparkan hasil Rapat Panja RUU MD3 di Ruang Rapat Baleg DPR, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Jumat (13/9/2019).

Karena itu, lanjut politikus PAN itu, berdasarkan ketentuan perundang-undangan mengenai peraturan pembentukan undang-undang, Panja berpendapat bahwa RUU tentang perubahan Ketiga atas UU 17/2014 tentang MD3 dapat dilanjutkan pembahasannya dalam pembicaraan tingkat II pada Paripurna DPR.

“Yakni, pengambilan keputusan agar RUU tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah ditetapkan sebagai undang-undang,” ujarnya.

Kemudian, Totok menanyakan persetujuan kepada seluruh fraksi dan pemerintah dan mereka semua menyatakan persetujuannya. Masing-masing fraksi menyampaikan pandangannnya secara tertulis kepada Pimpinan Baleg DPR, kecuali NasDem yang akan menyampaikan pandangannya dalam rapat Paripurna DPR.

Mendagri Tjahjo Kumolo menyetujui secara prinsip tentang rancangan perubahan ketiga UU MD3 beserta naskah akademiknya. Pemerintah juga bersedia untuk membawa ini ke pengesahan tingkat II pada rapat Paripurna DPR.

“Pemerintah menyetujui secara prinsip substansi rancangan UU perubahan ketiga atas UU MD3 beserta naskah akademiknya dan pemerintah bersedia untuk melanjutkan pembahasan rancangan UU tentang MD3 dalam sidang paripurna dan dapat disahkan menjadi undang-undang,” kata Tjahjo dalam rapat yang dimulai sejak pukul 14.30 sampai 16.30 WIB itu.

Kemudian Pimpinan Baleg DPR, Pimpinan Panja DPR, Mendagri, dan anggota Panja lainnya maju ke depan untuk menandatangani pengesahan tingkat I atas revisi ketiga UU MD3. Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) mengkritisi pengesahan revisi UU 2/2018 tentang penambahan pimpinan MPR menjadi 10. Penambahan ini dinilai sebagai pemborosan anggaran negara mengingat fungsi MPR tidak vital.

“Saya kira permintaan penambahan kursi pimpinan MPR menjadi 10 itu semata-mata hanya ekspresi kemaruk saja. Tidak ada alasan logis dan rasional apapun untuk menerima itu. Semakin DPR merekayasa alasan sekadar untuk membungkus nafsu kemaruk akan kekuasaan, semakin mereka kelihatan seperti politisi pelawak yang tak lucu,” tandas Manajer Riset Formappi Lucius Karus.

Dia menilai, tambahan kursi Pimpinan MPR sudah jelas merupakan bentuk pemborosan. Sebab, banyak uang negara yang akan digunakan untuk posisi Pimpinan MPR yang sebetulnya tidak memiliki fungsi vital. “Terlalu banyak lembaga negara yang dibentuk hanya untuk mengirimkan anggaran saja. DPD dan MPR ini salah duanya,” ucapnya.

Pemborosan juga terlihat pada tidak efektifnya roda kepemimpinan MPR dengan 10 orang di dalamnya. Bisa dibayangkan bagaimana sebuah kebijakan diambil dengan memperhitungkan sikap dari 10 orang berbeda. Padahal, sebagai pimpinan mereka harus lebih ramping demi efektivitas kepemimpinan.

“Ini menunjukkan jumlah pimpinan di MPR hanya akan membuat MPR lebih kelihatan sebagai keranjang sampah yang menampung elite-elite partai yang terpilih di pemilu tetapi malas bekerja sebagai anggota DPR. Saya melihat kursi pimpinan MPR ini sebagai tempat duduk malas para wakil rakyat,” paparnya.**