Nasib 5 Komisioner KPU Kuansing Menunggu Sidang Pleno DKPP RI

Nasib 5 Komisioner KPU Kuansing Menunggu Sidang Pleno DKPP RI

RIAUMANDIRI.CO, PEKANBARU - Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) RI telah menggelar sidang pemeriksaan dugaan pelanggaran kode etik oleh ketua dan anggota KPU Kabupaten Kuantan Singingi (Kuansing), Jumat (14/6/2019) kemarin. Keputusan tentang nasib lima komisioner KPU ini akan diputuskan dalam Rapat Pleno DKPP RI di Jakarta, paling lambat pada 28 Juni mendatang.

Sidang pemeriksaan yang dipimpin Dr H Alfitra Salamm, APU, anggota DKPP RI didampingi oleh 3 orang anggota majelis, Firdaus dari unsur KPU Provinsi Riau, Sri Rukmini dari unsur tokoh masyarakat, dan Gema Wahyu Adinata dari unsur Bawaslu Provinsi Riau.

Sidang pemeriksaan yang digelar di Aula Bawaslu Riau, Jalan Adi Sucipto No 284 Kompleks Transito, Pekanbaru, dimulai sekitar pukul 09.00 WIB.


Terlihat hadir pelapor Drs H Suhardiman Amby, MM, Caleg DPRD Provinsi Dapil 8 dengan nomor urut 1 dari Partai Hanura.

Suhardiman dalam kasus ini melaporkan ketua dan anggota KPU Kuansing ke DKPP dengan 10 aduan.

Dalam sidang ini terlihat Suhardiman membacakan sendiri aduannya dengan rincian sebagai berikut,  Pertama, KPU Kabupaten Kuansing menurutnya telah melakukan perubahan DPTHP 3 secara sepihak dalam rapat pleno tertutup tanpa dihadiri oleh partai politik peserta pemilu dan Bawaslu Kuansing.

Aduan kedua, menurut pelapor, KPU Kuansing tidak cermat dalam menetapkan Daftar Pemilih Tambahan (DPTb) karena ditemukan perbedaan angka pemilih dalam kategori DPTb. Ketiga, KPU Kuansing melakukan kesalahan prosedur dalam pelaksanaan rekapitulasi hasil penghitungan suara di tingkat kecamatan. Keempat, KPU Kuansing tidak cermat dalam melakukan pengesetan terhadap logistik pemilu yang berakibat banyaknya TPS yang kekurangan surat suara.

Kelima, KPU Kuansing melakukan pembiaran dan tidak memerintahkan PPK di tingkat kecamatan untuk menyerahkan formulir model DAA1 kepada saksi dan Bawaslu Kuansing. Keenam, KPU Kuansing tidak memberikan waktu dan ruang kepada saksi dalam menyampaikan keberatannya pada rapat pleno tingkat Kabupaten. Ketujuh, salah satu anggota KPU tertidur saat pleno kabupaten berlangsung. Kedelapan, KPU Kuansing tidak memberikan hak bicara kepada saksi partai politik peserta pemilu, bahkan saksi yang telah diberi mandat diminta menunjukkan KTP, diusir keluar hanya karena terlambat hadir. Kesembilan, salah satu anggota KPU Kuansing memiliki hubungan kekerabatan kakak adik dengan pengurus partai politik.

Dan pengaduan yang terakhir (kesepuluh), KPU Kuansing tidak bersedia mengakomodir permintaan saksi untuk membuka kotak suara padahal terdapat perbedaan/selisih penghitungan suara dalam formulir C1, DAA1, dan DA1.

Sementara itu pihak teradu yaitu ketua dan anggota KPU Kuansing hadir dan menyampaikan jawaban dengan membawa bukti-bukti versi mereka. Selain teradu, Majelis Pemeriksa juga menghadirkan ketua dan anggota Bawaslu Kuansing sebagai pihak terkait

Sidang sempat diskors dari pukul 11.30 WIB untuk melaksanakan Salat Jumat dan dilanjutkan kembali pukul 13.30 WIB. Usai jumatan agenda sidang adalah mendengarkan keterangan saksi-saksi dari pihak pengadu.

Rencananya 8 orang saksi akan dihadirkan Suhardiman, namun sampai sidang dimulai, saksi yang dapat dihadirkan Suhardiman sebanyak 4 orang.
  
Ketika ditanya kapan keputusan DKPP, Alfitra Salamm mengatakan, paling lambat tanggal 28 Juni 2019. 

"Kita akan sampaikan fakta-fakta yang didapatkan dalam persidangan hari ini (Jumat, red) ke Rapat Pleno DKPP RI di Jakarta," jelasnya.

"Kita akan bawa ke rapat pleno di Jakarta dulu, DKPP akan putuskan bersamaan untuk Pileg dan Pilpres tanggal 28 Juni, kita pararel lah dengan putusan MK," terang Alfitra kepada awak media.

Sidang pemeriksaan yang dikawal oleh aparat kepolisian dari Polda Riau ini berjalan dengan baik dan lancar.



Tags Kuansing