Pemerintah Malas Hadir, Pembahasan RUU di DPR Jadi Mandek

Pemerintah Malas Hadir, Pembahasan RUU di DPR Jadi Mandek

RIAUMANDIRI.CO, JAKARTA - Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Supratman Andi Agtas dan anggota Baleg Hendrawan Supratikno merasa optimis bahwa empat RUU dapat disahkan menjadi UU pada masa persidangan sekarang ini, seperti yang disampaikan Ketua DPR Bambang Seosatyo pada pembukaan Masa Sidang IV Tahun 2018-2019, Senin (4/3/2019).
 
Keempat RUU tersebut adalah RUU tentang Perkoperasian, RUU tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, RUU tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah dan RUU tentang Ekonomi Kreatif.

Rasa optimis itu disampaikan Supratman Andi Agtas dan Hendrawan Supratikno dalam diskusi bertema 'Empat RUU Rampung Sesuai Target?’, di Media Center MPR/DPR RI, Gedung Nusantara III, Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (5/3/2019). 

Alasan Supratman karena RUU tersebut secara substansial sudah tidak ada masalah dan hanya tinggal penyempurnaan saja, redaksional dan lain sebagainya. Bahkan, pengesahannya bisa lebih dipercepat, terutama dari sisi kehadiran pemerintah dalam pembahasan RUU itu.


Menurut Supratman, dalam beberapa RUU yang dibahas persoalan ideologis hampir tidak pernah ada lagi di antara fraksi-fraksi. Semuanya satu dan sama menyangkut soal substansi materi undang-undang.

Yang menjadi persoalan atau penghambat dalam pembahasan RUU tersebut adalah masalah ketidakhadiran wakil pemerintah. 

"Kalau kita mau jujur, saya mau bilang bahwa justru mandek pembahasan RUU sekarang karena ketidakhadiran pemerintah. Pemerintah yang malas hadir dalam RUU, dan menurut saya baru periode pemerintahan kali ini. Ini bukan karena saya oposisi, ini fakta saya ungkap," tegas Supratman.

Pada hal ungkap Supratman, pembiayaan satu RUU itu sangat mahal. Kalau tidak selesai pada masa DPR periode sekarang maka tidak bisa dilanjutkan pada periode berikutnya, tapi harus mulai lagi dari awal. Kemudian pembiayaannya juga harus dimulai lagi dari awal.

"Nah ini yang harus disadari oleh pemerintah maupun DPR. Karena pemerintah juga akan melakukan hal yang sama karena mereka juga punya hak usul inisiatif. Kalau 21 atau 23 RUU yang ada di pembahasan tingkat 1 sekarang, itu ternyata tidak mampu diselesaikan dalam masa sisa jabatan anggota DPR ini, nanti seluruh biaya yang sudah dikeluarkan yang begitu besar akhirnya nanti di kemudian hari diusulkan kembali yang dimulai lagi pembiayaan yang baru," terang.

Dia mengakui bahwa berdasarkan konstitusi, DPR sebagai lembaga pembentuk undang-undang, tetapi dalam proses pembahasan harus ada persetujuan bersama dengan pemerintah. 

"Inilah kendalanya sehingga saham kami itu tetap 50%, dan 50% juga ada di tangan pemerintah," keluhnya.

Hendrawan Supratikno juga mengakui bahwa dalam pembahasan RUU perlu komunikasi, koordinasi dan sinergi kegiatan yang ada di DPR dengan pemerintah. "Ini yang sampai hari ini memang belum maksimal," ucap politisi PDIP itu.

Dia mencontohkan, pihaknya 2 bulan lalu menerima surat tindakan dari ketua DPR menanyakan kepada pemerintah tentang status beberapa RUU, termasuk RUU Pertembakauan dan Minuman Beralkohol.

"Tapi sampai hari ini ketika kita mengundang pemerintah menjadi leading sektor untuk membahas persoalan ini, yaitu Kementerian Perdagangan. Namun sering kali tidak hadir dalam pertemuan," ungkapnya politisi senior PDIP itu.

Sejak UUD direvisi, jelasnya, kewenangan pembentukan UU ada di DPR. Hanya saja menurutnya, di satu pihak ada migrasi kewenangan-kewenangan sudah digeser dari pemerintah ke DPR, namun pada saat yang sama belum sepenuhnya terjadi migrasi kompetensi.

"Ada migrasi kewenangan tetapi tidak disertai dengan migrasi kompetensi. Itu sebabnya tidak mengherankan apabila target-target legislasi sebagaimana dirumuskan atau di canangkan dalam prolegnas tidak sepenuhnya bisa kita realisasikan," jelas Hendrawan.

Reporter: Syafril Amir