FKKM Riau: Saatnya Pengelolaan Hutan Multipihak

FKKM Riau: Saatnya Pengelolaan Hutan Multipihak

RIAUMANDIRI.CO, PEKANBARU - Pengelolaan hutan secara multipihak menjadi pilihan strategis dalam upaya menghadirkan hutan dalam kesejahteraan masyarakat. 

Konstitusi Undang-undang Dasar 1945 pasal 33 mengatur bahwa perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan. Selain itu juga diatur dalam  Undang-Undang RI Nomor 41 Tahun 1999 dijelaskan bahwa Penyelenggaraan kehutanan berasaskan manfaat dan lestari, kerakyatan, keadilan, kebersamaan, keterbukaan, dan keterpaduan. 

Demikian disampaikan Koordinator Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Forum Komunikasi Kehutanan Masyarakat (FKKM) Riau M Mardhiansyah, dalam keterangan tertulis yang diterima Riaumandiri.co, Selasa (29/1/2019).


Artinya menurut M Mardhiansyah, pengelolaan hutan diarahkan untuk dikelola secara bersama untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Hal tersebut sejalan dengan perspektif community based yaitu hutan harus dikelola oleh pihak-pihak yang pro kepada kesejahteraan masyarakat dan kelestarian lingkungan. 

"Pemain dalam prespektif ini adalah pemerintah, masyarakat, pebisnis, tokoh masyarakat dan tokoh adat. Selanjutnya pihak-pihak tersebut diistilahkan sebagai multipihak. Dengan demikian, pengelolaan hutan tidak menjadi tunggal dikuasi oleh pemerintah," jelasnya.

Lebih lanjut Mardhiansyah mengatakan, ruang partisipasi masyarakat dan multipihak dalam pengelolaan hutan terbuka lebar seperti dalam skema perhutanan masyarakat, hutan rakyat dan sebagainya. Program Perhutanan Sosial yang merupakan suatu bentuk pengelolaan hutan yang membuka ruang partisipasi masyarakat didukung oleh multipihak untuk mengelola hutan. 

"Namun diakui, masih ada pemahaman dan persepsi publik yang kurang tepat terhadap program ini. Sebagian pihak masih beranggapan bahwa Perhutanan Sosial hanya sebatas program bagi-bagi izin dan kawasan sehingga melegitimasi penguasaan dalam artian membagikan kawasan yang selama ini dikuasasi koorperasi kepada masyarakat," ujarnya. 

Padahal menurut Mardhiansyah yang juga dosen Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Riau, program Perhutanan Sosial sesungguhnya hanyalah pelimpahan hak pengelolaan yang bersamanya melekat hak dan tanggung jawab pengelolaan hutan sesuai aturan yang berlaku. 

Akibat pemahaman dan persepsi yang kurang, katanya, menggelindingkan semangat yang sempit sehingga terkesan hanya berjuang mendapatkan izin. Setelah izin didapat tidak ditindaklanjuti dengan pengelolaan yang sesungguhnya menjadi inti program Perhutanan Sosial.

"Proses pengelolaan kawasan pasca didapatkannya izin Perhutanan Sosial oleh masyarakat tersebut sangat membutuhkan dukungan multipiihak. Masyarakat memiliki keterbatasan sumberdaya dan sarana prasarana untuk pengelolaan dan pengembangan usaha kehutanannya. Dukungan administrasi berupa penyusunan dokumen Rencana Pengelolaan (RP), tata hutan dan sebagainya membutuhkan pendampingan dari pihak-pihak yang memiliki sumberdaya manusia terkait hal tersebut," bebernya. 

Oleh sebab itu, FKKM Wilayah Riau, kata Mardhiansyah, bersama beberapa lembaga dengan dukungan Yayasan Belantara melakukan pendampingan terhadap masyarakat dalam pengelolaan hutan termasuk dalam pelaksanaan program Perhutanan Sosial. 

"Begitu juga pendampingan pengolahan dan pemanfaatan lahan hingga pemasarannya. Karena jika izin Perhutanan Sosial yang didapat jika tidak dikelola maka akan menjadi beban dan masalah bagi pemegang ijin. Karena dengan telah diberikannya dan diterimanya ijin tersebut, maka melekatlah tanggung jawab pengelolaan maupun pengamanan pada kawasan tersebut," katanya lagi. 

Ke depan, ujar Mardhiansyah, diharapkan paradigma pengelolaan hutan harus diarahkan untuk menghadirkan kesejahteraan bagi masyarakat. Masyarakat yang sejahtera dan peradaban yang lebih baik akan memandang hutan sebagai penyangga kehidupan berupa kenyamanan dan keindahan sehingga muncul kesadaran pribadi untuk menjaga dan mengelola serta memanfaatkan hutan secara lestari dan berkelanjutan. 

"Namun masyarakat yang belum atau jauh dari sejahtera akan memandang hutan sebagai sumber kehidupannya," pungkas Mardhiansyah.