Pihak Rekanan Dibayangi Sejumlah Sanksi Terkait Robohnya Intake Atap Durolis di Rohil

Pihak Rekanan Dibayangi Sejumlah Sanksi Terkait Robohnya Intake Atap Durolis di Rohil

RIAUMANDIRI.CO, PEKANBARU - Sejumlah sanksi membayangi rekanan dan pihak terkait pembangunan intake Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) Dumai, Rohil, dan Bengkalis (Durolis) yang roboh. Selain saksi denda dan administrasi, ancaman dipidana juga menghantui.

Pembangunan SPAM Durolis merupakan proyek strategis untuk melayani kebutuhan air minum tiga kabupaten/kota di Riau itu menelan anggaran sebesar Rp623 miliar. Dimana dana tersebut bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Rohil, APBD Provinsi Riau dan APBN Pusat.

Pekerjaan fisik kegiatan tersebut telah dimulai sejak 2017 lalu, ditargetkan dapat dimanfaatkan pada 2019. Namun hal itu tidak terwujud. Pasalnya, pihak rekanan tidak mampu menyelesaikan pekerjaan sesuai waktu  yang diberikan.


Bahkan, pada Jumat (4/1) lalu, intake SPAM Durolis yang dikerjakan PT Monhas Andesrabat yang berada sekitaran pinggiran Sungai Rokan, Kecamatan Tanah Putih Tanjung Melawan diketahui roboh. Bagian yang ambruk yakni, pada bagian atap intake senilai Rp675,3 juta. 

Hal ini berdampak pada tertundanya warga Rohil mendapatkan air bersih dari SPAM Durolis pada Februari 2019 ini. Padahal jaringan pendistribusian utamanya telah selesai dibangun oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau. Hanya tinggal rumah pompanya, yang dibangun oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).

Hal ini tentu sangat disayangkan. Padahal pengerjaan proyek ini mendapat pengawalan dari Tim Pengawal dan Pengaman Pemerintah dan Pembangunan Daerah (TP4D) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau.

Terkait hal ini, Kepala Kejati (Kajati) Riau Uung Abdul Syakur angkat bicara. Menurut Uung, pihaknya hanya melakukan pengawalan terhadap kebijakan secara yuridis.

"TP4D kan pendampingan, itu bukan ke teknis. Kalau roboh kan udah teknis," ujar Uung kepada Riaumandiri.co, Kamis (17/1).

Atas robohnya intake tersebut, tim teknis yang dibentuk Kementerian PUPR telah turun ke lapangan. Tim tersebut nantinya akan melakukan kajian teknis untuk mengetahui penyebab ambruknya bangunan tersebut, akan tetapi hingga kini belum didapati hasilnya. 

Meski begitu, sejauh ini Kejati Riau mengaku belum mendapat informasi mengenai penyebab ambruknya bangunan tersebut.

"Coba tanya ke ini (Kementerian PUPR,red). Menurut informasi, itu sedang diteliti oleh tim dari ITB (Institut Teknologi Bandung,red), dan untuk segera mungkin diperbaiki kembali seperti rencana awal," terang Uung.

Saat disinggung, apakah pihak Kejaksaan bisa mengusut proyek yang dikawalnya, jika ditemukan adanya dugaan penyimpangan dalam perencanaan maupun pengerjaannya, dengan tegas Uung memberikan jawabannya.

"Bisa. Kenapa gak bisa? Sangat bisa. Tidak berarti kalau TP4D, terus tidak ngusut ketika itu diketahui ada pelanggaran. Ya, kita usut," tegas Kajati Riau Uung Abdul Syakur.

Terpisah, pihak Direktorat Bina Konstruksi Kementerian PUPR, Immanuel Bonardo, menyatakan bahwa pihak rekanan diberi waktu tambahan selama 90 hari untuk menyelesaikan pekerjaannya. Hal itu sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor : 243 tahun 2015 tentang perubahan atas PMK Nomor : 194/PMK.05/2014 tentang Pelaksanaan Anggaran dalam Rangka Penyelesaian Pekerjaan yang tidak Terselesaikan Sampai dengan Akhir Tahun Anggaran.

"Kita sekarang berdasarkan peraturan yang berlaku itu, kita punya waktu 90 hari. Kita usahakan kejar supaya pelaksanaan pekerjaannya dapat 90 hari ini bisa diselesaikan. Termasuk yang perbaikan (yang roboh) itu," ungkap Immanuel.

Atas aturan itu, Immanuel mengatakan rekanan dan pihak terkait lainnya, menyanggupi untuk menyelesaikannya. "Sudah berkomitmen semua, kontraktor, konsultan, kita pengguna jasanya, udah komitmen. Ini diselesaikan secepat mungkin, dengan sebaik mungkin. Koridor kita, sebisa mungkin bisa mengejar dalam waktu 90 hari tadi," kata dia.

Jika tidak juga selesai, Immanuel menegaskan akan ada sanksi tegas yang akan diberikan kepada rekanan. "Kalau sanksi pasti ada. Keterlambatan ini aja akan diberikan sanksi. Sanksinya bisa berupa denda, dapat juga sanksi-sanksi yang lain," imbuh Immanuel seraya mengatakan selama proses penyelesaian pekerjaan, pihak rekanan dikenakan denda perhatian sebesar 1/mil dari nilai kontrak.

Untuk diketahui, dalam pelaksanaan pembangunan SPAM Durolis, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Rohil telah menyiapkan sedikitnya Rp34 miliar dana untuk pelaksanaan pembangunan tahap I dari 4 tahap yang direncanakan untuk pemasangan Jaringan Distribusi Pembagi (JDP) sambungan ke rumah-rumah masyarakat.

Sementara itu, Provinsi Riau melalui Dinas PUPR di 2017, menganggarkan pembangunan jaringan distribusi utama Tanah Putih Tanjung Melawan senilai Rp50.095.430.000. Kegiatan itu dimenangkan oleh PT Risa Lisca asal Jakarta Pusat dengan nilai kontrak Rp48.370.810.000 dan Konsultan Pengawas PT Riau Multi Cipta Dimensi Rp677.495.000.

Lalu di 2018, Dinas PUPR Riau kembali menganggarkan pembangunan jaringan distribusi utama dari Boostar Kabupaten Rohil ke Kota Dumai senilai Rp20.000.000.000. Dimana dimenangkan PT Sangkuriang Karya Semesta beralamat di Bandung dengan nilai kontrak Rp17.537.700.796, dan Konsultan Pengawas CVAdhitama Karya Rp239.118.000. 

Selanjutnya, pembangunan jaringan distribusi utama dari Booster Kabupaten Rohil ke Kabupaten Bengkalis yang dimenangkan PT Shapa Abadi beralamat di Pekanbaru dengan nilai kontrak Rp12.579.863.000 dan Konsultan Pengawas PT Wandra Cipta Engineering Consultant Rp150.290.000.

Reporter: Dodi Ferdian