Pemberhentian Sementara Maimanah Umar Sebagai Anggota DPD RI Segera Dicabut

Pemberhentian Sementara Maimanah Umar Sebagai Anggota DPD RI Segera Dicabut

RIAUMANDIRI.CO, JAKARTA - Badan Kehormatan (BK) DPD RI akan segera mencabut pemberhentian sementara Anggota DPD RI, Maimanah Umar, Senator asal Riau. Hal itu setelah yang bersangkutan menyampaikan permohonan maaf ke media lokal dan nasional secara terbuka kepada konstituennya di daerah.

"BK juga sudah menerima pemberitahuan lisan dan tertulis dari Ibu Maimanah Umar. Beliau akan hadir dan menyampaikan permohonan maaf dalam Rapat Paripurna Kamis besok.  Kalau sudah minta maaf, pemberhentian sementara kita cabut," kata Mervin I.S Komber, Ketua BK DPD RI di Jakarta, Selasa (15/1/2019).

Menurut Mervin, setelah penyampaian permohonan maaf Maimanah Umar di Rapat Paripurna pada Kamis (17/1/2019) mendatang, BK DPR akan menggelar rapat pleno pencabutan pemberhentian sementara Senator asal Riau itu.


"Kalau kita cabut, tentu hak-haknya kita pulihkan semua, beliau aktif lagi sebagai Anggpta DPD RI, persoalannya kita akan selesai. Nah, kita minta agar Ibu Hemas (GKR Hemas) meniru langkah Ibu Maimanah Umar," katanya.

Karena itu, Mervin meminta anggota GKR Hemas untuk segera meminta maaf melalui media lokal, media nasional, dan pada paripuran DPD RI pada Kamis (17/1/2019) mendatang. Kalau tidak, maka akan diberhentikan secara tetap.

"Jadi, tak benar BK DPD RI diskriminatif dan politis dalam memutuskan pemberhentian sementara GKR Hemas dan Ibu Maimanah Umar (Riau). Semua anggota yang tidak disiplin diperlakukan sama,," katanya. 

Pemberhentian kedua anggota DPD tersebut, lanjutnya, sudah sesuai dengan peraturan Kode Etik dan Tatib DPD RI. Hanya saja Ibu Maimanah Umar sudah menjalankan putusan BK DPD dengan meminta maaf di media lokal, dan akan meminta maaf pada peripurana DPD RI mendatang.

"Karena itu, kalau Ibu GKR Hemas melakukan seperti apa yang dilakukan oleh Ibu Maimanah Umar, tentu pemberhentian sementara itu akan dicabut, dan bisa aktif kembali sebagai anggota DPD RI," tegas Mervin.

Mervin menegaskan, berdasarkan data kehadiran fisik di rapat atau sidang, GKR Hemas tercatat tidak masuk hingga 85 kali; izin 80 kali, sakit satu kali, dan dua kali tanpa keterangan.

Sehingga menurut Mervin, maka otomatis GKR Hemas tak bisa menyampaikan aspirasi rakyat Yogyakarta yang diwakilinya. "Makanya sanksinya harus meminta maaf kepada rakyat di daerah pemilihannya," jelas dia.

Ia mengatakan, GKR Hemas sudah ditegur secara secara lisan maupun tulisan hingga putusan tertulis pemberhentian sementara. Hal itu mengacu dengan Peraturan DPD RI No. 3 tahun 2018 tentang Tatib DPD RI, Peraturan DPD RI No.2 tahun 2018 tentang Kode Etik Anggota DPD RI dan Peraturan DPD RI No.5 tahun 2017 tentang Tata Beracara Badan Kehormatan DPD RI.

"Kalau BK DPD mau lebih tegas lagi , maka GKR Hemas bisa diberhentikan pergantian antarwaktu atau PAW. Sebagaimana diatur dalam pasal 307 ayat 1 UU No,17 tahun 2014 tentang MD3 (MPR,DPR,DPD dan DPD RI). Dimana anggota DPD RI bisa di PAW, karena meninggal dunia, mengundurkan diri, dan diberhentikan," tegasnya.

Sementara Wakil Ketua BK DPD RI Hendri Zainuddin, mengungkapkan, meski GKR Hemas tak pernah mengikut rapat/sidang, ternyata yang bersangkutan mengambil hak keuangan, tapi tidak melaksanakan kewajiban.

Hal itu terungkap dalam catatan dan data keuangan telah menerima hak keuangan dalam melaksanakan kegiatan penyerapan aspirasi masyarakat pada masa anggota DPD di daerah pemilihan (reses).

"Jadi kalau tidak mengakui kepemimpinan DPD RI yang sekarang ini seharusnya tidak mengambil hak-hak keuangannya, karena pimpinan DPD RI ikut bertanggungjawab soal keuangan DPD tersebut," kata Hendri.

Reporter: Irawan Surya