Oesman Sapta Nasihati Kades Gunakan '5S'

Oesman Sapta Nasihati Kades Gunakan '5S'

RIAUMANDIRI.CO, JAKARTA – Ketua Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) Oesman Sapta Odang menasihati kepala desa (kades) menggunakan '5S' dalam memajukan desanya yang dipimpin.

Nasihat itu disampaikan  OSO, begitu dia akrab disapa ketika membuka Workshop & Silaturahmi Nasional Pemerintah Desa Se-Indonesia yang digelar di Gedung International Convetion Exhibition (ICE) BSD, Kamis (29/11/2018).

Lima S yang dimaksud  Oesman Sapta adalah Strategy, structur, skill, sistem dan speed dan target. OSO merinci dan menjelaskan masing-masing 'S'.  S pertama adalah ‘strategy’. "Untuk memakmurkan desa, seorang kepala desa harus memiliki strategi," kata OSO.


Kemudian 'S' dua adalah ‘struktur’. Dimana kata OSO, struktur pemerintahan desa harus dapat bekerja. S ketiga adalah ‘skill’, dimana seseorang yang menduduki sebuah jabatan, haruslah tepat. Keempat adalah ‘sistem’ yang dibutuhkan dalam menjalankan roda pemerintahan desa. Dan kelima adalah ‘speed & target’, dimana desa harus memiliki sasaran dan juga ukuran pencapaian dari sasaran tersebut.

Menurut OSO, bahwa saat ini merupakan tahun kebangkitan desa. Oleh karena itu, dirinya mengajak semua pemerintah desa untuk turut serta dalam membangkitkan desa. Dengan kebangkitan desa, maka desa itu makmur, dan selanjutnya kemakmuran di Indonesia akan terwujud. "Jika desa-desa makmur maka Indonesia akan makmur," kata OSO.

Sementara itu Wakil Ketua DPD RI  Akhmad Muqowam selaku Ketua Dewan Pembina Apdesi (Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia) mengatakan bahwa lahirnya  Undang-Undang No.6 Tahun 2014 Tentang Desa bermakna strategis dan eksistensialis dalam  memberikan pengakuan dan kejelasan atas status desa, memberikan kewenangan berskala skala desa, serta membuka ruang demokratisasi dari tingkat basis kemasyarakatan, yaitu desa. 

"Dulu desa diatur oleh UU Pemda, sehingga desa adalah bagian dari hal tentang Pemerintahan Daerah. Dulu posisinya desa, secara mudah dinomor duakan, bukan prioritas," terang Muqowam.

Muqowam menjelaskan bahwa ruh, idealita dan norma yang ada dalam UU Desa tersebut sangatlah memberikan pengakuan yaitu pengakuan negara atas desa. Namun demikian, setelah UU Desa dilaksanakan, mengalami berbagai kontradiksi dan paradoks. 

Paling tidak menurut Muqowam,  terdapat 3 paradoks.  Pertama yaitu kontradiksi kelembagaan,  bukan hanya antara Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Desa dan PDT, tapi urusan desa menjadi kewenangan banyak kementerian.

Karena itu, Muqowam mengkhawatirkan, UU Desa yang mengatur desa sebagai sentral pembangunan akan terdistorsi dengan masuknya pembangunan sektoral yang tidak terkoordinasi dan akan kembali ke masa Orde Baru. 

Kedua, yaitu kontradiksi regulasi dari berbagai kementerian yang tidak menyatu. "Ketika berbagai lembaga tersebut, khususnya Kemendagri dan Kemendes tersebut  membuat peraturan menteri sendiri-sendiri, akan membuat bingung kepala desa. Di sini pintu masuk utama untuk publik mendistorsi desa," jelasnya.

Ketiga yaitu masalah pembinaan yang masih kurang dilakukan oleh pemerintah, yaitu Kementerian Desa. Kehadiran Polri, Kejaksaan dan Satgas Dana Desa terlibat dalam pengawasan hampir pasti menambah kerumitan dan ketakutan, serta berimplikasi minimalisasi substansi dan fungsi pembinaan. "Jadi ada satgas desa, melaksanakan fungsi pengawasan terus tapi kurang pembinaannya," ungkap Muqowam. 


Reporter: Syafril Amir