Mahfud MD Beberkan Kisah Perjalanan Hidupnya

Mahfud MD Beberkan Kisah Perjalanan Hidupnya

RIAUMANDIRI.CO, SLEMAN - Sosok Mahfud MD memang banyak menebar inspirasi dan dikagumi kaum muda Indonesia. Namun, ternyata Mahfud tetap harus melalui banyak rintangan sebelum meraih kesuksesan.

Cerita itu sempat diungkapkan saat memberi sambutan di wisuda sarjana ke-53 Universitas Widya Mataram. Sosok kelahiran 13 Mei 1957 itu sendiri merupakan Ketua Yayasan Mataram Yogyakarta.

Ia menekankan, kegagalan demi kegagalan sempat pula dialaminya. Namun, itu tidak menghentikan langkahnya, dan justru memaksa ia mencoba jalan-jalan lain sampai membuka pintu-pintu kesempatan.


Peraih doktor dari Universitas Gadjah Mada itu merupakan Guru Besar Hukum Tata Negara di Universitas Islam Indonesia. Mahfud pernah menjabat Ketua Mahkamah Konstitusi, DPR sampai Menteri Pertahanan pada Kabinet Persatuan Nasional.

"Wapres belum," kata Mahfud, diiringi tawa wisudawan, wisudawati, orang tua dan wali yang hadir di Grand Quality Hotel, Sabtu (1/9/2018).

Sebenarnya, pesan yang ingin disampaikan tidak lain kalau ijazah bukan menjadi satu-satunya penentu kapasitas seseorang. Sebab, belum tentu mereka-mereka yang memiliki IPK bagus, cumlaude, lebih sukses dari yang lain.

Ia menilai, Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) mungkin merupakan penilai IQ seseorang, tapi ada unsur penting lain yang menentukan kesuksesan seseorang. EQ, dirasa sebagai unsur penting lain tersebut.

Mahfud lalu menceritakan kisahnya saat muda, yang selama sekolah sebenarnya tidak terlalu menonjol. Pada 1977, Mahfud muda yang baru lulus SLTA Pendidikan Guru Agama di Madura ternyata pernah melamar kerja ke Pengadilan Agama.

Namun, ternyata lamarannya tidak diterima. Menurut Mahfud, kala itu yang banyak diterima merupakan rekan-rekannya yang memiliki IPK menonjol. Tapi, kegagalan itu tidak menghentikan langkahnya.

"Sebab, kegagalan itu bisa jadi kesuksesan yang memang tertunda," ujar Mahfud.

Tidak lolos kerja di Pengadilan Agama, Mahfud terpaksa meneruskan pendidikan ke perguruan tinggi. Bukan berasal dari keluarga yang mampu, Mahfud mencari kampus-kampus baik yang tidak mahal.

Akhirnya, Mahfud mendaftar ke Universitas Islam Indonesia (UII) yang waktu itu dirasa memang tidak memerlukan biaya terlalu mahal. Langkah lulusan Madrasah Ibtidaiyah di Ponpes Al Mardhiyyah itu berlanjut di UII.

"Waktu itu UII sih murah, seingat saya Rp 18 ribu uang kuliah UII tahun 78," kata Mahfud.

Dari sana, justru pintu-pintu lain bagi Mahfud terbuka. Mahfud bahkan mampu meriah gelar doktor dari Universitas Gadjah Mada. Setelah itu, Mahfud malah dipercaya menjabat di posisi-posisi strategis pemerintahan.

Mulai DPR, Menteri Pertahanan sampai Ketua Mahkamah Konstitusi. Siapa sangka, sosok yang ditolak lamaran kerjanya di Pengadilan Agama, ternyata menemukan kesuksesan lain yang disediakan Tuhan di pintu-pintu lain. "Sebab, kadang Tuhan itu menyiapkan yang lain yang kita tidak tahu," ujar Mahfud.

Untuk itu, ia mengingatkan kepada wisudawan dan wisudawati kalau sarjana bukan merupakan garis akhir perjalanan. Sebab, masih sangat banyak jalan-jalan yang harus dilalui dan ditempuh.

Ia berpesan agar generasi muda harus tangguh. Mahfud menekankan, mereka bukan dicetak untuk menjadi sarjana, sebab tujuan pendidikan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, bukan sekadar mencerdaskan otak.

"Jangan hanya jadi sarjana, tapi jadilah cendekiawan, bukan cuma punya kemampuan otak tapi kemuliaan watak," kata Mahfud.