Enam Partai Ini Tak Masalah Mantan Napi Koruptor Nyaleg, Ini Alasannya

Enam Partai Ini Tak Masalah Mantan Napi Koruptor Nyaleg, Ini Alasannya

RIAUMANDIRI.CO, JAKARTA - Peraturan KPU (PKPU) soal larangan eks narapidana korupsi maju menjadi calon legislatif (caleg) menuai perdebatan. Sejumlah penolakan terdengar dari Komisi II DPR dan beberapa partai politik yang saat ini tercatat sebagai partai peserta Pemilu 2019.


Dilansir dari detikcom, Minggu (27/5/2018), PAN dan PPP misalnya, mereka menyebut KPU tidak perlu repot-repot menuangkan aturan tersebut lewat PKPU. Sebab, larangan bagi eks narapidana kasus korupsi mencalonkan diri sebagai anggota legislatif sudah diatur dalam putusan pengadilan. Artinya, eks koruptor tersebut tak bisa nyaleg jika pengadilan menyatakan hak politiknya dicabut.


Sekjen PAN Eddy Soeparno pun menilai, para eks koruptor itu sudah 'melunasi' kesalahannya saat menjalani hukuman di penjara. Ia pun menganggap hukuman bagi para koruptor itu memiliki efek jera, bukan hanya bagi pelaku, tapi juga pada keluarga.



"Napi tipikor sudah 'melunasi' kesalahannya ketika menjalani hukuman pidana. Selain itu, hukuman penjara melahirkan efek jera karena yang terkena dampak musibah pidana tidak hanya sang terpidana korupsi, tetapi juga keluarga, anak-anaknya, dan lain-lain. Karenanya, saya percaya bahwa mantan terpidana tipikor menyesali perbuatannya dan tidak akan mengulanginya kembali. Apalagi hukuman penjara bagi pelaku tindak pidana tipikor tidak ringan," ujar Eddy.


Kemudian, Golkar dan Gerindra kali ini sepaham. Keduanya menilai larangan eks napi korupsi nyaleg itu bakal kalah jika ada gugatan karena tak punya landasan hukum dalam UU Pemilu.


Wasekjen Golkar Sarmuji menilai PKPU yang memuat larangan eks koruptor mencalonkan diri sebagai anggota legislatif rentan digugat karena tak ada landasan hukum dalam UU Pemilu. Ia juga menilai para eks napi korupsi sudah menjadi warga biasa kecuali ada pencabutan hak yang dilakukan oleh pengadilan.


"Aturan tersebut berpotensi digugat karena pertama, aturan tersebut tidak memiliki cantolan hukum dalam Undang-Undang Pemilu. Kedua, karena narapidana yang sudah menjalani hukuman pada dasarnya sudah kembali menjadi warga biasa dengan segala hak yang dimiliki kecuali haknya dicabut pengadilan untuk masa tertentu," ucap Sarmuji.


Pun dengan PKS yang menyebut PKPU itu rentan membuat tercabutnya hak politik seseorang. Wasekjen PKS Abdul Hakim pun meminta Kemenkum HAM memastikan PKPU tersebut tidak melanggar HAM.

 

Lalu, PDIP turut angkat bicara. PDIP mengatakan persoalan eks narapidana kasus korupsi boleh jadi calon anggota legislatif atau tidak dikembalikan kepada tiap parpol saja. Alasannya, karena parpol yang bisa menimbang untung-rugi ataupun dampak dari pencalonan seseorang.


"Ada tarik-menarik antara pertimbangan yuridis dan etis. Bila etika kita pegang teguh, PKPU harus kita dukung. Hanya, peraturan tersebut tidak membedakan gradasi kesalahan dalam peristiwa korupsi tersebut. Ada orang-orang yang sebenarnya hanya ikut-ikutan atau tidak memahami administrasi keuangan negara sehingga terjebak korupsi," ujar Ketua DPP PDIP Hendrawan.


Namun dukungan datang dari Partai NasDem, Hanura, PKB, dan Demokrat. Ketua DPP Partai Hanura Inas Nasrullah menyebut partainya tak akan mendukung koruptor.


"Mosok koruptor didukung?" kata Inas.


Hal senada disampaikan Partai Demokrat. Wasekjen PD Didi Irawadi menyebut masih banyak orang baik yang lebih layak untuk didukung menduduki kursi legislatif.


"Masih banyak orang-orang yang baik, kenapa harus eks narapidana?" ujar Didi.


Sebelumnya, KPU berencana membuat aturan soal eks narapidana dilarang jadi caleg. Hal itu dimuat dalam pasal 8 rancangan PKPU tentang pencalonan anggota DPRD provinsi dan kabupaten/kota. 


Komisioner KPU Wahyu Setiawan menyebut draf PKPU itu sudah final. KPU akan segera menyerahkannya ke Kemenkumham pada Senin (28/5/2018). Kemenkum HAM akan segera mengesahkan PKPU dengan pemberian nomor. 


Sumber: detik