Kasus Pipa Transmisi di Tembilahan, Gemetar Desak Polda Riau Tetapkan Muhammad Tersangka

Kasus Pipa Transmisi di Tembilahan, Gemetar Desak Polda Riau Tetapkan Muhammad Tersangka
RIAUMANDIRI.CO, PEKANBARU - Meski Polda Riau telah menetapkan tersangka dalam kasus dugaan korupsi pemasangan pipa transmisi di Tembilahan, Indragiri Hilir, tidak membuat Gerakan Mahasiwa Tembilahan Anti Korupsi (Gemetar) puas. Mereka mendesak agar Wakil Bupati Bengkalis Muhammad turut ditetapkan sebagai tersangka.
 
Desakan itu disampaikan massa Gemetar kala melakukan aksi demonstrasi di Mapolda Riau, Selasa (15/5/2018) siang. Menurut Gemetar, dalam kasus ini diduga terdapat pihak lain yang turut terlibat namun belum tersentuh hukum.
 
"Karena sampai saat ini melihat penegak hukum baru menetapkan dua tersangka, yaitu Sabar Stevanus P Simalonga selaku Direktur PT Panatori Raja yang merupakan pihak rekanan, dan Edi Mufti BE selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK)," teriak Sandy Putra selaku Koordinator Lapangan (Korlap) dalam orasinya.
 
Menurut mereka, penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Riau telah memanggil dan memeriksa sejumlah saksi. Salah satunya Wakil Bupati Bengkalis Muhammad yang saat itu menjabat Kepala Bidang (Kabid) Cipta Karya Dinas Pekerjaan Umum (PU) Riau.
 
"Sejauh ini belum tertutup kemungkinan adanya penambahan tersangka baru mendampingi dua orang yang telah ditetapkan sebagai tersangka tersebut," lanjut Sandy.
 
Massa Gemetar meminta agar penegak hukum melakukan proses penyelidikan dan penyidikan yang intensif terkait perkara ini. "Kepada penegak hukum secepatnya agar melakukan gelar perkara dan menetapkan tersangka baru karena kerugian negara yang ditimbulkan dalam kasus ini mencapai Rp1 miliar," sebutnya.
 
Gelar perkara yang dimaksud Gemetar, adalah untuk menaikkan status dari saksi menjadi tersangka terhadap Muhammad. "Karena kami menduga beliau (Muhammad) ikut serta dalam tindakan korupsi proyek pipa transmisi Tembilahan di Dinas PUPR Riau tahun 2013," tegas Sandy Putra.
 
Selain ini, mereka juga meminta penegak hukum untuk menangkap dan menahan semua oknum yang terlibat, dan harus dihukum sesuai dengan undang-undang (UU) yang berlaku di negara ini. "Kami akan tetap mengawal sampai kasus ini selesai dan para tersangka dihukum," pungkasnya.
 
Setelah sekian lama menyampaikan orasi, massa Gemetar kemudian dijumpai Kasubdit Dalmas Polda Riau, Kompol Irwan selaku perwakilan Polda Riau. 
"Laporan sudah kami terima dan akan ditindaklanjuti untuk tahap ke depannya. Kita akan lanjutkan proses penyidikannya," singkat Irwan di hadapan para pendemo.
 
Dugaan korupsi ini berawal dari laporan sebuah lembaga swadaya masyarakat (LSM). Proyek milik Bidang Cipta Karya Dinas PU Provinsi Riau tahun 2013 ini, menghabiskan dana sebesar Rp3.415.618.000. Proyek ini ditengarai tidak sesuai spesifikasi.
 
Dalam laporan LSM itu, Muhammad, yang saat itu menjabat Kabid Cipta Karya Dinas PU Riau tahun 2013, diduga tidak melaksanakan kewajibannya selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) proyek pipa tersebut.
 
Selain itu, LSM itu juga menyebut nama Sabar Stavanus P Simalonga selaku Direktur PT Panatori Raja, dan Edi Mufti BE selaku PPK, sebagai orang yang bertanggung jawab dalam dugaan korupsi ini.
 
Dalam kontrak pada Rencana Anggaran Belanja (RAB), tertera pekerjaan galian tanah untuk menanam pipa HD PE DLN 500 MM PN 10 dengan volume sepanjang 1.362,00. Ini berarti galian tanah sedalam 1,36 meter dan ditahan dengan skor pipa kayu bakar sebagai cerucuk. Galian seharusnya sepanjang dua kilometer.
 
Pada lokasi pekerjaan pemasangan pipa, tidak ditemukan galian sama sekali, bahkan pipa dipasang di atas tanah. Selain itu, pada item pekerjaan timbunan bekas galian, juga dipastikan tidak ada pekerjaan timbunan kembali, karena galian tidak pernah ada.
 
Pekerjaan tersebut dimulai 20 Juni 2013 sampai dengan 16 November 2013, sementara pada akhir Januari 2014 pekerjaan belum selesai. Seharusnya, kontraktor pelaksana PT Panotari Raja diberlakukan denda keterlambatan, pemutusan kontrak, dan pencairan jaminan pelaksanaan.
 
Anehnya, pihak Dinas PU Riau tidak melakukan denda, tidak memutus kontrak, dan tidak mencairkan jaminan pelaksanaan. Parahnya lagi, Dinas PU Riau merekayasa serah terima pertama pekerjaan atau Provisional Hand Over (PHO) sebagaimana tertuang dalam Berita Acara Serah Terima Pertama Pekerjaan/PHO Nomor: 0/BA.ST-I/FSK.PIPA.TBH.XII/2013 tanggal 13 Desember 2013.‎
 
Akibat dari tidak dilakukannya pekerjaan galian tanah, tidak dilakukannya penimbunan kembali galian tanah atau pekerjaan tidak dilaksanakan namun pekerjaan tetap dibayar, negara diduga telah dirugikan Rp700 juta.
 
Denda keterlambatan 5 persen dari nilai proyek sama dengan Rp170.780.900, dan jaminan pelaksanaan 5 persen dari nilai proyek juga Rp170.780.900. Sehingga diperkirakan total potensi kerugian negara Rp1.041.561.800, lebih kecil dari hasil audit yang telah dikantongi Penyidik, yaitu sebesar Rp2,5 miliar.
 
 
Reporter: Dodi Ferdian
Editor: Rico Mardianto