Ketua DPR Protes Pelarangan Mahasiswi Bercadar

Ketua DPR Protes Pelarangan Mahasiswi Bercadar
RIAUMANDIRI.CO, JAKARTA - Ketua DPR Bambang Soesatyo memprotes pelarangan mahasiswi menggunakan cadar di lingkungan kampus. Karena menurut dia, pelarangan mahasiswi bercadar itu tidak memiliki landasan hukum yang kuat.
 
"Kebijakan yang diterapkan tersebut tidak memiliki landasan hukum yang kuat," tegas Bamsoet, begitu dia akrab disapa, Rabu (7/3/2018) menanggapi pelarangan mahasiswi menggunakan cadar di kampus Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga, Yogyakarta.
 
Dia merujuk pada pada Pasal 29 ayat (2) UUD NRI 1945 yang berbunyi bahwa Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.
 
Karena itu Bambang meminta komisi terkait, yaitu Komisi VIII DPR mendorong Kementerian Agama agar meminta rektor UIN Sunan Kalijaga dapat memisahkan antara budaya dengan ajaran agama.
 
Kemudian dia juga meminta Komisi X DPR mendorong Kementerian Riset dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) untuk memberikan imbauan kepada setiap rektor seluruh Universitas di Indonesia agar dapat menerapkan kebijakan yang lebih persuasif terhadap mahasiswanya, guna menumbuhkan nilai-nilai nasionalisme, baik dalam akademik maupun non-akademik di lingkungan kampus, serta mencegah mahasiswa/i mengikuti suatu aliran radikal dan hal negatif lainnya.
 
Secara terpisah, anggota Komisi VIII DPR RI Achmad Mustaqim menilai pelarangan mahasiswi bercadar di Kampus UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta diperlukan kedewasaan dalam menanggapinya.
 
“Menurut pendapat saya, larangan bercadar sungguh berlebihan dan tergesa-gesa,” ujar Mustaqin menjawab pertanyaan wartawan di gedung DPR, Komplek Parlemen Senayan,  Rabu (07/3/2018).
 
Menurutnya, dalam konteks individu atau kelompok orang yang beragama Islam tentu amat mafhum dan maklum tentang adanya perbedaan-perbedaan baik berbeda dalam tata cara beribadatnya maupun berbeda dalam tata laku kehidupanya.
 
“Dalam pemahaman Islam ada firqoh-firqoh dalam jumlah banyak. Seharusnya pemerintah tidak bisa dan tidak boleh masuk ke ranah yang sangat privat. Apalagi terkait dengan keyakinan dalam beragama dengan seluruh kebiasaan-kebiasaan yang berlaku di negeri yang sangat majemuk ini," katanya.
 
Dia juga mengutip apa yang diamanat konstitusi, pada pasal 29 yang secara jelas memberikan hak kebebasan beragama yang secara otomatis dengan segala aturan turunannya tidak boleh bertentangan. 
 
“Kita perlu mencermati dengan seksama antara hak kebebasan beragama dalam konteks ritual prinsip peribadatan dan konteks keseharian yang mencerminkan keagamaan seseorang sesuai keyakinanya. Di titik inilah kebebasan seseorang atau kelompok harus diimbangi hak seseorang atau kelompok lainnya,” kata Mustaqim. 
 
Reporter:  Syafril Amir
Editor:  Rico Mardianto