Kejati Tahan Tersangka Oknum PNS Rohil Terkait Korupsi di Bappeda

Kejati Tahan Tersangka Oknum PNS Rohil Terkait Korupsi di Bappeda
RIAUMANDIRI.CO, PEKANBARU - Seorang oknum pegawai negeri sipil (PNS) di Pemerintahan Kabupaten Rokan Hilir (Rohil) berinisial LH dijebloskan ke Rumah Tahanan Negara (Rutan) Klas IIB Pekanbaru, Selasa (16/1). LH merupakan tersangka baru dalam perkara korupsi anggaran di Badan Perencanaan dan Pembangunan (Bappeda) Rohil tahun 2008-2011.
 
Sebelum ditahan, LH menjalani pemeriksaan sebagai tersangka sejak pukul 09.30 WIB. Sekitar pukul 14.15 WIB, ia keluar dari ruang pemeriksaan Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau mengenakan rompi tahanan warna oranye, dimana sebelumnya oknum pegawai di Bappeda Rohil itu menjalani proses pemeriksaan kesehatan oleh tim medis yang ditunjuk Penyidik.
 
"Hari ini (kemarin), kita melakukan penahanan terhadap tersangka LH. Tersangka pada saat kejadian selaku PPTK (Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan)," ungkap Asisten Pidsus Kejati Riau, Sugeng Riyanta, di ruangannya.
 
LH ditetapkan sebagai tersangka, setelah penyidik melakukan penyidikan atas pengembangan perkara yang menjerat mantan Kepala Bappeda Rohil, Wan Amir Firdaus, dan tiga stafnya yaitu Pejabat Verifikasi Pengeluaran Bappeda Rohil, Rayudin, Bendahara Pengeluaran Bappeda Rohil tahun 2008-2009, Suhermanto, dan Hamka selaku Bendahara Pengeluaran tahun 2010-2011. Keempatnya telah dihadirkan ke persidangan di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru. 
 
Pada persidangan itu terungkap sejumlah fakta baru yang melibatkan pelaku lainnya hingga dikeluarkan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) baru. "Kita menemukan fakta baru dalam persidangan perkara ini dan dilakukan penyidikan," lanjut Sugeng.
 
Dalam perkara ini, Wan Amir sudah dituntut oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dengan pidana selama 3 tahun penjara, denda sebesar Rp200 juta atau subsider 3 bulan kurungan. Sementara, tiga terdakwa lain dituntut 2 tahun penjara dan denda Rp50 juta atau subsidair 3 bulan kurungan.
 
JPU menjerat ketiga terdakwa bersalah melanggar Pasal 3  Undang-undang (UU) Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana.
 
Keempat terdakwa tidak dibebankan membayar uang pengganti kerugian negara. Pasalnya, kerugian negara Rp1,8 miliar lebih sudah dikembalikan oleh Wan Amir kepada penyidik dan telah disetorkan ke kas daerah Kabupaten Rohil. 
 
Dugaan korupsi ini berawal ketika Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menemukan jumlah transaksi yang masuk dan keluar di rekening Wan Amir Firdaus sebesar Rp17 miliar lebih. Uang itu diduga berasal dari proyek fiktif di Bappeda Rohil. 
 
Dari penyidikan diketahui uang masuk dari praktik korupsi yang ada di rekening sebesar Rp8,7 miliar. Sementara yang masuk dari gratifikasi Rp6,3 miliar. Berdasarkan audit Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) ditemukan  kerugian negara sebesar Rp1.826.313.633. 
 
Pada persidangan sebelumnya, Wan Amir menyebutkan uang tersebut merupakan milik pribadinya. Uang itu sebagian hak honor dan tunjangan di Bappeda dan tambahan honor dari SKPD di luar Bappeda dan penerimaan penghasilan lainnya.
 
Beda dengan Hamka, Suhermanto dan Rayudin yang dalam keterangan menyebutkan tiap tahun terpaksa membuat SPPD fiktif dan sisa anggaran dikirim ke rekening Wan Amir Firdaus sehingga tidak ada defisit anggaran. Pengiriman itu dilakukan atas permintaan Wan Amir Firdaus selaku pengguna anggara (PA).
 
Setiap bulan saat menjabat Kepala Bappeda Rohil, Wan Amir Firdaus juga hanya menerima gaji sebesar Rp5 juta, tunjangan yang masuk tiap pertiga bulan dan beberapa kali perjalanan dinas selama satu triwulan. Jadi, sangat tidak mungkin kalau uang itu berasal dari gaji dan honornya.
 
"Belanja output saudara banyak sekali seperti di Martin dan lain-lain. Konsumtif Anda terlalu tinggi, saya tidak tahu apakah itu termasuk untuk pengeluaran keluarga saudara," tegas hakim anggota, Khamazaro Waruwu dalam persidangan, belum lama ini.
 
Reporter:  Dodi Ferdian
Editor:  Rico Mardianto