Komisi IV Minta Pemerintah Batalkan Permendag Impor Beras, Berikut Alasannya

Komisi IV Minta Pemerintah Batalkan Permendag Impor Beras, Berikut Alasannya
RIAUMANDIRI.CO, JAKARTA - Komisi IV DPR RI meminta pemerintah untuk membatalkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 1 Tahun 2018 tentang Ketentuan Ekspor dan Impor, karena bertentangan dengan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 48 Tahun 2016 tentang penugasan terhadap Perum Bulog dalam rangka ketahanan pangan nasional.
 
“Peraturan Menteri Perdagangan No.1 Tahun 2018 yang meminta perusahaan BUMN lain (PT. PPI) untuk melakukan impor beras, sangat tidak sesuai dengan Peraturan Presiden No. 48 Tahun 2016 yang telah mengamanahkan impor beras dilakukan oleh Perum Bulog untuk keperluan stabilitas harga dan ketahanan pangan nasional. Karena itu kami, Komisi IV meminta pemerintah membatalkan Permendag tersebut,” kata Edhy Prabowo, Ketua Komisi IV DPR RI dalam rapat dengar pendapat Komisi IV dengan jajaran Direksi Perum Bulog, di ruang rapat Komisi IV DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (15/1).
 
Tidak hanya itu, kata Edhy, kebijakan pemerintah, dalam hal ini Menteri Perdagangan, untuk impor beras asal Thailand dan Vietnam dinilai juga telah mengkhianati petani. "Seharusnya Mendag tidak terburu-buru melakukan langkah impor. Terlebih dahulu harus melihat data, mengingat selama ini pemerintah memberikan banyak anggaran di bidang pertanian yang digunakan untuk menanam," katanya.
 
"Jika 500 ribu ton beras saja sebagaimana yang diputuskan Menndag, daerah lain bisa lebih dari 500 ribu ton. Sumatera Selatan saja, surplus 1 juta. Sulawesi Selatan dan Jawa Tengah, serta  beberapa daerah lain juga dikatakan gubernurnya terjadi surplus beras. Bahkan bupati-bupati menolak masuknya beras impor. Di sini kami ingin katakan bahwa kami tidak anti impor, tapi jangan sampai kita impor disaat yang sama kita membunuh petani. Asosiasi menolak, petani komplain. Kita juga berikan anggaran petani untuk menanam. Mau dijadikan apa mereka?,” paparnya dengan tegas.
 
Politisi dari Fraksi Partai Gerinda ini juga meyakini bahwa kebijakan impor tidak akan menurunkan harga beras di pasaran. Namun justru mematikan kehidupan petani yang sudah berbulan-bulan menanam padi lewat anggaran yang sudah pemerintah berikan. 
 
“Hari ini kita menyuruh mereka menanam, di sisi lain kita mematikan petani, sangat memprihatinkan,” tandasnya. 
 
Dia juga menilai kebijakan pemerintah mengimpor beras sebanyak 500 ribu ton dari Vietnam dan Thailand penuh kejanggalan dan tanda tanya. Kejanggalan tersebut dikarenakan kondisi pangan kita yang terbilang stabil. Menteri Pertanian pernah mengatakan tidak akan melakukan impor beras setidaknya hingga pertengahan 2018 karena produksinya mencukupi. Selain itu, pemerintah juga memiliki serapan beras 8-9 ribu ton per hari. Bahkan di beberapa daerah mengalami surplus beras. Sehingga menurut Edhy, kebijakan Impor beras adalah bentuk mengkhianati petani kita sendiri.
 
“Saat musim kemarau beberapa waktu lalu pemerintah berani tidak melakukan impor beras. Namun kenapa di saat kondisi iklim sedang normal seperti sekarang ini malah melakukan impor beras besar-besaran? Ada apa di balik semua ini?,” tanyanya.
 
Pada tahun 2015, lanjut Edhy, pemerintah pernah melakukan impor beras. Saat ini, anggaran yang dimiliki pemerintah untuk sektor pertanian jauh lebih besar dari sebelumnya. "Seharusnya dengan meningkatnya anggaran, pemerintah punya kemampuan menjaga ketersediaan pangan tanpa melakukan impor. Dengan demikian menurutnya, penambahan anggaran tidak mengubah hasil pencapaian karena masih melakukan impor beras," jelasnya.
 
Tidak hanya itu, kejanggalan lain dilihat Edhy, yaitu penunjukan BUMN lain untuk persoalan impor kali ini. Selama ini, persoalan beras selalu ditangani oleh Badan Urusan Logistik (Perum Bulog). Tetapi impor kali ini pemerintah malah menunjuk BUMN bernama Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI). 
 
Padahal dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 1 Tahun 2018, persoalan seperti ini menjadi domain Bulog. “Apakah PPI memiliki infrastruktur yang lebih memadai dari Bulog? Apakah PPI lebih mengerti persoalan beras daripada Bulog? Atau ada kepentingan lain dibalik semua ini?,” katanya. 
 
Reporter: Syafril Amir
Editor: Nandra F Piliang