Masjid Raya Dipertahankan Jadi Situs Cagar Budaya, Tuntutan Hukum Tetap Berlanjut

Masjid Raya Dipertahankan Jadi Situs Cagar Budaya, Tuntutan Hukum Tetap Berlanjut
PEKANBARU (RIAUMANDIRI.co) - Persoalan Masjid Raya yang mengalami perubahan bentuk fisik bangunan berpengaruh terhadap keberadaanya sebagai situs budaya. Meski demikian, tim yang dibentuk Laskar Melayu Riau Kota Pekanbaru, yang menangani persoalan ini tetap berupaya agar keberadaanya tetap menjadi salah satu situs cagar budaya. 
 
Upaya ini dilakukan dengan cara mendatanggi Badan Pelestarian Cagar Budaya di Batusangkar, Sumatera Barat. Tujuan tim yang dipimpin Khairi SH ini, meminta kepada BPCB, agar Masjid Raya Pekanbaru dimasukkan lagi ke situs cagar budaya.
 
"Ini tetap akan kita usut, bahkan tim telah mengunjunggi PPNS BPCB, supaya Masjid Raya Pekanbaru tidak dihapus dari cagar budaya. Dan kini prosesnya masih berlangsung, dan pekan depan kita juga akan ke Kejaksaan Tinggi Riau, menindaklanjuti proses hukumnya," kata Ketua Laskar Melayu Riau, yang juga anggota DPRD Pekanbaru, H Fathullah, Jumat (19/5).
 
Fatullah mengatakan, kondisi kenapa Masjid Raya tersebut dipugar habis-habisan, harus dipertangung jawabkan. Karena jika tidak, maka menghapuskan situs cagar budaya juga menjadi persoalan hukum yang serius.
 
"Kita bawa bukti untuk meyakinkan PPNS, bahwa pemugaran total Masjid Raya bukan persetujuan para tokoh adat. Tapi hanya kepentingan beberapa oknum, yang notabene-nya banyak kepentingan. Maka oknum tersebut harus diperkarakan, sesuai aturan berlaku. Keterangan ini lah yang kita sampaikan ke PPNS," tegas Fathullah.
 
Dia berharap, dengan upaya tim Laskar Melayu ini, bisa menjadi pertimbangan pihak terkait. "Awal pekan ini tim sudah ke Batusangkar, nah pekan depan kita akan ke Kejati Riau, untuk melaporkan secara resmi, oknum yang menjadi otak pelaku pemugaran Masjid Raya ini. Intinya, kita akan bawa ke ranah pidana secara resmi," tegasnya.
 
Tim Laskar Melayu Riau sendiri, tambah Fathullah, juga sudah mengagendakan untuk melaporkan hal ini ke Dirjen Kebudayaan dan Situs Cagar Budaya di Jakarta, serta ke DPR RI. "Jadi, kita tidak main-main dalam kasus ini. Makanya dari awal kita minta Gubernur Riau menarik kembali anggaran renovasi Masjid Raya untuk tahun ini. Karena memang kita inginkan bentuk dan bangunan Masjid Raya kembali seperti semula lagi," terangnya.
 
Sekadar diketahui, Fathullah menceritakannya bahwa, Masjid Raya Pekanbaru merupakan mesjid tertua, yang dibangun pada abad ke 18 (sekitar tahun 1762). Mesjid ini memiliki arsitektur tradisional. Dibangun di masa Sultan Abdul Jalil Alamuddin Syah sebagai Sultan Siak ke-4 dan diteruskan pada masa Sultan Muhammad Ali Abdul Jalil Muazzam Syah sebagai Sultan Siak ke-5.
 
Sejarah berdirinya Mesjid Raya Pekanbaru di masa kekuasaan Sultan Abdul Jalil Alamuddin Syah memindahkan dan menjadikan Senapelan (sekarang Pekanbaru) sebagai Pusat Kerajaan Siak. Sudah menjadi adat Raja Melayu saat itu, pemindahan pusat kerajaan harus diikuti dengan pembangunan Istana Raja, Balai Kerapatan Adat, dan Masjid.
 
Saat ini mengalami pemugaran total. Revitalisasi tersebut, sudah melanggar Pergub Riau No 34 tahun 2007, serta Perwako Pekanbaru No 163 tahun 2007, tentang Revitalisasi Cagar Budaya Masjid Raya Senapelan. Selain itu, aturan yang dilanggar, Keputusan Menteri Kebudayaan No 13 tahun 2004, pada diktum ketiga menyatakan, pada bangunan gedung situs budaya dilarang mengubah bentuk warna dan sebagainya tentang cagar budaya.
 
Dalam Pergub Riau No 34 tahun 2007, tentang pembentukan susunan organisasi revitalisasi Mesjid Raya, didasarkan pada pertimbangan kawasan itu sebagai aset budaya negara guna mencapai visi Riau 2020. Artinya, pembangunan kawasan bukan menghancurkan bangunan, karena dipayung hukumnya (pada ketentuan umum di angka 9) Pergub no 34 tahun 2007 disebutkan, yang dibangun itu sarana dan prasarana kawasan cagar budayanya.
 
Bahkan, Kepala Disdik Riau Kamsol belum lama ini mengaku, pihak BPCB Batusangkar sudah mengirimkan surat prihal pencabutan Mesjid Raya Senapelan tersebut sebagai situs cagar budaya. Hal itu lantaran secara fisik, sudah banyak mengalami perubahan serta tak sesuai lagi dengan nilai sejarahnya.(ben/rls)
 
Baca juga di Koran Haluan Riau edisi 20 Mei 2017
 
Reporter: Joni Hasben
Editor: Nandra F Piliang