Jaksa Tuntut Ahok 1 Tahun, Dewan: Kental Aroma Politik daripada Hukum

Jaksa Tuntut Ahok 1 Tahun, Dewan: Kental Aroma Politik daripada Hukum
JAKARTA (RIAUMANDIRI.co) – Kalangan politisi di Senayan merasa kecewa dengan tututan jaksa penuntut umum yang menangani kasus penodaan agama dengan terdakwa Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. 
 
Dalam pembacaan tuntutan yang disampaikan jaksa penuntut umum yang dipimpin Ali Mukartono dalam persidangan, Kamis (20/4), Ahok hanya dituntut 1 tahun pidana penjara dengan masa percobaan 2 tahun.
 
Artinya, selama 2 tahun percobaan setelah in kracht (berlaku) terdakwa diawasi agar tidak mengulangi perbuatan pidana. Apabila dilanggar, hukuman pidana penjara selama 1 tahun tersebut baru berlaku tanpa proses peradilan kembali.
 
Menurut Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon tuntutan jaksa itu tidak sebanding dengan tindakan Ahok yang tergolong sensitif dan dianggap melukai perasaan umat Islam. "Kalau melihat dari apa yang dilakukan dan dampaknya, menurut saya itu terlalu ringan tuntutannya," kata Fadli Zon, di Gedung DPR, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta (20/4).
 
Dengan tuntutan jaksa yang ringan itu, politisi Gerindra itu mengkhawatiran kasus penodaan agama akan terjadi lagi di kemudian hari. "Kalau cuma dituntut segitu, nanti orang bisa seenaknya menistakan agama," tegas Wakil Ketua Umum PP Partai Gerindra itu, dan menambahkan bahwa tuntutan jaksa yang ringan kepada Ahok itu perlu dikaji dulu oleh ahli-ahli hukum dan juga pihak yang melaporkannya.
 
Secara terpisah, anggota Komisi III DPR RI Nasir Djamil menilai tuntutan jaksa terhadap Ahok tidak memenuhi rasa keadilan. Karena tuntutan jaksa terlalu rendah dan terkesan tidak memberikan efek jera kepada pelaku. 
 
Dia membandingkan dengan kasus penistaan agama yang terjadi di Indonesia selama ini yang dituntut jaksa justru lebih tinggi. "Ini kok aneh ya. Kasus penistaan yang menimbulkan reaksi dari umat di Indonesia bahkan diprediksi jutaan umat turun ke jalan, hanya dituntut 2 tahun percobaan, gak bener ini,” jelas Nasir di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (20/4).
 
Nasir mencontohkan, kasus Arswendo tahun 1990 dan kasus HB Jassin 1968, menunjukkan bahwa  tuntutan jaksa sampai lebih dari 2 tahun penjara dan ada yang hanya 1 tahun percobaan. Tapi, tegas Nasir, kasus tersebut tidak sampai menimbulkan reaksi masyarakat yang berlebihan seperti kasus ahok.
 
“Ahok telah jelas-jelas dan secara sadar mengungkapkan kalimat yang berujung pada penistaan dan menimbulkan reaksi masyarakat malah hanya dituntut lebih tinggi sedikit dari kasus HB Jassin, gak benar itu!,” tegas wakil rakyat PKS dari Daerah Pemilihan Aceh ini.
 
Meskipun demikian, Nasir masih berharap agar hakim dapat memutuskan kasus ahok nanti sesuai rasa keadilan yang sesuai fakta persidangan. “Sehingga publik dapat merasakan keadilan dari putusan itu,” ujar Nasir. 
 
Politisi dari Partai Golkar Siti Hediati Hariyadi juga mengungkapkan kekecewaannya dengan tuntutan jaksa penuntut umum selama 1 tahun penjara dengan masa percobaan 2 tahun terhadap Ahok. "Sesuatu yang dituntut jutaan umat, mayoritas umat Islam 80 sekian persen, masa cuma satu tahun. Ini sandiwara saja, sandiwara yang tidak lucu," kata putri mantan Presiden Soeharto itu.
 
Titie juga merasa heran dengan penundaan pembacaan tuntutan Ahok kemarin dengan alasan Jaksa belum selesai pengetikan. “Masa iya jaksa belum selesai ngetik, sebuah peradilan besar alasannya belum selesai ngetik, itu melecehkan lembaga hukum," katanya.
 
Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Sodik Mudjahid mengaku tidak terkejut atas tuntutan jaksa terhadap Ahok. "Dari analisa tim yang full mengikuti proses persidangan dan analisis persidangan. Seperti pemanggilan saksi-saksi, penundaan sidang dan lain-lain kuat aroma politiknya daripada aroma hukumnya," ungkap dia di Jakarta, Kamis (20/4).
 
Seharusnya, lanjut dia, kasus tersebut harus dipisahkan jauh dari pertimbangan politik dengan pertimbangan hukum. Lebih menarik lagi menurut dia, ada perbedaan pandangan yang kontras antara ulama dan mejelis ulama yang menilai Ahok menista agama dengan pandangan Jaksa.
 
"Tuntutan jaksa jauh dari memenuihi rasa keadilan masyarakat dan berbeda dengan kasus-kasus serupa sebelumnya. Ini akan terus menjadi masalah dalam proses dan pandangan hukum di Indonesia ke depan," kata dengan nada prihatin.
 
"Ini sungguh tragedi penegakkan hukum di Indonesia kepada penista agama sementara yurisprudensi setiap penista agama di tahan dan kemudian di penjarakan. Makna lainnya karena Ahok tidak dituntut maksimal 5 tahun maka Ahok tidak dicopot (jabatan) gubernurnya sampai dengan bulan Oktober 2017," sambung Sodik Mudjahid. 
 
Baca juga di Koran Haluan Riau edisi 21 April 2017
 
Reporter: Syafril Amir
Editor: Nandra F Piliang