Care Usulkan Tiga Poin Kelola Danau Toba

Care Usulkan Tiga Poin Kelola Danau Toba
PEMATANGSIANTAR (RIAUMANDIRI.co) - Committed for Danau Toba Region (Care) meminta Pemerintah dan elemen masyarakat terkait memperhatikan kearifan lokal dalam menata dan mengelola kawasan Danau Toba, Sumatera Utara.
 
Sekretaris Eksekutif Care, Daulat Sihombing, Minggu, di Pematangsiantar, Sumatera Utara, menjelaskan, wadah yang dibentuk belasan aktivis dari organisasi masyarakat sipil itu sebagai bentuk kepedulian dan dukungan terhadap program Pemerintah Pusat mengembangkan pariwisata di kawasan Danau Toba.
 
"Hanya saja dari investisigasi yang kami lakukan, ada tiga poin penting yang menjadi perharian semua, yaitu sosialisasi, persiapan sosial dan tanah ulayat," sebut Daulat.
 
Care menemukan masih rendahnya pemahaman masyarakat setempat dengan keberadaan Badan Pengembangan Otorita Danau Toba (BPODT) yang dibentuk sesuai Perpres Nomor 49 tahun 2016.
 
Menurut penilaian Care, kondisi itu menunjukkan, sosialisasi Perpres 49 belum menyentuh secara massif ke akar rumput, dan risikonya akan sulit mengharapkan dukungan dan partisipasi dari masyarakat. Daulat mengusulkan agar Pemerintah atau BPODT kembali melakukan sosialisasi yang lebih terarah dan sasarannya langsung kepada masyarakat yang berkepentingan langsung.
 
Pemerintah diminta membuat program secara terencana dan terorganisir untuk penguatan bagi masyarakat sebagai risiko menjadikan Danau Toba sebagai tujuan wisata bertaraf internasional dengan sebutan Monaco of Asia.
 
Care melihat, bingkai tata kelola tentang kawasan Danau Toba masih lebih terkesan elitis, topdown (dari atas ke bawah) dan by order (perintah), sehingga berpotensi kuat untuk melahirkan beragam konflik sosial.
 
"Poin krusial ketiga tentang tanah ulayat. Bahwa problem tanah ulayat adalah konflik klasik dan historis yang acapkali selalu paralel dengan modernisasi dan perkembangan perkotaan," kata Daulat.
 
Care berharap, dalam konteks penataan dan pengelolaan kawasan Danau Toba, fenomena perkotaan yang identik dengan penggusuran dan perampasan tanah, semestinya haruslah diperhitungkan sebagai ancaman paling serius terhadap tanah ulayat warga.
 
Untuk itu, Care meminta Pemerintah melalui BPODT memiliki konsep alternatif berupa "blue print" (cetak biru) tentang perlindungan tanah ulayat yang lebih adil dan beradab.