Pengacara Ketua KPK Diteror Bom

Pengacara Ketua KPK Diteror Bom

JAKARTA (HR)-Pengalaman tak mengenakkan dialami Nursyahbani Katjasungkana, kuasa hukum dua pimpinan nonaktif KPK, Abraham Samad dan Bambang Widjojanto. Ia menjadi korban ancaman teror bom.
 
Pesan berisi ancaman itu berasal dari nomor hape 087864272394.
"Ada bom di halaman rumahmu.

Tunggu meledak," ungkap anggota tim kuasa hukum Bambang Widjojanto dari Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (LBHI), Alghiffari Aqsa, menirukan isi pesan berisi ancaman itu, Kamis (19/2) di Gedung KPK.

Dikatakan, ancaman itu diterima Nursyahbani pada Rabu malam sekitar pukul 23.00 WIB. Setelah menerima pesan ancaman itu, Nursyahbani langsung mengadukannya ke Wakapolri, Badrodin Haiti.

Sekitar pukul 01.00 WIB, Badrodin langsung mengirimkan tim Kepolisian ke rumah Nursyahbani untuk menyisir dugaan bom. "Setelah disisir, tidak ditemukan," terangnya.

Alghiffari menduga, keputusan Presiden Joko Widodo memberhentikan sementara dua pimpinan KPK dan pembatalan pelantikan Komjen Budi Gunawan sebagai Kapolri, ternyata tidak menghentikan tekanan kepada KPK. Menurut dia, masih akan ada ancaman lainnya yang akan menimpa orang-orang yang mendukung KPK.

"Masalahnya belum selesai. Ada pihak yang terganggu dengan kerja lawyer dan KPK. Ancaman-ancaman terus ada pada kami, pegiat KPK," kata Alghiffari.

SP3 Samad dan BW
Pascakeputusan Presiden Jokowi terkait kisruh Polri-KPK, saat ini muncul permintaan ke Wakapolri Komjen Badrodin Haiti, menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) terhadap Samad dan Bambang. Langkah itu, dinilai bisa membangun keharmonisan antara dua institusi penegak hukum itu.

Menyikapi hal itu, Badrodin mengatakan, pihaknya tidak mau berspekulasi. "SP3 itu ada syaratnya, SP3 tentu itu instrumen hukum, tak bisa sewenang-wenang. Saya maunya SP3 tak seperti itu," ujar Badrodin.

Menurutnya, apakah proses hukum terhadap Samad dan Bambang akan berlanjut atau tidak, semua tergantung penyidik dengan berdasar alat bukti yang ada.

"Bisa jalan terus, bisa nggak, tergantung alat bukti. Penyidik  sepanjang pada koridor hukum harus independen," ujarnya.

Dalam kesempatan itu, Badrodin juga menangapi kasus dialami penyidik KPK, Novel Baswedan. Setelah sempat meredup tahun 2012 lalu, saat ini, Novel harus kembali menghadapi kasus yang sama, yakni dugaan penembakan. Dahulu, tuduhan itu juga sudah dibantah Novel.

"Bukan Bareskrim yang memanggil, itu Polda Bengkulu," terang Badrodin.

Kasus ini memang sempat dihentikan di masa Presiden SBY untuk mengatasi kemelut KPK, saat Irjen Djoko Susilo disidik KPK. Menurut Badrodin, kasus penembakan yang ditujukan terhadap Novel, belum dihentikan hingga kini. "Belum SP3, tak bisa sewenang-wenang kita. Harusnya yang lalu itu di-SP3 kalau memang alasan hukumnya kuat," ujarnya.

Tapi ada kesan polri ingin melakukan pelemahan terhadap KPK dengan mengungkit-ungkit kembali? "Saya nggak sependapat seperti itu. Kasus, siapapun juga harus diproses hukum," tuturnya.

Sementara untuk menjalin hubungan yang harmonis dengan KPK, Badrodin mengatakan, pihaknya akan memperbaiki pola komunikasi dua lembaga itu.

"Begini, komunikasi selama ini sudah baik, tapi selalu dibangun setelah ada kasus. Kenapa tidak dari awal. Kan seharusnya seperti itu," ujarnya.

Menurut Badrodin, pola komunikasi selama ini membuat hubungan terlihat baik di permukaan namun ada kecurigaan di dalam. Dia melanjutkan, pola komunikasi seperti itu harus diubah.

"Pola-pola itu harus diubah, apalagi hubungan pada level pelaksana, artinya level penyidik, seolah ditanamkan bahwa penyidik di KPK ini yang menyidik dari Polri seolah-olah sasarannya selalu Polri, kan itu nggak boleh. Itu yang harus dibangun. Kalau ada penyimpangan, kasih tahu. Jangan seolah-olah terus dibiarkan jadi akhirnya hubungan ini (terlihat) baik di permukaan tapi di dalam ada kecurigaan," ujarnya. (bbs, dtc, kom, ral, sis)