Harga Turun, Petani Karet Menjerit

Harga Turun, Petani Karet Menjerit

Petani karet di Kabupaten Indragiri Hulu menjerit. Pasalnya, harga karet yang mereka jual jauh dari yang diharapkan. Bahkan ada yang terpaksa memendam karet dengan jumlah ton.

Salah seorang pemilik kebun karet di kecamatan Rengat Barat, Zulkifli Panjaitan (54) mengaku, turunnya harga karet membuat dirinya harus menahan terlebih dahulu karet yang sudah ditakik.

"Saya sudah panen karet saya sejak satu bulan yang lalu, namun belum lagi saya jual, karena memang harga yang ada masih jauh dari yang diharapkan, dan dengan harga itu hanya keuntungan tipis yang bisa didapat dan tidak sesuai dengan upah dan kerja para petani," jelasnya.

Menurutnya, harga karet saat ini paling tinggi hanya berkisar Rp5.300 sampai Rp5.500 per kilo. Sebelumnya harga karet paling minim Rp7.500, itu pun sangat minim.

 Dikatakan, dampak terbesar anjloknya harga, tak ada lagi buruh yang mau bekerja menyadap getah. Pasalnya, keuntungan yang diperoleh terlalu kecil. Alhasil, petani pemilik kebun yang menanggung beban itu tak ada pemasukan.

Sementara itu, anggota DPRD Inhu Encik Afrizal, menyatakan harga karet dunia saat ini Rp22.000. Seharusnya harga karet masyarakat bisa mencapai Rp12.000 per kilo. "Jika ditanya adakah cara untuk meningkatkan nilai penjualan tersebut, tentunya ada dan yang utama adalah mutu karet itu sendiri.

 Selama ini para petani selalu mengabaikan hal itu, sehingga efek yang mereka terima minimnya kepercayaan terhadap hasil karet masyarakat tersebut dan tentunya berefek pada nilai jual, " jelas Afrizal.

Dikatakan, selama ini para petani dan pengusaha karet selalu menjual yang mutunya jauh dari yang diharapkan, karena selalu lebih banyak air, dicampur tanah, kayu dan lainnya, sehingga kualitas karet yang dijual di bawah standar. Selain itu, di Inhu atau Indonesia secara umum, dibutuhkan berdirinya industri hilir dari karet, karena dengan demikian cost yang dikeluarkan pemilik pabrik akan berkurang dan mereka bisa membeli karet dengan harga tinggi.

 "Masalahnya, tinggal bagaimana pemerintah memberikan berbagai skema insentif kepada para investor untuk mengembangkan industri karet ini dengan menyediakan teknologi," ujarnya.

Sementara itu, Direktur Operasinoal PT Tirta Sari Rengat Wesli Simatupang, mengatakan harga karet tergantung kepada harga dunia. "Namun karet laku dipasaran dunia itu tentunya yang memiliki kualitas yang bagus,” ujarnya disela-sela penjemputan bokar, Desa Bukit Meranti, Kecamatan Seberida.

Menurutnya, bokar tak terdapat unsur air yang berlebihan serta tidak adanya campuran lain. Hal ini sudah sering disampaikan kepada masing-masing petani.

 Dengan kondisi itu, sebagai pabrik pengelola bokar dapat memberikan harga sesuai pasaran dunia. “Ini sebagai salah satu bentuk pembinaan kepada petani karet yang selama ini terus mengeluh dengan kondisi harga karet yang terus mengalami penurunan dan melalui program penjemputan bokar petani akan mendapat keuntungan lebih, tanpa mengeluarkan biaya operasional pengiriman karet ke pabrik atau untuk menghindari besarnya potongan harga dari para tengkulak," jelasnya. ***