Harga Turun, Petani Cabe Siak Menggerutu

Harga Turun, Petani Cabe Siak Menggerutu
SIAK (RIAUMANDIRI.co)  - Beberapa pekan lalu harga cabe di Kabupaten Siak sempat meroket hingga mencapai ratusan ribu perkilo, namun disaat petani cabe Bungaraya mulai memanen cabe mereka, harga anjlok hingga mencapai 50ribu perkilo.
 
Hal ini disampaikan Kanim, petani cabe asal Bungaraya. Ia mengaku kecewa dengan turun naiknya harga cabe di pasaran, karena menurutnya baru beberapa pekan lalu harga cabe naik secara dratis, namun saat ini turun kembali.
 
"Harga cabe saat ini turun sampai 60 ribu perkilo, padahal beberapa minggu yang lalu harga cabe sampai 70 bahkan 90ribu perkilo di sawah. Dan yang lebih mahal lagi harga di pasaran sampai 120ribu perkilo, namun tengkulak di petani hanya 60 ribu, untuk itu kami berharap pihak terkait bisa menstabilkan harga agar petani tidak terlalu merugi," ungkap Kanim kepada riaumandiri.co, Ahad (20/11).
 
Hal senada diungkapkan petani cabe asal Kampung Langsat Permai, Khoirul. Menurutnya, harga cabe menurun dratis, padahal resiko bertani cabe ini sangat besar.
 
"Padahal bertani cabe ini resikonya sangat luar biasa, apa lagi dimusim penghujan seperti ini, selain cabe kriting juga layu akibat banjir. Yang sangat kami sayangkan harga cabe dari petani hanya mencapai 60 ribu perkilo, sedangkan kalau di pasaran masih mencapai ratusan ribu," keluhnya.
 
Sementara itu Kepala Disperindag Siak Wan Buhori membenarkan bahwa harga cabe Bungaraya di Siak lebih murah dibanding dengan harga cabe dari sumbar, karena menurutnya cabe dari Siak kurang pedas, sedangkan cabe dari Sumbar pedas.
 
"Perlu diketahui, harga cabe yang mencapai ratusan ribu itu adalah harga cabe dari sumbar bukan dari Bungaraya atau siak, dan memang benar, kalau harga cabe di petani hanya sampai 60ribu atau 65ribu perkilo, sedangkan kalau dieceran mencapai 85ribu atau 90ribu. Dan harga segitu hal yang wajar karena pengecer juga mempunyai resiko yang tinggi apabila cabe busuk," bebernya.(sugianto)
 
Selengkapnya di Koran Haluan Riau edisi 21 November 2016
 
Editor: Nandra F Piliang