RSUD Arifin Achmad Gelar Baksos Operasi Gendang Telinga

RSUD Arifin Achmad Gelar  Baksos Operasi Gendang Telinga

PEKANBARU (RIAUMANDIRI.co) - Dalam rangka memperingati Hari Kesehatan Nasional atau HKN 2016, RSUD Arifin Achmad menggelar bakti sosial timpanoplasty atau operasi gendang telinga.

Dengan melakukan operasi secara serentak bagi 12 pasien, yang mengalami gangguan pendengaran. Sehingga nantinya pasien bisa kembali mendengarkan dan alat pendengarannya akan kembali berfungsi.

Dalam kegiatan yang langsung digelar di ruang operasi IBS RSUD Arifin Achmad, turut menghadirkan tim dokter ahli spesialis THT yang tergabung dalam Perhimpunan Dokter Spesialis Telinga Hidung Tenggorok, Bedah Kepala Leher Indonesia (PP Perhati-KL),  diketuai oleh Dr Soekirman Soekin, Sp THT-KL (K), Minggu (13/11).


Direktur RSUD Arifin Achmad, Dr Nuzelly Husnedy kepada Haluan Riau, di sela kegiatan Bakti Sosial Timpanoplasty tersebut mengatakan bahwa kegiatan operasi ini digelar dalam memperingati Hari Kesehatan Nasional (HKN) ke 71.

Serta dimanfaatkan untuk  menginformasikan kepada masyarakat apa saja yang sudah dilakukan oleh RSUD Arifin Achmad selama ini. Satu di antaranya adalah, operasi telinga yang bisa membuat penderita gangguan pendengaran kembali normal mendengar.

Dalam bakti sosial ini, akan dilakukan operasi lima meja yang baru pertamakali kali dilakukan di Indonesia. Proses operasi itu juga disaksikan oleh sejumlah dokter THT di Riau. Sehingga terjadi transfer ilmu antara dr Soekirman dengan tenaga medis lokal.

"Mereka merupakan masyarakat yang tak berfungsi alat pendengarannya atau tuli. Para pasien ini ditangani tim dokter telinga hidung tenggorokan (THT) yang datang khusus dari Jakarta dalam rangka pelayanan pada masyarakat," ujarnya.

Dijelaskannya, selain melakukan praktek operasi, dari 10 tim dokter yang hadir juga turut memberikan seminar bagi bidan-bidan di Riau. Tujuannya adalah untuk mendeteksi ketulian pada anak secara dini. Bahkan selagi masih dalam kandungan.

Di Riau, tambah Nuzelly, kasus THT cukup tinggi. Tindakannya juga termasuk operasi yang membutuhkan biaya mahal. "Karena itu kami yakin bakti sosial ini sangat membantu masyarakat.

Apalagi, penanganan operasi ini masuk dalam pelayanan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Namun kami tak mau bicara angka. Bagi kami yang penting adalah bagaimana transfer ilmu dan membantu masyarakat," ungkapnya.

Sebagai komitmen membantu masyarakat, RSUD kedepannya akan dilengkapi dengan kamar khusus penanganan pasien THT. Setiap kelompok medis agar profesional juga didorong menggali dan memiliki keunggulan masing-masing. Karena ilmu kesehatan itu luas, tim medis harus menentukan menjurus kemana keahliannya.

Sementara itu, Dr Soekirman menuturkan jelang mengoperasi seorang pasien mengatakan bahwa keberadaan tim dokter THT di Riau, murni atas dorongan untuk melayani masyarakat. Kegiatan yang sama juga dilakukan dibeberapa daerah di seluruh Indonesia.  

Dengan menangani pasien-pasien khususnya yang menderita gangguan pendengaran. Menurut dia, penanganan yang mereka lakukan saat itu tidak berbayar. Bahkan, mereka tak jarang merogoh kocek sendiri untuk ongkos saat turun ke daerah-daerah.

Dijelaskannya, operasi THT tergolong rumit. Karena anatomi telinga seseorang itu ukurannya kecil dan rumit. Ada gendang telinga yang ukurannya sangat kecil dan sensitif.

Ada pula tiga tulang pendengaran yang besarnya separuh dari butiran beras. Belum lagi organ yang namanya rumah siput yang besarnya hanya 0,3 milimeter. Sementara, di organ inilah letaknya sistem pendengaran.

Selain itu, di sistem pendengaran juga ada juga dua alat keseimbangan. Sehingga organ fungsi pendengaran manusia tidak hanya untuk mendengar tapi juga keseimbangan.

"Karena menangani organ tubuh yang kecil dan rumit, operasi ini disebut bedah mikro. Belum banyak yang bisa melakukannya. Dokter spesialis THT saja tidak cukup untuk menangani pasien. Untuk itu kami dari pusat datang ke daerah untuk berbagi pengalaman. Sehingga dokter di daerah bisa mengembangkan diri," paparnya.

Menurut Soekirman, gangguan pendengaran tergolong penyakit yang banyak diderita masyarakat Indonesia. Angkanya mencapai 3,1 persen dari penduduk. Dominan penderitanya ada di usia 7-18 tahun.

Gangguan pendengaran ini dipengaruhi oleh beberapa hal. Di antaranya akibat infeksi, sering berada di tempat yang bising, tertutup kotoran telinga sampai karena usia.

Untuk anak baru lahir, ketulian juga bisa diketahui sedini mungkin. Bahkan selagi masih dalam kandungan. Dengan catatan, masyarakat harus paham cara mendeteksinya.

Contohnya, ibu yang lagi hamil dan terkena penyakit campak Jerman di tiga bulan pertama kehamilannya harus segera memeriksakan diri. Karena besar kemungkinan anak yang dilahirkannya menjadi tuli.

Untuk kasus seperti ini, dokter biasanya mengatasi secepatnya. Kalau 2 sampai 3 tahun tak mendengar, bisa diimplan organ rumah siput di telinganya. "Ini teknologi paling canggih dengan memasukkan implan sebesar 0.3 milimeter.

Karena kecil harus sabar, tidak boleh buru-buru," ungkapnya. Terkait harapan sembuhnya, Soekirman menegaskan sampai 97 persen.

"Terkait biayanya dr Soekirman mengakui sangat mahal. Meski mahal, RSUD Arifin Achmad siap untuk membuat proyek implan rumah siput kepada masyarakat Riau. "Kami melihat komitmen RSUD sangat besar dalam melayani pesien THT ini," kata dia.

Dalam kesempatan itu juga, dr Soekirman juga memberikan tips untuk menjaga kesehatan teliga, dengan melakukan beberapa tahapan diantaranya memberikan imunisasi bagi anak untuk mencegah virus Toksoplasmosis yang berasal dari hewan. Contohnya kucing. Lalu, kalau terjadi infeksi pada hidung, sebaiknya segera diobati. Karena kondisi itu juga dapat mengakibatkan infeksi pada telinga hingga membuat penderitanya tuli.

Untuk siapa saja yang sering berada di ruang yang bising, sebaiknya melakukan proteksi. Misalnya pada anak SMK yang belajar di ruang mesin, anak yang sering bermain di arena permainan dan sebagainya.

Tiap orang juga sebaiknya menjaga pola makan dan gaya hidup. Karena seiring bertambahnya usia, rambut pada rumah siput bisa terganggu. Alhasil, kemampuan pendengaran pun bisa menurun.

Selain itu, ia juga menghimbau untuk menjaga kesehatan telinga jangan terlalu sering membersihkan kotoran telinga. Cukup dibersihkan di posisi yang terlihat di luar saja. Sehingga tak membuat organ di dalam telinga tersentuh alat pembersih telinga atau datang ke dokter THT minimal enam bulan sekali,"pungkasnya.(nie)