Optimalisasi Intelijen Kontra - Terorisme

Optimalisasi Intelijen Kontra - Terorisme

KOMJEN Budi Gunawan (BG) mulus melenggang menduduki jabatan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) baru menggantikan Sutiyoso. BG dilantik Presiden Joko Widodo sebagai Kepala BIN pada Jumat (9/9) lalu.

Visi BG adalah 'optimalisasi peran dan kemampuan menuju Badan Intelijen Negara yang semakin profesional, objektif dan berintegritas guna mendukung sistem keamanan nasional dalam rangka mewujudkan Indonesia yang berdaulat, mandiri dan berkepribadian'. BG juga berjanji melakukan optimalisasi BIN yang semakin profesional, objektif, dan berintegritas (PROBIN).

Tantangan berat segera menanti BG sebagai Kepala BIN baru. Salah satunya adalah dalam upaya penanggulangan tindak pidana terorisme dan radikalisme. BIN penting secara cermat dan akurat memberikan informasi valid terhadap intansi terkait guna mencegah agar rencana teror tidak terjadi, investigasi jaringan kelompok radikal, hingga penyelidikan pascakejadian terorisme.


Segala aksi teror mesti dikecam dan ditangani serius. Internalisasi dan revitalisasi nasionalisme penting digerakkan sebagai salah satu upaya memerdekakan Indonesia dari terorisme dan radikalisme. Peran BIN cukup penting dalam optimalisasi revitalisasi terhadap kelompok sasaran yang rentan menjadi calon pelaku teror.

Penjajahan Kontemporer Dewasa ini salah satu permasahalan besar adalah muncul­nya kasus radikalisme dan terorisme. Keduanya dapat dikatakan sebagai bentuk pen­jajahan kontemporer. Kasus ini sesungguhnya merupakan kasus global dan Indonesia terkena imbas penye­baran serta praktiknya.

Indeks Perdamaian Global 2016 telah diluncurkan oleh Institute for Economics and Peace (IEP). Indeks ini meng­analisis kondisi di 163 negara. Hanya 10 yang dianggap bebas konflik: Islandia, Denmark, Austria, Selandia Baru, Portugal, Republik Ceko, Swiss, Kanada, Jepang, dan Slovenia.

Indonesia menempati peringkat ke-42 dengan total skor 1799. Posisi masih di bawah Malaysia (peringkat ke-30) dan Singapura (20). Ongkos kekerasan yang mesti ditanggung secara nasional sebesar USD84,2 miliar.

Indonesia mencatatkan skor di atas rata-rata untuk lima indi­kator, yaitu persepsi atas kejahatan (3), demonstrasi berujung kekerasan (3), kejahatan dengan kekerasan (3), teror politik (3), dan dampak terorisme (2,8).

Salah satu aspek yang penting mendapatkan perhatian serius dalam penanggulangan terorisme dan radikalisme adalah pencegahan. Spirit nasionalisme yang terefleksikan dalam peringatan HUT kemerdekaan RI layak diterapkan dalam men­cegah radikalisme dan terorisme.

Akar masalah timbulnya terorisme antara lain ketidakadilan, dendam, ketidakpuasan, kesenjangan sosial, kemiskinan dan ideologi atau faham radikalisme. Banyak faktor penyebab terjadinya aksi terorisme seperti perubahan ideologi, fanatisme aga­ma yang sempit, solidaritas sosial yang keliru dan berujung pada lemahnya rasa nasionalisme sebagai bangsa Indonesia (Hartini, 2016).

Revitalisasi Nasionalisme Nasionalisme menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah kesadaran keanggotaan dalam suatu bangsa yang secara potensial atau aktual bersama-sama mencapai, mempertahankan, dan mengabadikan identitas, integritas, kemakmuran, dan kekuatan bangsa itu, yakni semangat kebangsaan.

Jalan utama dalam menguatkan nasionalisme bagi warga khususnya generasi muda melalui soliditas kebangsaan. Nilai kebangsaan Indonesia terwarnai dalam kebhinekaan agama, ras, budaya, bahasa, dan lainnya. Payung tertingginya adalah "NKRI harga mati". Beberapa hal penting diupayakan dalam rangka menguatkan nasionalisme bagi anak bangsa.

Pertama adalah revitalisasi pendidikan kewarganegaraan. Identitas dan nilai kebangsaan mestinya bukan untuk dihafal­kan. Melainkan tertanam kuat dan terimplementasikan setelah­nya dalam kehidupan.

Sektor pendidikan mesti dapat berperan sebagai media ideologisasi nasionalisme. Metode praktik dan studi lapangan penting ditonjolkan guna memberikan realitas kepada peserta didik. Implementasi bela negara penting segera dimasifkan.

Pemahaman terhadap pancasila, UUD 1945, konsep Bhineka Tunggal Ika dan NKRI mesti kembali digiatkan melalui banyak media. Sasaran utamanya adalah generasi muda. Peran pemuda penting dalam pencegahan aksi teror, karena pe­laku teror didominasi oleh golongan usia muda.

Peran pemuda dalam mencegah radikalisme dan terorisme yaitu dengan menanamkan rasa nasiona­lisme dan kecintaan terhadap NKRI, perkaya wawasan keagamaan dan kebangsaan, waspada terha­dap provokasi, hasutan dan pola perekrutan teroris baik secara langsung maupun lewat media. Selain itu pemahaman dan penanaman rasa nasionalisme melalui sejarah perjuangan (Alfin, 2016).

Kedua adalah penguatan komunikasi dan sinergi lintas komponen kebhinekaan. Even bersama antar anak bangsa dengan latar beragam dari agama, budaya, ras, dan lainnya penting diperbanyak dan dioptimalkan. Masing-masing penting memetakan celah potensi masuknya paham terorisme dan radikalisme. Selain itu memetakan potensi yang dimiliki guna mencegah dan menang gulanginya.

Dalam berbagai kasus, terorisme dan radikalisme sifatnya sudah kompleks dan meli­batkan lintas elemen. Untuk itu sinergi lintas komponen dibutuhkan.

Segala upaya penting dilakukan untuk memunculkan spirit nasionalisme mengisi kemerdekaan. Salah satunya berparti sipasi mencegah radikalisme dan terorisme. Nasionalisme merupakan benteng yang kuat guna menghadang sepak terjang radikalisme dan terorisme. BIN dapat berperan memberikan informasi siapa-siapa yang mesti diprioritaskan mendapatkan asupan revitalisasi nasionalisme atau membahayakan nasional­isme.

Kerja sama dan keterpaduan kerja BIN dengan instansi lain seperti BNPT, Densus 88, Kepolisian, dan lainnya menjadi kunci penanggulangan terorisme yang efektif dan profesional.***