Serapan APBD Rendah, Perburuk Ekonomi Riau

Serapan APBD Rendah, Perburuk Ekonomi Riau

PEKANBARU (RIAUMANDIRI.co) - Masih rendahnya serapan APBD Riau tahun 2016, yang hingga triwulan keempat masih belum mencapai angka 50 persen, diyakini akan semakin memperburuk kondisi perekonomian Riau.

Tidak hanya pada satu sektor, tetapi seluruh sektor perekonomian yang ada. Hal itu disebabkan APBD Riau sejauh ini masih menjadi faktor utama untuk Serapan menggerakkan perekonomian di Bumi Lancang Kuning. Sehingga bila serapannya rendah, maka aktivitas perekonomian juga bakal terpuruk.

"Kegiatan ekonomi akan terganggu karena tidak optimalnya serapan APBD, dan tentu akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi. Untuk itu, asumsi ekonomi perlu kembali disesuaikan," ungkap pengamat ekonomi Riau, Peri Akri, Senin (19/9).

Apalagi, tambahnya, saat ini harga kebutuhan pokok juga terus naik, sehingga semakin memberatkan masyarakat. Untuk itu, pemerintah harus segera mencarikan solusi yang tepat dalam waktu dekat. Salah satunya dengan melakukan penyesuaian mata anggaran yang berlandaskan payung hukum.

"Dorongan dunia usaha untuk melakukan sprint dengan speed yang lebih, akan memberikan kelonggaran regulasi yang semakin terukur. Sesuai dengan struktur ekonomi kita yang masih didominasi sektor UMKM. Sektor riil masih memungkinkan untuk dimaksimalkan. Jadi pemerintah tak usah menunggu perkembangan sektor lain," sarannya.

Tak Sentuh Masyarakat Terpisah, Koordinator Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Riau, Usman, menilai, kegiatan yang dilaksanakan di Pemprov Riau tidak banyak yang bersentuhan langsung dengan masyarakat.

Program yang direncanakan pada umumnya demi kepentingan pebisnis atau kontraktor. Dengan rendahnya serapan anggaran yang kini telah memasuki semester kedua, kalangan kontraktor inilah yang besar menerima dampaknya.

"Sebenarnya pengaruh besarnya kepada para pebisnis alias kontraktor yang hidupnya dengan proyek," ungkap Usman.

"Kalau dampak langsung terhadap masyarakat, saya kira tidak begitu signifikan lah," lanjutnya. Namun, jika memang ada hal-hal penting yang sudah dianggarkan untuk kepentingan publik dan masyarakat secara luas namun pembangunan tidak berjalan atau jalan di tempat.

Masyarakat sendiri, akan menerima dampak apabila mereka yang ingin mendapatkan bantuan langsung dari pemerintah. D imana hal tersebut harus ditunda. "Sekian banyak paket-paket proyek yang ada, dapat dihitung yang berdampak langsung ke masyarakat," sindir Usman.

Kendati begitu, rendahnya serapan anggaran seharusnya tidak boleh terjadi setiap tahun. Ukuran sukses seorang kepala daerah dalam hal ini Gubernur Riau akan dilihat sejauh mana serapan anggaran setiap tahun.

"Di Riau, setiap tahun serapannya sangat rendah sekali. Padahal bulan ini sudah memasuki awal semester dua. Seharusnya Pemprov Riau mempercepat itu (realisasi anggaran,red) sekaligus mengambil tindakan tegas atas lambat sejumlah SKPD yang lalai dan lelet macam siput," tegasnya.

Sedangkan Peneliti Kebijakan Publik Fitra Riau, Triono Hadi, menambahkan, rendahnya realisasi anggaran dimungkinkan karena ada sejumlah kegiatan yang dikerjakan namun anggaran belum dicairkan.

"Bisa juga memang akibat tidak dilaksanakannya program atau kegiatan," ujarnya. Kalau hal tersebut yang terjadi, maka jelaslah selama ini rakyat membayar orang yang tidak bekerja.

Triono juga menyebut kalau para kontraktor akan banyak yang 'hancur' akibat tidak terealisasikannya sejumlah kegiatan. "Yang jelas hancur kontraktor dan para elitnya yang selama ini menjadi pemburu rente dari APBD," kata Triono Hadi.

Sementara terhadap masyakat sendiri, Triono menyebut hal tersebut tidak terlalu berpengaruh. Masyarakat Riau ini, katanya, sudah kebal dan tahan banting atas buruknya kinerja pemerintah. "Ada atau tidaknya Pemprov Riau, biasa saja itu," ujarnya lagi. ***