Terkait 15 Perusahaan Diduga Terlibat Karhutla

Presiden Minta Kapolri Evaluasi SP3

Presiden Minta Kapolri Evaluasi SP3

JAKARTA (riaumandiri.co)-Presiden Joko Widodo telah menginstruksikan Kapolri Jenderal Tito Karnavian, untuk mengevaluasi terbitnya Surat Perintah Penghentian Penyidikan yang dikeluarkan Polda Riau terhadap 15 perusahaan di Bumi Lancang Kuning. Perusahaan-perusahaan itu sebelumnya ditetapkan sebagai tersangka karena diduga terlibat dalam kebakaran hutan dan lahan di Riau, tahun 2015 lalu.
 

Menurut Kepala Kantor Staf Kepresidenan, Teten Masduki, jika dalam evaluasi ditemukan ada proses hukum yang tidak sesuai, maka perkara yang telah dihentikan tersebut bisa dibuka kembali.


"Kalau memang ditemukan ada bukti-bukti lain, ada perkembangan penanganan kasus itu di lapangan, dan memang dimungkinkan dibuka kembali, ya tentu harus dibuka kembali," ujarnya, Kamis di kantor KSP.



Menurut Teten, perihak dikeluarkannya SP3 terhadap 15 perusahaan itu, diketahui pihaknya saat diutus Presiden Jokowi ke Riau, pada pekan lalu. Awalnya, kedatangan itu untuk mengecek langsung kondisi hutan, setelah ada laporan yang menyebutkan sejumlah titik api baru telah muncul di Bumi Lancang Kuning. Menurut Teten, kedatangannya untuk memastikan apakah Satgas Karhutla di Riau bekerja efektif atau tidak.


Laporan tentang dikeluarkannya SP3 terhadap 15 perusahaan itu, kemudian dilaporkan langsung kepada Presiden Jokowi. Presiden langsung memintanya membicarakan hal ini dengan Kapolri dan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya.

Presiden
Pertemuan itu, menurut dia, sudah dilakukan pada minggu lalu. Presiden Jokowi juga meminta supaya Kapolri mengusut keluarnya SP3 untuk 15 perusahaan tersangka Karhutla tersebut.

Ditambahkannya, pemerintah menyadari bahwa proses hukum tak boleh diintervensi. Karenanya, Teten mengatakan, Presiden mengingatkan agar Kapolri melakukan evaluasi tersebut dengan sangat hati-hati.

"Ini masalah hukum yang kita harus hati-hati. Tetapi tindak pidana itu bukan satu-satunya instrumen untuk membuat efek jera pelaku pembakaran. Masih ada sanksi administratif, perizinan yang ada di wilayah pemerintah. Saya kira itu sudah dibicarakan dengan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan," kata Teten.


Sebelumnya, Kepala Bareskrim Polri Komisaris Jenderal Ari Dono Sukmanto, menjelaskan, setidaknya ada tiga alasan mengapa kasus 15 perusahaan tersebut di-SP3.

Pertimbangan pertama lantaran lokasi yang terbakar bukan lagi area perusahaan karena sudah dilepas. Kedua, masih ada sengketa pada lahan yang terbakar namun lahannya bukan milik perusahaan. "Ada satu lagi. Di lokasi yang terbakar, perusahaan sudah berupaya melakukan pemadaman dengan fasilitas sarana pemadaman yang sudah diteliti. Menurut keterangan ahli itu tidak ada unsur kesengajaan atau kelalaian," terang Ari.

Dikatakan, Bareskrim juga telah mengirim Kepala Biro Pengawas Penyidik untuk meneliti lebih dalam. Namun demikian, Ari Dono menjamin keluarnya SP3 tersebut telah melalui proses penyelidikan dan penyidikan.

Penyidik memanggil saksi dan para ahli untuk menelusuri kasus 15 perusahaan tersebut.
Kebakaran hutan hebat terjadi di Riau pada Juli tahun lalu. Dalam kebakaran tersebut ditemukan unsur kesengajaan yang akhirnya menyeret 15 perusahaan serta 25 orang ke meja hijau.

Namun, polisi menerbitkan SP3 pada Januari 2015 atau tiga bulan setelah penetapan tersangka korporasi. (bbs, rol, kom, mdc, ral, sis)