Sebulan Disandera abu sayyaf di Filipina

Tanpa Uang Tebusan 10 WNI Bebas

Tanpa Uang Tebusan  10 WNI Bebas

JAKARTA (riaumandiri.co)-Kelompok milisi Abu Sayyaf di Filipina, akhirnya membebaskan 10 orang Warga Negara Indonesia yang sudah disandera sejak Maret lalu. Pihak militer menyebutkan, tidak ada pemberian uang tebusan seperti yang dituntut kelompok penyandera. Pembebasan 10 WNI tersebut murni dari hasil negosiasi serta bantuan dari banyak pihak.

Seperti diketahui, 10 orang WNI tersebut disandera sejak 26 Maret 2016. Pihak penyandera yang berafiliasi dengan kelompok milisi Abu Sayyaf, sempat meminta tebusan

Tanpa sebesar 50 juta peso atau setara dengan Rp14,2 miliar. Para WNI tersebut adalah ABK dari kapal Brahma 12 yang menarik kapal tongkang Anand 12 yang berisi 7 ribu ton batubara.

Perihal dilepasnya 10 WNI tersebut disambut gembira Presiden Joko Widodo.

"Alhamdulillah puji syukur ke hadirat Allah SWT, akhirnya 10 ABK WNI yang disandera kelompok bersenjata sejak 26 Maret lalu saat ini telah dapat dibebaskan," ujar Jokowi di Istana Bogor, Jawa Barat, Minggu (1/5) pukul 18.15 WIB. Ikut serta mendampinginya, Menlu Retno Marsudi dan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo serta Mensesneg Pratikno.

"Kondisi mereka saat ini dalam keadaan baik. Perlu saya sampaikan bahwa banyak sekali pihak yang telah bekerjasama untuk membantu proses upaya pembebasan ini, baik formal maupun tidak formal. Ucapan terima kasih juga saya sampaikan kepada pemerintah Filipina karena tanpa kerja sama yang baik belum tentu bisa terwujud," tambah Presiden.

Meski demikian, Presiden Jokowi mengatakan, pengamanan di perairan Sulu, Filipina, masih menjadi pembahasan utama. "Saat ini kami juga upayakan pembebasan empat WNI lain yang juga masih disandera.Keamanan di perbatasan air dan wilayah sekitarnya juga masih penting. Oleh karena itu, akan diadakan pertemuan pada tanggal 5 Mei ini antara Indonesia, Malaysia dan Filipina," sambungnya.

Dalam kesempatan itu, Menlu Retno juga menyampaikan terima kasihnya kepada seluruh pihak yang terlibat, termasuk jaringan informal. "Upaya pembebasan ini melibatkan semua pihak, oleh karena itu perlu disampaikan ini diplomasi total bukan hanya government to government tapi juga melibatkan jaringan-jaringan informal," kata Retno.

Operasi Intelejen Sementara itu, Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo mengatakan, pembebasan 10 orang WNI tersebut bagian dari operasi intelijen.

Dikatakan, yang paling utama dalam hal ini adalah pembebasan para sandera dalam keadaan selamat. "Kita mengutamakan keselamatan para sandera dan ini kata kunci," ucapnya.

Senada dengan Presiden, Gatot menjelaskan saat ini pihaknya sedang mengupayakan untuk membebaskan 4 WNI lagi. Pembebasan itu akan dilakukan dalam waktu dekat. Seperti diketahui, ke-4 ABK yang masih disandera merupakan ABK kapal Henri yang menarik kapal tongkang Christi.

Terpisah, salah seorang tim negosiator pembebasan 10 WNI tersebut, Mayjen (Purn) Kivlan Zen mengatakan, pembebasan 10 WNI tersebut murni hasil negosiasi dan sama sekali tidak menggunakan uang tebusan, seperti yang diminta pihak penyandera.
"Tidak ada pembayaran tebusan. Ini murni negosiasi," ujarnya.

Kivlan mengatakan saat dilakukan negosiasi dengan kelompok Abu Sayyaf, pihak perusahaan kapal Brahma 12 tempat 10 WNI bekerja telah mengutus seseorang bernama Budiman untuk menyerahkan uang tebusan. "Uang itu dibawa oleh Budiman namun tidak diserahkan. Uang itu akhirnya dibawa pulang kembali," ucapnya.

Diterangkannya, beberapa pihak yang ikut bekerja sama dalam pembebasan itu adalah Gubernur Sulu, Toto Tan. Selain gubernur, Toto juga keponakan dari pimpinan The Moro National Liberation Front (MNLF), Nur Misuari. Kivlan mengaku berteman dengan Nur Misuari saat dirinya bertugas di pasukan Perdamaian Filipina Selatan tahun 1995-1996.

"Jadi Nur Misuari terlibat (pembebasan). Dia adalah teman saya," tambahnya.

Lewat Nur Misuari, Kivlan berhasil melakukan kontak dengan kelompok Abu Sayyaf dan menjalin komunikasi intens. "Ada banyak yang membantu kita di Filipina," terangnya.


10 WNI itu didrop oleh penyandera di luar rumah Gubernur Sulu pada Minggu dini hari. Mengetahui ada orang Indonesia di luar, Gubernur Sulu Toto Tan memasukkan 10 orang itu ke dalam rumah. Gubernur menjamu para sandera dengan makan nasi dengan lauk ikan goreng dan ayam goreng. Setelah itu mereka dibawa ke Provinsi Zamboanga, kemudian diterbangkan ke Jakarta. (bbs, dtc, kom, sis)