Kasus Dugaan Suap Panitera PN Jakpus

Buntut Perseteruan Lippo Group vs Astro

Buntut Perseteruan Lippo Group vs Astro

JAKARTA (riaumandiri.co)-Teka-teki seputar dugaan aksi suap yang menyeret panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Edy Nasution, akhirnya terungkap. Komisi Pemberantaan Korupsi buka suara. Kasus yang ikut menyeret Sekjen Mahkamah Agung Nurhadi itu, ternyata berawal dari.

Buntut gugatan Peninjauan Kembali perkara perdata, yang dilayangkan Lippo Group melawan Astro, holding perusahaan media asal Malaysia.

Menurut Wakil Ketua KPK, Laode M Syarif, gugatan Lippo Group tersebut diajukan melalui anak usahanya, PT Direct Vision dan First Media.

"Iya benar itu salah satu kasusnya (PK Lippo Group melawan Astro), yang lain sedang didalami," ungkap Syarif, Jumat (22/4).

Ditambahkannya, selain kasus gugatan PK yang dilayangkan Lippo Group, masih ada beberapa perkara lain. Namun, dia belum bersedia menjawab dari mana asal uang suap untuk Edy Nasution.

Pernyataan Syarif tersebut seolah membenarkan perkataan Wakil Ketua KPK lainnya, Saut Situmorang. Ketika dikonfirmasi beberapa saat sebelumnya, Saut mengakui ada perusahaan besar milik salah satu konglomerat di Indonesia yang kemungkinan akan terseret kasus ini.

"Most likely the same lah ya (perusahaan besar), orang konglomerat, konglomerat juga. Tapi saya tidak mau menyebut itu dulu, nanti kamu nanya perusahaannya. Saya gak mau menyebut dulu deh, pokoknya ada company yang bermasalah secara perdata kemudian mau diatur-atur, itu intinya," tegasnya.

Dikumpulkan dari berbagai sumber, pertikaian antara Lippo Group dan Astro terjadi sejak 2008. Kala itu, Lippo dan Astro memutuskan hubungan kerja sama di bidang penyiaran televisi berbayar.

Astro kemudian menggugat Lippo untuk membayar sebesar USD 250 juta. Gugatan itu sudah sampai di pengadilan arbitrase Singapura. Astro dinyatakan berhak menerima USD 250 juta dari Lippo.

Namun, Lippo melalui PT Direction Vision dan First Media tidak terima dengan putusan arbitrase Singapura dan mengajukan gugatan perdata ke PN Jakarta Pusat pada September 2009. Namun, gugatan itu ditolak karena PN Jakarta Pusat tidak berwenang membatalkan keputusan arbitrase Singapura. Tak menyerah, Lippo lalu mengajukan kasasi di MA. Namun hasilnya sama saja, MA menolak gugatan PT Direction Vision.

Putusan kasasi ini lah yang membuat pihak Lippo Group ingin mengajukan PK. Persidangan PK atas perkara perdata tersebut akan disidangkan di PN Jakpus.

Seperti diketahui, KPK menangkap panitera PN Jakpus Edy Nasution karena telah menerima suap dari seorang perantara bernama Doddy Arianto. Uang suap sebesar Rp 50 disebut untuk pemulusan pendaftaran perkara PK.

Menurut Ketua KPK, Agus Rahardjo, uang itu diduga untuk mengurus pengajuan PK yang didaftarkan ke PN Jakpus.

Kasus ini juga menyeret Sekjen MA Nurhadi yang langsung dicegah KPK. Selain itu, KPK juga telah menggeledah rumah dan kantor Nurhadi dan menyita uang bernilai ratusan ribu dolar Amerika. Namun, belum diketahui dari mana uang tersebut berasal.

Sejumlah petinggi Lippo Group yang coba dikonfirmasi terkait masalah itu, belum ada yang menjawab. Wakil Ketua Lippo Group, James Riady tidak menjawab panggilan telepon. Begitu juga dengan CEO First Media Richard Kartawijaya. Sekretaris perusahaan First Media Harianda Noerlan juga tidak mengangkat telepon. (bbs, dtc, sis)