SIDANG LANJUTAN KARHUTLA

Kementerian Sebut PT Palm Ilegal

Kementerian Sebut PT Palm Ilegal

RENGAT(riaumandiri.co)-Bidang Hukum Kementrian Kehutanan dan Lingkungan Hidup, menyebutkan PT Palm Lestari Makmur ilegal.

"Data pemetaan kawasan yang ada di Kementrian, memantau bahwa PT Palm berada di kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT) dan setelah dilihat izin pelepasan kawasannya tidak dimiliki oleh perusahaan milik pengusaha Singapura ini," ungkap tim Ahli Bidang Hukum Planologi, Kementrian Kehutanan, Abimanyu, pada sidang kasus pembakaran lahan di Pengadilan Negeri rengat, Rabu (20/4).

Dalam perkara ini JPU menyeret tiga terdakwa yang merupakan jajaran direktur dari PT Palm. Abimanyu merupakan saksi ahli yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum untuk dimintai pendapatnya dalam sidang tersebut.

Menurut Abimanyu, apa yang dilakukan PT PLM tersebut melanggar pasal 50 UU No 41 tahun 1999 tentang Kehutanan Jo pasal 92 UU No 18 tahun 2013 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Kerusakan Hutan. "Karena locus perkara di HPT, maka perusahaan/unsur bisa di Pidana," tegasnya lagi.

Sementara saksi ahli lainnya dari Institut Pertanian Bogor, Basuki Wasis, yang merupakan ahli kerusakan tanah dan lingkungan, dalam sidang tersebut menyebutkan pembakaran yang dilakukan perusahaan atau pembiarannya, merupakan slaah satu upaya dari perusahaan untuk mengurangi pajak yang di bebankan kepada mereka.

 "Perusahan bisa berdalih bahwa tanaman mereka rusak dan tidak berproduksi, sehingga tidak bisa dikenakan pajak," tegasnya.

Selain itu juga menurutnya, dari pasal-pasal yang dikenakan oleh penyidik, sudah jelas terbukti bahwa PT PLM sudah melakukan pengrusakan lingkungan, sesuai dengan analisis sample dan analisis laboratorium dan juga analisis lapangan.

Ditegaskannya juga, jika memang ada dalih api tersebut dari masyarakat, namun hal itukan dari pantauan Hot spot, namun secara kenyataan bahwa lahan yang katanya milik perusahaan juga rusak dan itu mereka akui dalam persidangan. Untuk hal ini unsur yang ada pada pasal 99 UU No 18 tahun 2013 sudah terpenuhi yakni melakukan pembiaran dan kelalaian.

Dijelaskannya juga, sesuai dengan Kepres 52 tahun 1995 dan undang-undang tata ruang No 26 tahun 2007, menyatakan bahwa lahan gambut yang ketebalannya 3 meter keatas tidak boleh dikelola, karena jika dilakukan akan menyebbabkan kerusakan lingkungan diantaranya terganggunya pasokan air, kawasan lindung menjadi rusak, banjir dan zat karbon akan lepas menjadi gas rumah kaca yang pada akhirnya akan terus mamacu pemanasan global dan perubahan cuaca yang ekstrem.

Sementara  itu, penasehat Hukum terdakwa, Farida SH mengungkapkan bahwa, seorang ahli seharusnya tidak langsung menjustifikasi permasalahan."Sidang minggu depan, kami juga akan mendatang saksi ahli sebagai pembanding dari saksi yang sudah didatangkan oleh JPU, tambahnya.(eka)