Bahas Dana Eskalasi

Dewan Kecolongan Rapat Panas

Dewan Kecolongan  Rapat Panas

PEKANBARU (riaumandiri.co)-Suasana 'panas' menyelimuti rapat internal DPRD Riau, Kamis (31/3). Rapat tersebut membahas perihal masuknya dana eskalasi untuk membayar utang Pemprov Riau, dalam APBD Perubahan Riau Tahun 2015 sebesar Rp220 miliar.

Dewan merasa kecolongan, karena anggaran itu tak pernah disetujui. Saking kecolongan, anggota DPRD Riau, Aherson, menyebut DPRD Riau ibarat takicuah di nan tarang.

Dalam rapat tersebut, Wakil Ketua DPRD Riau, Noviwaldy Jusman yang memimpin rapat, kembali mengulas kronologis munculnya anggaran itu. Dikatakan, anggaran eskalasi tersebut tidak pernah disampaikan dan dibahas dalam rapat Badan Anggaran (Banggar) dan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) Pemprov Riau.
Setelah pertemuan dengan Kemendagri, hasilnya dibahas lagi di

Dewan Banggar DPRD Riau, yang ketika itu dipimpin Wakil Ketua DPRD Riau, Manahara Manurung.
"Tapi, ketika itu Pemprov Riau juga tak pernah menyampaikan perihal anggaran eskalasi tersebut. Yang disampaikan soal rasionalisasi dan penambahan anggaran di Dinas PU. Makanya, tidak ada dibahas mengenai eskalasi dan hanya membahas dana hibah dan hak-hak Dewan," terang Dedet.

Dalam rapat kemarin, sorotan dari sejumlah anggota Dewan sempat tertuju kepada Noviwaldy Jusman. Karena hanya Noviwaldy dari kalangan DPRD Riau, yang hadir saat penyerahan hasil verifikasi terakhir APBD Perubahan 2015 di Kementerian Dalam negeri.

Dalam kesempatan itu, anggota Komisi E Muhammad Adil mempertanyakan fungsi kehadiran pimpinan Dewan saat  penyerahan hasil verifikasi tersebut.
      
"Saya baru tahu kalau yang ikut ke Kemendagri itu hanya pimpinan sendiri, mengapa setelah dari Mendagri hasilnya tidak disampaikan pimpinan kepada Banggar? Paling tidak, Ketua tahu anggaran itu masuk. Saya juga baru tahu kalau eskalasi itu dibayar pas kami bimtek. Kalau tidak ada bimtek tidak ada pasti anggota kecolongan," tegas Adil.
     
Pernyataan senada juga dilontarkan Husni Tamrin. “Kalau memang pimpinan diundang oleh Mendagri, kenapa pimpinan pergi sendiri, kenapa tidak didampingi ketua komisi dan kenapa tidak mengajak rekan-rekan lain,” ujarnya.

Menanggapi pertanyaan itu, Noviwaldy menegaskan, meskipun tidak satu orang anggota Dewan yang datang, tidak menjadi faktor persolan bagi Mendagri. Mendagri pun akan tetap menyuruh Pemprov Riau membayarkan utang eskalasi tersebut.
       
“Saya sudah bilang kepada Bapak Adil, sebelum saya menjumpai Mendagri, saya sudah memberitahukan, namun Mendagri menjawab tidak usah, meskipun pak Dedet tak datang tidak menjadi masalah dalam hal ini,” tiru Dedet di hadapan anggota dewan lainnya.

Anggota Banggar lainnya, Ilyas HU menyebutkan, masuknya anggaran eskalasi tersebut sama halnya dengan pelanggaran hukum. Namun ia mengingatkan, rapat tersebut bukan bertujuan mencari siapa yang salah. "Permasalahannya eskalasi, kenapa tidak pernah disampaikan. Jadi dalam hal ini yang paling berat adalah Banggar. Karena itu, kita jangan takut dengan hak angket. Dengan hak angket ini, kita bisa mencari kebenaran dan pembuktian hingga permasalahan ini selesai," ujarnya.

Terkait masalah itu, anggota DPRD Riau dari Fraksi Golkar, Masnur, yang juga anggota Dewan, mengatakan, di satu sisi masukanya anggaran eskalasi tersebut tidak ada masalah. Pemprov menganggarkannya karena adanya putusan dari Mendagri yang berpegangan kepada putusan Mahkamah Agung RI. "Cuma sebelumnya, kita sudah sepakat menolaknya meski putusan itu masih akan dievaluasi lagi di Kemendagri," ujarnya.

Namun ia juga menilai Dewan kecolongan saat proses verifikasi di Kemendagri. ""Kelemahan kita atau siapa, Kalau betul surat verifikasi masuk tanggal 9, tanggal berapa masuk ke meja pimpinan Dewan, siapa yang membaca. Apakah tiga pimpinan Dewan membahas hasil verifikasi itu. Perlu kita jernihkan ini, sehingga tidak ada kecurigaan diantara kita," terang Masnur.

Sedangkan anggota Banggar lainnya, Aherson menilai, Dewan kecolongan. Namun hal itu juga tak terlepas dari sikap TAPD Pemprov Riau yang tidak menyampaikan secara terang benderang, perihal masuknya anggaran eskalasi itu kepada Banggar DPRD Riau.

"Dewan ini seperti Takicuah di Nan Tarang. Awalnya tidak disepakati, tiba-tiba masuk dan dianggarkan dalam APBD Perubahan," ujarnya.

Sementara itu, Wakil Ketua DPRD Riau, Manahara Manurung juga mengakui, anggaran eskalasi  memang tak pernah disampaikan secara jelas oleh TAPD Pemprov Riau. Termasuk saat ini membahas hasil verifikasi dari Kemendagri.  

"Eskalasi tidak pernah diungkapkan, makanya rapat adem-adem saja. Maka ada persetujuan dan diumumkan dalam paripurna. Awal Maret ini, kita baru tahu eskalasi dibayarkan. Jadi, bagaimana masuknya ini yang perlu dijelaskan, kapan masuk dan siapa yang memasukkan," ujarnya.

Begitu juga saat ada undangan dari Kemendagri, Manahara mengaku tak mengetahuinya.
"Undangan untuk pimpinan, saya sampai sekarang tidak tahu. Berangkat pun Pak Noviwaldy saya tidak tahu. Saya tahu saat Bimtek, saya meras tertipu, apalagi saya pimpinan waktu rapat hasil verfikasi," tambahnya.

Hingga rapat berakhir, belum ada putusan dan kesimpulan yang didapat. Dewan berencana, rapat akan kembali digelar Senin (4/4) mendatang.

"Senin kita tuntaskan, tidak ada yang boleh keluar kota, sehingga tidak ada tuduh menuduh satu dua persen untuk ketua. Pimpinan satu lagi dihadirkan," ujar Ketua Fraksi Gerindra Sejahtera, Husni Tamrin.

Ketua Komisi B, Marwan meminta semuanya dihadirkan termasuk semua dokumen dan surat menyurat sehingga tuntas."Senin (pekan depan), dilanjutkan hadirkan semua yang tahu surat menyurat yang dibutuhkan, staf ahli Banggar dan Kabag," ujar Marwan.

Sedangkan Asri Auzar juga meminta staf ahli Banggar dihadirkan. "Hadirkan staf ahli Banggar di sini, kenapa staf ahli tidak tahu anggaran itu masuk. Seharusnya dia tahu, seharusnya dia membaca hasil verifikasi tersebut," tegas Asri. (rud)