BPKH Minta

Batas PT SSL Mengacu Titik Koordinat Penerbitan HGU

Batas PT SSL Mengacu Titik Koordinat Penerbitan HGU

PASIR PENGARAIAN (riaumandiri.co)-Pengurus Kelompok Tani Sialang Sakti (Koptan-SS) Desa Batas, Kecamatan Tambusai, Kabupaten Rokan Hulu meminta kepada Balai Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH) wilayah XIX Riau, agar penetapan tapal batas areal izin kerja PT Sumatera Silva Lestari (SSL) dilakukan dengan mengacu kepada titik awal atau titik koordinat pada saat izin PT SSL dikeluarkan berdasarkan peta yang dijadikan persaratan untuk penerbitan HGU.

Hal itu disampaikan Kisman, SPd didampingi Jamron, beserta Mintareja selaku pengurus Koptan SS kepada Haluan Riau, Kamis (17/3). Hal ini menyikapi surat Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanam Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah XIX Riau Nomor: S.529/BPKH.XIX-3/2015.

Dalam surat tersebut disampaikan usulan pelaksanaan batas sendiri areal izin kerja usaha pemanfaatann hasil hutan kayu pada hutan tanaman (IUPHK-HT) atas oleh PT. Sumatera Silva Lestari (SSL) petani. Dan oleh masarakat, menyambut baik kebijakan tersebut dan meminta sebelum dilakukan penetapan batas wilayah warga meminta empat hal kepada Pemerintah.

Adapun poin yang disampaikan masyarakat yakni, 1. penentuan tapal batas harus mengacu kepada titik awal atau titik kordinat pada saat izin PT SSL dikeluarkan berdasarkan peta yang dijadikan persaratan untuk penerbitan HGU, 2. areal yang di polamitrakan dengan PT SSL dikembalikan kepada warga dengan alasan selama menjalin hubungan pola mitra selama dua daur (1 daur 6 tahun) sepenuhnya tidak dinikmati masyarakat.

Selanjutnya poin ke 3 yang menjadi aspirasi Koptan SS, perusahaan tidak mampu lagi mempertahankan lahan yang dimitrakan karena sebagian besar lahan saat ini sudah dirambah menjadi hak milik pribadi orang orang tertentu.

Dan poin ke-4 meminta pemerintah segera memproses pengembalian areal tersebut untuk kepentingan masyarakat banyak.

“Usulan masyarakat dalam pembagian hasil pola mitra yang berasal dari hasil produksi penjualan kayu akasia yakni 60 persen untuk perusahaan dan 40 persen untuk masyarakat. Dan ini tidak pernah terwujud karana tidak jelas perhitungannya," terang Kisman.

Menurut Kisman, Jamron dan Mintareja, luas lahan yang sudah dipolamitrakan melalui MoU yang sesungguhnya kepada PT SSL seluas 1.300 hektare. “Selain 1300 hektare, ada lahan tambahan yang belum dimasukkan dalam MoU kurang lebih 800 hektare. Lahan ini sudah digarap oleh PT SSL. Lahan tambahan ini sudah disampaikan dan diketahui oleh manajemen perusahaan PT SSL,” tutup Kisman.(gus)