Tak Serahkan Hak Warga

Dewan Temui Manajemen BRS

Dewan  Temui Manajemen BRS

RENGAT(riaumandiri.co)-PT Bintang Riau Sejahtera hingga tahun 2016 ini belum juga menyerahkan apa yang menjadi hak masyarakat yang berada di areal operasinya di Desa Batu Rizal, Kecamatan Peranap, dimana perusahaan sawit ini membentangkan kebun sawitnya.

 Terkait hal ini, anggota Dewan Indragiri Hulu pun merespon dengan menemui jajaran manajemen.

PT BRS mendapatkan IUP seluas 4500 hektare dengan Hak Guna Usaha (HGU) seluas 2128 hektare. Sesuai perjanjian awal dengan masyarakat, pembagian areal 60 persen untuk kebun inti dan 40 persen digunakan untuk kebun plasma masyarakat, namun pada kenyataannya hingga 2016 perusahaan yang sudah beroperasi sejak 2011 lalu ini belum mengeluarkan plasma masyarakat.

Permasalahan ini akhirnya dilaporkan warga kepada pihak DPRD Kabupaten Indragiri Hulu, mengingat 1.268 hektare dari HGU yang dimiliki perusahaan yang diduga juga merupakan grup Samsung ini, sudah ditanami sawit dan sudah panen, namun hak masyarakat tak juga kunjung diberikan.

Menanggapi laporan masyarakat, DPRD Inhu yang langsung dipimpin Ketua DPRD Inhu Miswanto didampingi Ketua Komisi II Encik Afrizal, serta anggota melakukan sidak ke perusahaan tersebut. "Kami ingin tahu kebenaran laporan masyarakat tersebut, termasuk juga kewajiban lain yang harusnya dilaksanakan oleh PT BRS terhadap daerah seperti pajak dan juga BPHTB dari take over yang dilakukan perusahaan dengan pemilik  sebelumnya ditahun 2011, apakah sudah dipenuhi atau belum," ungkapnya.

Dikatakan, permasalahan ini penting karena terkait pada ekonomi masyarakat setempat, dan Inhu pada umumnya termasuk juga Pendapatan Asli Daerah (PAD).

Kedatangan anggota DPRD Inhu tersebut ditemui  Koordinator wilayah BRS Andre beserta manajernya Rusli. Sementara itu, anggota DPRD Inhu Encik Junianto, menduga perusahaan sengaja mengulur waktu untuk pembayaran ganti rugi warga dan juga pelaksanaan plasma, karena perusahaan tersebut ingin mendapatkan lahan secara gratis.

"Banyak lahan warga yang sudah diambil perusahaan, tanpa sepengetahuan pemilik, karena perusahaan menggarapnya pada malam hari sehingga menghilangkan batas-batas lahan masyarakat," ungkapnya.

Permasalahan tersebut diakui Andre sebegai Korwil. "Memang plasma belum lagi diberikan kepada warga termasuk juga ganti rugi, karena memang masih banyak lahan yang tumpang tindih kepemilikannya dan belum terbentuknya koperasi untuk plasma tersebut," jelasnya.

Dikatakan, masih ada 900 hektare dari HGU yang belum digarap karena memang lahan tersebut belum dibebaskan dan sebagian lahan sudah ada ganti rugi dan bagi yang belum mendapatkan ganti rugi tersebut maka akan dimasukkan dalam plasma.

Kewajiban perusahaan, dikatakannya, setiap tahun dibayarkan pajak ke Dispenda Inhu senilai Rp300 juta sesuai dengan luasan HGU perusahaan. Namun take over perusahaan, ia tidak dapat menjawab pertanyaan tersebut, karena diduga meskipun sudah pergantian total manajemen perusahaan dengan pemilik sebelumnya, namun nama perusahaan tidak berubah, ini guna menghindari BPHTB.

Untuk plasma, dikatakan, belum bisa dilakukan karena belum adanya naungan koperasi yang akan bekerjasama dengan perusahaan dan koperasi baru akan dibentuk kembali pada tahun 2016 dengan nama yang tetap, Tiga Serumpun. (eka)