Polda dan Kejati akan Kaji Diduga Langgar Izin Lahan dan Pajak

Komisi A Laporkan 38 Perusahaan Sawit

Komisi A Laporkan  38 Perusahaan Sawit

PEKANBARU (riaumandiri.co)-Setelah sempat beberapa kali tertunda, Komisi A DPRD Riau akhirnya melaporkan 38 perusahaan perkebunan sawit, yang diduga melanggar izin di Riau. Laporan tersebut merupakan tindak lanjut dari hasil temuan Pansus Monitoring Lahan DPRD Riau.

Laporan disampaikan ke Polda dan Kejaksaan Tinggi Riau serta Penyidik PNS, dalam pertemuan yang digelar Kamis (3/3) di Ruang Komisi A DPRD Riau. Sebelum penyerahan berkas, pertemuan itu diawali dengan ekspos hasil temuan Pansus Monitoring Lahan DPRD Riau.

Dalam kesempatan itu, mantan Ketua Pansus Monitoring Lahan DPRD Riau,

Komisi
Suhardiman Amby, menuturkan, berdasarkan hasil temuan Pansus di lapangan, banyak perusahaan perkebunan sawit di Riau, yang diduga menyalahgunakan izin lahan, dengan cara menanam melebihi izin lahan yang diberikan pemerintah. Pihak menilai, ulah perusahaan tersebut berpotensi menimbulkan kerugian terhadap negara, khususnya dari pajak yang wajib disetor ke kas negara.

Tidak itu saja, tambahnya, penyalahgunaan izin lahan tersebut juga berdampak terhadap sektor lain seperti lingkungan. Termasuk di dalamnya masalah kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) dan banjir yang setiap tahun selalu menimpa Riau.

"Ini juga tidak terlepas dari sikap perusahaan yang menanam sawit dalam areal hutan. Di mana pada saat membuka lahan, terjadi aksi pembakaran. Sementara saat musim hujan, terjadi banjir karena hutan yang ada tak sanggup lagi menahan air.
 
Belum Semua
Namun Suhardiman mengakui, belum semua perusahaan sawit di Riau telah diperiksa Pansus. Dikatakan, dari 574 perusahaan pemegang izin perkebunan sawit di Riau, sejauh ini baru 87 perusahaan yang telah terpantau pihaknya. Begitu juga dengan perkebunan sawit sebanyak 288, pabrik sebanyak 121 dan 104 kebun yang terintegritasi dengan pabrik kelapa sawit sebanyak 58 perusahaan.

Dijelaskannya, potensi kerugian pajak negara yang timbul akibat dugaan penyalahgunaan izn tersebut, diperkirakan mencapai Rp31 triliun per tahun. Selama ini, yang bisa ditagih pemerintah hanya Rp9 triliun. "Berarti masih ada sekitar Rp21 triliun yang belum tertagih," tambah Suhardiman.

Anggota Komisi A lainnya, Sugianto, menuturkan, dari pantauan pihaknya, ada sekitar 121 pabrik kelapa sawit (PKS) yang tidak memiliki kebun. Pihaknya menilai, selama PKS tersebut beroprasi, maka pelanggaran dan perambahan hutan akan tetap terjadi karena masyarakat tetap akan menanam dalam kawasan hutan.
"Untuk itu, kita harapkan Dishut, PPNS BLH, Kejati dan Polda segera mengeksekusi supaya fungsi hutan bisa segera dikembalikan," ujarnya.

Diusut Dulu
Kendati demikian, perwakilan Polda dan Kejati Riau yang hadir dalam pertemuan itu, tidak serta merta berjanji menindaklanjuti semua laporan hasil temuan Pansus Monitoring Lahan tersebut.

Kapolda Riau yang diwakili Direskrimsus Polda Riau, AKBP Arif Rahman Hakim, tidak berjanji akan segera menindaklanjuti persoalan tersebut. Pasalnya, untuk tindak lanjut harus dipastikan terlebih dahulu, apakah temuan itu masuk dalam ranah pidana pidana atau tidak.

"Saya mengucapkan terima kasih kepada Komisi A karena telah turun dan berusaha mengevaluasi pajak. Kami tidak berjanji Apakah masuk ketegori pidana atau tidak. Tetapi kami akan melakukan penyeldikan. Jadi kami butuh waktu untuk memberikan jawabannya," ungkapnya.

Hal senada disampaikan Pelaksana Harian (Plh) Asisten Intel Kejati Riau. Gaus Wijaksono. Menurutnya, laporan yang disampaikan Komisi A tersebut akan disampaikan terlebih dahulu kepada Kepala Kejaksaan Tinggi Riau. "Nanti laporan ini komisi a ini akan kami sampaikan ke Kajati," ujarnya. (rud)