Transparansi di Ujung Bibir

Transparansi di Ujung Bibir

Undang-undang Nomor 14 Tahun 2008 mengamanahkan agar pejabat publik berkewajiban untuk menyampaikan informasi kepada masyarakat. Semangat transparansi dalam mengelola keuangan negara menjadi ruh bagi peraturan yang sempat  menimbulkan polemik ini.

Enam tahun perjalanannya setelah disetujui DPR dan diundangkan, hingga hari ini masih ditemukan pejabat publik yang enggan mentaati UU ini. Seperti sikap tertutup yang ditunjukkan Sekdaprov Riau beserta jajarannya.

Kehadiran komisioner, merupakan amanah UU untuk menjembatani sertah menjernihkan timbulnya  permasalahan ketika permintaan masyarakat dtolak atau didiamkan oleh pejabat publik. Ternyata dianggap sepi oleh pejabat di Pemprov Riau.

Setidaknya hal ini diakui sumber Haluan Riau yang berdinas di Komisi Informasi Publik (KIP) Provinsi Riau. "Tahun 2014 lalu, kami sempat diusir dari kantor yang disewakan Pemprov, karena Sekdaprov marah kalah dalam sengketa di KIP," kata sumber yang enggan disebutkan naamanya tersebut.

Sikap tertutup dan tidak toleran Sekdaprov dan jajaran SKPD di Pemprov Riau ini terhadap seluruh kegiatan masyarakat yang ingin mengetahui perencanaan dan realisasi penggunaan keuangan daerah, seakan dianggap penyakit.

Padahal, UU secara tegas telah memerintahkan kewajiban pejabat publik untuk menjalankan UU, dengan disertai ancaman pidana. Terlebih lagi, setiap pejabat publik dalam sumpah jabatannya, berjanji akan mentaati peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Ironis sekali, seperti yang dialami Usman yang meminta agar Sekdaprov Riau selaku pengguna anggaran, memberikan data tentang realisasi dana hibah dan bantuan sosial tahun anggaran 2012-2013. Kenyataannya permintaan ini akhirnya menjadi sengketa di KIP Riau.

"Permasalahan ini sebenarnya dimulai pada tahun 2014. Ketika itu kami meminta data realisasi penerima dana hibah dan bantuan sosial tahun 2012-2013, untuk disampaikan secara terbuka. Namun sama sekali tak ada tanggapan dari Sekdaprov Riau," jelas Usman kepada Haluan Riau, Kamis (29/1).

Karena tidak mendapat jawaban atau tanggapan, maka sesuai dengan ketentuan UU Nomor 14/2008. Akhirnya Usman pun mengajukan surat keberatan, dan mengadukannya ke KIP. Saat ini pihak KIP masih memproses sengketa ini.

Proses penyelesaian sengketa ini ternyata tidak lah semudah yang diperkirakan, dari lima kali persidangan yang digelar KIP, baru sekali pihak Sekdaprov yang diwakili kuasa hukumnya hadir.

Bahkan ketika KIP melakukan upaya pemeriksaan setempat, harapan bakal diterima dengan baikpun ternyata tidak bersambut. Dengan alasan birokrasi, pihak KIP akhirnya memutuskan untuk mengenyampingkan materi ini, dari substansi keputusan dan kesimpulan majelis.

Semangat Plt Gubri

Ketika dilantik menjabat Plt Gubernur Riau, Arsyadjuliandi Rachman yang akrab disapa Andi Rachman ini meniupkan penyelenggaraan pemerintahan yang transparan dan akuntable, di masa kepemimpinannya.

Kenyataannya, harapan Andi Rachman tersebut tidak sejalan dengan perilaku dan sikap jajaran Kepala SKPD di lingkungan Pemprov Riau. Sebagai diungkapkan Ketua KIP Mahyuddin Yusdar, selama tahun 2014 pihaknya telah menangani 30 perkara sengketa informasi.

"Ada 30 kasus sengketa yang kita tangani selama 2014, delapan puluh persen diantaranya adalah sengketa anggaran," kata Mahyudin Yusdar, Rabu (28/1).

Dari total 30 sengketa informasi tersebut, 28 diantaranya sudah dituntaskan KI. Sisanya yang belum selesai, salah satunya sengketa informasi antara Usman dengan Sekdaprov Riau Zaini Ismail.

"Kasus Usman inilah sedang kita tuntaskan yang saat ini, dan sudah memasuki tahap pemeriksaan setempat," ungkapnya.
Adapun kasus sengketa yang sudah dituntaskan melibatkan SKPD seperti Inspektorat, Dinas Perhubungan, Disnaker, Dinsos, BLH, Dispenda, Bappeda yang kesemuanya merupakan instansi di lingkungan Pemprov Riau.
Tak Perlu Terjadi

Ditegaskan Mahyudin, sengketa informasi antara instansi pemerintah dan pihak yang membutuhkan informasi tersebut sebenarnya tidak perlu terjadi. Pasalnya, didalam pasal 9 undang-undang KIP, minimal 6 bulan secara berkala persoalan anggaran yang ada di instansi pemerintahan wajib disampaikan ke publik secara berkala.

Mahyudin bahkan mengapresiasi langkah yang dilakukan Diskominfo-PDE Riau yang menyampaikan anggaran pertiga bulan. "Artinya SKPD kita tak siap. Padahal, anggaran tanpa diminta pun wajib diumumkan per enam bulan," ujarnya.

Sementara itu, Akbarizan Dekan Fakultas Syariah dan Ilmu Hukum UIN Susqa menilai, sistem pemerintahan di Provinsi Riau ini sudah berjalan tidak sesuai lagi dengan peraturan yang berlaku.

"Seharusnya pemerintah harus transparan dalam penggunaan anggaran negara yang dikelola. Terlebih, saat ini jabatan Gubernur Riau masih dipegang oleh pelaksana tugas yang belum definitif," katanya.***