Rp309 M Dana Bansos tidak Terealisasi

3,1 T APBD ‘Mengendap’ di Bank

3,1 T APBD ‘Mengendap’  di Bank

PEKANBARU (HR)-Hujan interupsi mewarnai hearing antara Komisi C DPRD Riau dengan Biro Keuangan Setdaprov Riau, Kamis (29/1) di Gedung DPRD Riau. Ada beberapa hal yang menjadi sorotan anggota Dewan. Di antaranya, kebijakan Pemprov Riau mendepositokan dana APBD Riau tahun 2014. Jumlahnya sangat besar, mencapai Rp3,1 triliun.

Dari hasil deposito itu, Pemprov Riau mendapat laba sebesar Rp159 miliar. Dana itu kemudian dimasukkan dalam kas daerah.
Tidak hanya itu, persoalan dana bantuan sosial (Bansos) dan dana hibah juga ikut menjadi sorotan. Karena hingga saat ini, masih ada anggaran sebesar Rp309 miliar, yang belum direalisasikan dan akhirnya masuk dalam sisa lebih penggunaan anggaran (Silpa) 2014.

Terkait dana APBD yang didepositokan tersebut, Dewan mempertanyakan dasar hukumnya. Selain itu, kebijakan itu juga dipertanyakan karena terkesan menunjukkan Pemprov Riau tidak piawai dalam memanfaatkan anggaran yang ada untuk pembangunan. Khususnya untuk kepentingan masyarakat.

"Ke bank mana saja dititipkan dana APBD Riau itu dan hasilnya ke mana dimasukkan. Apalagi kita tahu serapan kegiatan APBD tahun lalu minim. Apakah ini salah satu penyebabnya," tanya Ketua Komisi C DPRD Riau, Aherson.
Sedangkan anggota Komisi C lainnya, Ilyas HU mengingatkan, kebijakan Pemprov Riau mendepositokan anggaran itu jangan sampai melanggar aturan.

Menanggapi hal itu, Kepala Biro Keuangan Setdaprov Riau, Jonli, mengakui, total dana APBD Riau tahun 2014 yang didepositokan mencapai Rp3,1 triliun. Sesuai ketentuan, dana APBD tersebut hanya boleh didepositokan ke bank milik pemerintah. "Karena tidak diperbolehkan didepositokan ke bank swasta," terang Jonli.

Ditambahkannya, deposito dana APBD Riau itu sudah mengikuti aturan, di antaranya Undang-undang tentang Pemerintah Daerah yang sudah direvisi menjadi UU Pemda  Tahun 2014 dan juga Peraturan Gubri. Di dalamnya disebutkan, dana APBD yang belum digunakan bisa didepositokan di bank.

"Pertimbangannya, selain tidak menyalahi ketentuan, penitipan dana APBD Riau di bank juga tidak permanen. Ada perjanjian dengan pihak bank, kapan pun pemerintah butuh, dana itu bisa dicairkan. Jadi tak ada masalah," terangnya.

Karena itu, dana APBD Riau itu didepositokan pada bank milik pemerintah bukan lembaga keuangan swasta. "Hasil deposito itu mencapai Rp159 miliar dan dimasukan ke kas daerah menjadi pemasukan Pemprov Riau," terang Jonli.

Jonli menambahkan, kebijakan mendepositokan dana APBD Riau, sebenarnya tidak hanya dilakukan pada tahun 2014. Soalnya, pada tahun sebelumnya hal itu juga sudah dilakukan. "Namun jumlahnya kecil, tidak sampai puluhan miliar," akunya.

Rp309 M tak Terealisasi
Selain dana yang didepositokan, anggota Komisi C juga menyorot perihal penyaluran dana Bansos dan hibah. Pasalnya, pada APBD 2014 kemarin, ada dana Bansos sebesar Rp309 miliar yang tak direalisasikan.

Sementara di sisi lain, Dewan sering menerima pengaduan dari masyarakat, yang mengeluhkan betapa sulitnya pencairan dana Bansos tersebut. Padahal, dana tersebut digunakan untuk kegiatan sosial seperti pembangunan masjid dan lainnya.

"Padahal, semua persyaratan mereka sudah lengkap dan kwitansi sudah ditandatangani, namun uang tidak cair. Itulah yang sering kami terima," lontar anggota Komisi C, Supriati.

Menurut politisi Golkar ini, masalah ini harus segera dituntaskan mengingat kejadian serupa sudah tering terjadi. persoalan ini terjadi bukan kali pertama dan sudah berulang kali. "Kami ingin dijelaskan, bagaimana penyaluran Bansos tahun 2014 dan bagaimana yang akan dilaksanakan tahun 2015," tegasnya.

Anggota lainnya, Husaimi Hamidi menilai, Biro Keuangan terkesan mempersulit masyarakat dalam menerima dana Bansos. "Biro Keuangan meminta syarat yang menurut saya lucu dan bertele-tele dan meminta syarat rekom dinas. Padahal, tidak dijelaskan rekom dari dinas mana. Masyarakat juga tidak diberi tahu ketika mengajukan. Akibatnya, masyarakat merasa ditipu. Sdah tanda tangan kwitansi namun uang belum diterima," bebernya.

Menanggapi hal itu, Jonli menjelaskan, penyaluran dana hibah dan Bansos di bawah Rp100 juta bukan melalui Biro Keuangan, melainkan melalui Biro Kesra. "Bantuan itu seperti untuk bantuan PAUD, masjid, ada di Biro Kesra, begitu juga beasiswa," terangnya.

Sedangkan terkait kwitansi yang sudah ditandatangani dan dananya belum cair, Jonli menerangkan, kwitansi yang sudah ditandatangani calon penerima Bansos belum tentu bisa dicairkan. "Karena, untuk pencairan itu harus dicek kembali dan kemudian diberikan SPM (Surat Perintah Membayar, red)," terang Jonli.

Mendengar jawaban Jonli, anggota Dewan kembali berebutan mengajukan interupsi. Supriati yang diberikan kesempatan menyatakan, jawaban tersebut tidak sesuai dengan kondisi yang terjadi dan dikeluhkan masyarakat.

"Masyarakat dioper sana sini oleh Biro Kesra dan Biro Keuangan. Biro Keuangan suruh tanya ke Biro Kesra dan sebaliknya setelah mereka di Biro Kesra, disuruh selesaikan ke Biro keuangan," terangnya.

Sementara itu, Husaimi Hamidi menyampaikan, seharusnya Biro Keuangan memberikan penjelasan kepada masyarakat, kapan uang Bansos tersebut bisa dicairkan. "Jangan anda samakan persepsi anda dengan masyarakat, karena menurut mereka kalau sudah tanda tangan kwitansi uang harusnya sudah bisa dicairkan. Sehingga, mereka beranggapan lain kepada Biro Keuangan," tegasnya. ***