Jika Harga Minyak Mentah Dunia 'Terjun Bebas'

Chevron dan BSP Terancam Tutup

Chevron dan BSP Terancam Tutup

SIAK SRI INDRAPURA (HR)-Julukan Provinsi Riau sebagai daerah terkaya karena penghasil minyak terbesar di Indonesia, sepertinya akan tinggal nama saja. Indikasi itu semakin dirasakan, khususnya Kabupaten Siak yang merupakan daerah produksi minyak di Riau.

Jika harga minyak mentah dunia terus "terjun bebas" hingga USD20 per barel, PT Chevron Pasific Indonesia (PT CPI) yang berada di Kecamatan Minas dan Badan Operasi Bersama (BOB) Bumi Siak Pusako (BSP)-Pertamina Hulu di Kecamatan Dayun, terancam tutup alias gulung tikar.

Demikian penjelasan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Siak, Yan Prana Jaya dikutip dari GoRiau.

"Sekarang ini, dengan harga minyak mentah dunia USD30 per barel, Chevron dan BSP sudah kesulitan untuk menutupi biaya operasionalnya," kata Yan.

Dijelaskan Yan, untuk menghasilkan minyak mentah satu barel, Chevron membutuhkan biaya produksi sekitar USD22 (22 dollar amerika). Belum lagi biaya operasional lainnya yang dibutuhkan perusahaan.
"Kalau Chevron saja sudah pusing menutupi biaya oeperasionalnya setiap hari, apalagi Bumi Siak Pusako milik Pemkab Siak," pungkasnya.

Anjloknya harga minyak mentah dunia hingga di bawah USD30 per barel, langsung dirasakan dampaknya oleh Kabupaten Siak, sebagai daerah produksi minyak di Provinsi Riau. Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Siak tahun 2016 yang disahkan sebesar Rp2,5 triliun mengalami pengurangan hingga Rp500 miliar.

Sejumlah program pembangunan di masing-masing Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) terpaksa dihapus.
"Kondisi ini harus disikapi dengan bijak. Kita terpaksa lakukan rasionalisasi anggaran, kegiatan yang belum prioritas terpaksa dipangkas, kecuali yang berhubungan dengan pelayanan publik, tetap dilaksanakan. Kenyataan ini memang pahit, tapi kita tak bisa berbuat banyak, harga minyak mentah dunia semakin terpuruk hingga di bawah USD30 per barel," kata Bupati Siak Drs H Syamsuar MSi beberapa waktu lalu.

Dikutip dari inilah.com, Menteri ESDM Sudirman Said di Jakarta, Kamis (14/1), akan mendengar penjelasan dari pihak PT CPI dampak dari anjloknya harga minyak mentah dunia.

"Kita akan mendengar dulu apa yang terjadi di lapangan. Kita lakukan antisipasi apa, ini kan terjadi di seluruh dunia," kata Menteri ESDM Sudirman Said.

Masih menurut Menteri Sudirman, pemerintah tidak bisa melakukan intervensi untuk menahan rencana Chevron bila terpaksa harus menepuh Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terhadap karyawannya. Lantaran, hal itu sudah menjadi kewenangan Chevron dalam mengantisipasi kondisi harga minyak mentah dunia.

"Itu kan tindakan korporasi Chevron. Kita enggak bisa ikut campur. Pemerintah hanya bisa antisipasi dampak sosial yang mungkin terjadi. Aspek sosial lain," tutur Sudirman.

Namun, Menteri Sudirman memastikan bahwa rencana PHK Chevron tidak akan menggangu target lifting migas nasional. Capaian produksi operator migas dinilai wajib disesuaikan dengan Work Programm & Budgeting (WP&B) masing-masing Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS).

"Yang saya pahami, mereka bukan menurunkan target, tapi efisiensi. Memotong yang bisa dihemat dengan satu catatan target tetap dilakukan," tutur Sudirman.

Ya, boleh saja Menteri Sudirman punya keyakinan tentang target lifting. Hanya saja, produksi migas Chevron berkontribusi 30% terhadap total produksi migas nasional.

Artinya, ketika industri migas asal Amerika Serikat ini mengurangi produksi, tentunya berdampak signifikan kepada target lifting. Apalagi kalau Chevron tutup, masalah bisa menjalar kemana-mana.(grc/yuk)