Utang Riau Air Rp305 M, Penyertaan Modal Distop

Dewan Sorot Dana PT PIR

Dewan Sorot Dana PT PIR

PEKANBARU (HR)-Komisi C DPRD Riau menyoroti penggunaan dana PT Pengembangan Investasi Riau, yang juga salah satu Badan Usaha Milik Daerah Riau. Pasalnya, perusahaan daerah itu memasukkan modalnya ke sesama perusahaan daerah lainnya, yakni PT Riau Air.

Hal itu terungkap dalam hearing antara Komisi C DPRD Riau dan manajemen PT Riau Air, Selasa (27/1. Sebenarnya, hearing kemarin bertujuan untuk mengetahui bagaimana kondisi sebenarnya maskapai penerbangan milik daerah itu.

Namun saat pembahasan berlangsung, anggota Komisi C Husaimi Hamidi, mengutarakan rasa herannya, karena PT Pengembangan Investasi Riau (PIR) disebut-sebut mengambil saham di PT Riau Air (RA). Hal senada juga diungkapkan Ketua Komisi C, Aherson. Ia mengaku heran saat mendengar informasi bahwa PT PIR bisa membayarkan utang RA sebesar Rp5 miliar.

"PIR ini kondisinya kan morat-marit.

Laporan kepada kita, dia malah bangkrut, dalam artian dividennya tidak maksimal. Tapi dia malah bisa membayarkan utang RA," singgungnya.
Usai hearing, Husaimi mengatakan, saham PT PIR ada dalam PT RA. Hal itu setelah PT PIR   mengambil alih saham RA dengan  menjamin dan membayarkan utang sebesar Rp5 miliar di Bank Muamalat. "Kemudian, PT PIR melakukan kerja sama dengan PT PER untuk membuat BPR," ujar Husaimi.

Untuk itu, kata dia, persoalan ini perlu diatur karena yang terjadi saat ini adalah bisnis sesama BUMD. Padahal, dividen yang diberikan sejumlah BUMD kepada daerah, masih sangat kecil.

"Ini harus diatur. Kita sudah usulkan Perda tentang tata kelola aset BUMD. Sehingga BUMD tidak bisa lagi berbuat semena-mena termasuk membuat anak perusahaan seenaknya," terangnya.

Tidak hanya itu, Komici C juga menyoroti temuan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Riau terhadap PT Riau Investment Corporation (RIC) yang diminta  memperbaiki tata kelola keuangan dan manajemennya karena menyalahi aturan. Di antaranya terkait kewajiban direksi dan komisaris dalam menjalankan perusahaan.

Dikatakan Aherson, evaluasi terhadap BUMD tersebut sudah dilakukan Komisi C DPRD Riau. Selanjutnya, hasilnya akan disampaikan kepada Plt Gubri. "Kami hanya bisa memberikan rekomendasi dan keputusan ada di tangan Plt Gubri," ujarnya.


Tak Ada Lagi Penyertaan Modal
Sementara itu, Komisi C DPRD Riau juga memastikan, tidak akan ada lagi tambahan dana APBD Riau untuk PT Riau Air. Hal itu mengingat kondisi maskapai penerbangan yang juga salah satu Badan Usaha Milik Daerah Riau, dinilai sangat riskan.

Selain tak memberikan dividen bagi kas daerah, utang yang kini ditanggungnya juga besar, mencapai Rp305 miliar. Tak itu saja, seluruh aset perusahaan daerah ini juga juga sudah tergadai habis.

Sebagai gambaran, total dana daerah yang tersedot untuk membangun maskapai penerbangan daerah ini telah mencapai Rp215 miliar. Dari total jumlah itu, sebanyak Rp149 miliar berasal dari APBD Riau.

"Kita tidak akan menambahkan dana APBD lagi. Silakan hidupkan Riau Air kembali dengan mendatangkan investor," ungkap Husaimi Hamidi, ketika ditemui usai hearing.

Politisi PPP ini menegaskan, Pemprov Riau tidak memiliki tanggung jawab terhadap utang PT RA yang mencapai Rp305 miliar. "Kalau RA rugi, tanggung jawab pemerintah sebesar dana yang disertakan. Terkait hal ini sudah diatur dalam undang-undang perseroan," tegasnya lagi.

Menurutnya, Komisi C mempersilakan direktur utama dirut dan manajemen PT RA menghidupkan kembali maskapai penerbangan daerah itu. Namun hal itu disertai syarat, saham Pemprov Riau di dalamnya jangan sampai hilang. "Silakan cari investor yang siap untuk investasi dan siap menanggulangi utang RAL, dengan catatan saham Pemprov tidak hilang," ujar Husaimi.

Menurutnya, RA masih memiliki peluang untuk bisa terbang kembali. Peluang ini bisa dimanfaatkan dengan melakukan penerbangan jarak pendek sekaligus menjadi penghubung antara kabupaten dan kota di Riau. "Peluangnya masih ada, karena izin terbangnya masih ada," ujarnya.

Aset Habis Tergadai
Dalam hearing kemarin, pertanyaan anggota Komisi C lebih banyak ditujukan kepada kondisi terkini PT RA setelah tak beroperasi sejak beberapa waktu lalu.

Seperti Husaimi Husaidi, yang menanyakan apa saja aset yang masih dimiliki PT RA dan belum tergadai. Menanggapi hal itu, Teguh mengakui semua aset RA sudah tergadai dan utang maskapai itu mencapai Rp305 miliar. Saat ini, izin RA sudah mati. Sehingga untuk mengurusnya dan menghidupkannya kembali, harus dimulai lagi dari tahap awal. "Aset itu tinggal komputer dan mejanya saja, yang lain itu semuanya sudah tergadai," bebernya.

Teguh mengakui, evaluasi memang perlu dilakukan terhadap RA, karena jumlah karyawan sangat banyak. Untuk tiga pesawat, PT RA memiliki 350 orang karyawan dan empat orang direksi.

Namun demikian, Teguh mengatakan, meski semua aset RA sudah tergadai dan memiliki utang yang cukup besar, masih ada investor yang tertarik melirik RA. Menurutnya, investor tersebut berasal dari Malaysia dan Singapura. Namun Teguh belum bersedia menyebutkan investor yang dimaksud. Menurutnya, RA masih memiliki izin penerbangan dan meskipun itu harus diurus seperti mengurus dari awal lagi untuk menghidupkannya kembali.***