Sidang Suap APBD Riau Divonis 4 Tahun Penjara

Kirjuhari Minta Koleganya Diusut

Kirjuhari Minta Koleganya Diusut

PEKANBARU (HR)-Majelis hakim tindak pidana korupsi Pengadilan Negeri Pekanbaru, akhirnya menjatuhkan hukuman empat tahun penjara kepada manntan anggota DPRD Riau periode 2009-2014, Ahmad Kirjuhari. Ia dinyatakan terbukti bersalah karena menerima suap, dalam pengesahan APBD-P Riau tahun 2014 dan APBD Riau tahun 2015.

Kirjuhari
Terkait hal itu, pria yang akrab disapa Akir itu meminta koleganya sesama mantan anggota DPRD Riau, juga segera diproses secara hukum. Ada sejumlah nama mantan anggota DPRD Riau, yang kerap disebut-sebut dalam proses persidangan. Di antaranya Johar Firdaus, Suparman dan Riki Hariyansyah.
 Menurutnya, tidak ada praktik korupsi yang dilakukan secara sendiri-sendiri.

Vonis terhadap Akir dijatuhkan dalam persidangan yang digelar Kamis (17/12). Dalam putusannya, majelis hakim yang dipimpin Masrul, menyatakan terdakwa bersalah dalam perkara tersebut, sebagaimana diatur dalam Pasal 12 huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.

"Menjatuhkan pidana penjara terhadap terdakwa Ahmad Kirjuhari selam 4 tahun, dan denda Rp200 juta, subsider 3 bulan penjara," sebut Hakim Ketua Masrul.

Putusan ini sama dengan tuntutan yang diajukan JPU KPK pada persidangan sebelumnya. Bedanya hanya terkait besaran denda. Sebelumnya, JPU menuntut Akir membayar denda sebesar Rp250 juta subsider 3 bulan penjara.

Menanggapi putusan tersebut, baik terdakwa maupun JPU dari KPK, sama-sama menyatakan pikir-pikir selama tujuh hari untuk menentukan sikap apakah menerima atau menolak putusan tersebut dengan mengajukan upaya hukum banding ke Pengadilan Tinggi (PT) Pekanbaru.

Ikut Bertanggung Jawab
Dalam pertimbangan putusannya, majelis hakim menyatakan selain terdakwa Akir, juga terdapat tiga nama anggota DPRD Riau periode 2009-2014 yang turut bertanggung jawab dalam kasus ini.

"Adanya kerja sama yang erat antara terdakwa dengan saksi Johar (Firdaus), Suparman dan Riki Hariyansyah. Bertindak bersama-sama dengan kualitas sebagai orang yang turut serta," sebut Hakim Anggota Hendri, saat membacakan pertimbangan yuridis dalam putusan tersebut.

Karena adanya kerja sama yang erat, sehingga dalam konteks penyertaan, terdakwa dikategorikan pihak yang bersama-sama melakukan tindak pidana korupsi. Rangkaian perbuatan terdakwa bersama-sama Johar Firdaus, Suparman dan Riki Hariyansyah agar mempercepat proses pembahasan dan persetujuan.

Mereka diduga telah menerima janji untuk melakukan perbuatan, atau tidak melakukan perbuatan yang terkait dengan jabatan mereka.
 
"Dengan adanya janji tersebut telah menggerakkan terdakwa, dan anggota DPRD Riau. Terlihat dengan jelas DPRD tidak mempermasalahkan kembali SOTK (Struktur Organisasi dan Tatalaksana Kerja,red) dan persoalan lainnya dalam pembahasan APBD-P 2014," lanjut Hakim Hendri.

Dalam pembahasan APBD-P Riau tahun 2014 diketahui terdapat persoalan serapan anggaran, dan mata anggaran pembangunan rumah layak huni yang seharusnya dilaksanakan oleh Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Riau, dipindahkan ke Badan Pemberdayaan dan Pembangunan Desa Provinsi Riau
 
Persoalan pemisahan anggaran sesuai SOTK juga tidak menjadi kendala lagi. Hal ini sebelumnya menjadi pembahasan yang alot pada tingkat Badan Anggaran (Banggar) DPRD Riau kala itu. Pembahasan APBD Riau 2015 juga dinyatakan majelis hakim telah terbukti.

"Johar (Firdaus) meminta kepada anggota dewan untuk mengusulkan aspirasi masing-masing Rp2 miliar. Dengan adanya aspirasi itu secara susulan, maka Annas Maamun melakukan koreksi RAPBD 2015 di Cibubur. Unsur menerima janji telah terpenuhi," tegas Hendri.

Perbuatan terdakwa beserta Johar Firdaus, Suparman, dan Riki Hariansyah telah melakukan pelanggaran terhadap aturan tentang pengelolaan keuangan daerah. Pengesahan APBD seharusnya dilakukan berdasarkan Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) yang telah disepakati DPRD dan TAPD (Tim Anggaran Pemerintah Daerah) Riau.

Kenyataannya, setelah dilakukan kesepakatan atau MoU KUA-PPAS APBD Riau tahun 2015, sejumlah legislator DPRD Riau ternyata kembali memasukkan usulan anggaran aspirasi yang jumlahnya mencapai Rp2 miliar per anggota dewan. Perbuatan terdakwa dinilai telah memberi citra buruk bagi wakil rakyat, khususnya DPRD Riau. Perbuatannya juga mencederai kebijakan negara melawan tindakan korupsi.

Segera Diseret
Menyikapi pertimbangan majelis hakim tersebut, Ahmad Kirjuhari, meminta KPK segera memproses pertimbangan majelis hakim itu dengan menyeret mantan koleganya di DPRD Riau tersebut.

"Yang penting dari persoalan ini, bahwa siapa pun yang disebutkan, KPK harus menindaklanjutinya," ujarnya.

"Kita berharap KPK lebih sesegera mungkin menindaklanjuti. Tidak ada pidana korupsi yang dilakukan sendiri," sambungnya lagi.

Seperti diketahui, dalam kasus ini, KPK hanya menetapkan dua orang tersangka. Selain Ahmad Kirjuhari, tersangka lainnya adalah Gubri nonaktif, Annas Maamun. Namun sejauh ini, proses persidangan terhadap Annas Maamun belum digelar.

Dalam sidang-sidang sebelumnya nama-nama tersebut sering diucapkan oleh saksi-saksi dan terdakwa A Kir. Terkait jumlah uang yang diduga diterima Akir, hingga akhir persidangan, ia hanya mengakui menerima Rp900 juta. Tidak sebesar yang didakwakan JPU, yakni Rp1,10 miliar.

Sementara itu, salah seorang anggota tim JPU KPK, Tri Anggoro Mukti, menjelaskan, pihaknya akan menindaklanjuti putusan majelis hakim Pengadilan Tipikor Pekanbaru terhadap terdakwa Ahmad Kirjuhari. Termasuk, sejumlah nama mantan anggota DPRD Riau yang disebut-sebut turut bertanggung jawab dalam perkara ini.
"Putusan Hakim mengambil semua pertimbangan kita. Kita dalam waktu dekat akan melakukan ekspose kepada pimpinan menyangkut putusan tersebut," ujarnya, melalui pesan singkat usai persidangan.

Mengenai nama calon tersangka siapa yang akan didahulukan proses hukumnya, mantan Kepala Seksi Intelijen (Kasi Intel) Kejari Siak ini mengatakan, hal itu tergantung Jaksa KPK. "Masalah siapa yang akan didahulukan diajukan di penuntutan, itu kewenangan jaksa dalam pembuktian," jelasnya.

Hal ini, otomatis membantah mengenai status terdakwa Ahmad Kirjuhari yang ditetapkan sebagai tersangka sendirian dari kalangan DPRD Riau. Karena, dia diduga secara bersama-sama dengan ketiga nama yang belakangan muncul terlibat dalam suap dalam pengesahan dua APBD Riau ini.
"Terbukti di pengadilan jika mereka melakukan secara bersama-sama," tandasnya.(dod)