Novanto Terancam Sanksi Berat

Novanto Terancam Sanksi Berat

JAKARTA (HR)-Anggota Mahkamah Kehormatan Dewan, Sarifuddin Sudding, memberi sinyal Ketua DPR Setya Novanto bisa terkena sanksi berat. Pihaknya menilai, dugaan pelanggaran etik yang diduga dilakukan Setya Novanto makin terang setelah Presdir PT Freeport

Sudding
Maroef Sjamsoeddin memberi keterangan, dalam sidang yang digelar Kamis (3/12) kemarin.

"Tidak mungkin kita jatuhkan putusan dua kali ringan. Putusan itu akumulasi," terang Sudding di sela-sela skors sidang MKD di Gedung DPR, Kamis kemarin.

Dikatakan, Novanto pernah dijatuhi sanksi ringan berupa teguran, terkait pertemuannya dengan Donald Trump di Amerika Serikat, beberapa waktu lalu.

Sedangkan terkait kasus dugaan 'papa minta saham' kali ini, kemungkinan tingkatan sanksi berikutnya adalah sedang atau berat yang hukumannya berupa pemberhentian.

Dijelaskannya, sanksi bisa dikenakan karena dugaan pelanggaran etik Novanto dalam kasus permintaan saham sudah terang benderang. Terlebih saat rekaman yang diserahkan Sudirman Said sebagai pelapor terkonfirmasi oleh keterangan Maroef Sjamsoeddin.

"Pegangan saya sekarang, sudah terjadi pengkondisian (pemufakatan jahat dalam pertemuan Novanto -red)," ujar politisi Hanura itu.

"Sudah ada pemufakatan menjanjikan sesuatu dan masuk kualifikasi pelanggaran," tegasnya.

Lalu apakah MKD akan segera membentuk panel yang menunjukkan kasus ini indikasi pelanggaran berat? "Itu terlalu dini, sekarang masih proses (pemeriksaan saksi -red)," jawab Sudding.

Ada Potensi Kerugian Negara
Sementara itu, Presdir PT Freeport Maroef Sjamsoeddin dalam keterangannya di sidang MKD, menyebutkan pertemuan dengan Setya Novanto tidak patut dilakukan secara etika lantaran dia Ketua DPR. Tak hanya itu, Maroef menegaskan ada potensi kerugian negara jika pemufakatan jahat itu terjadi.

"Adakah hal dalam pertemuan itu menyangkut kerugian negara?" tanya Adies Kadir.
"Secara materil belum ada," jawab Maroef.

"Apakah ada indikasi kerugian negara?" tanya Adies lagi.
"Kalau dari pembicaraan itu bisa berpotensi (kerugian negara) kalau terjadi," tegasnya.

Kemudian politisi Golkar itu menanyakan alasan Maroef tidak melapor ke penegak hukum seperti KPK, saat tahu ada potensi kerugian negara dari pembicaraan yang diinisiasi oleh Novanto pada Juni 2015 lalu.

"Yang mulia, seperti saya sampaikan penaggungjawab substansi, saya laporkan kepada penanggungjawab sektor (Menteri ESDM -red)," ucap mantan Wakil Kepala BIN itu.

"Padahal kalau diteruskan ke penegak hukum, ujungnya juga kan pasti pemecatan Setya Novanto. Sama saja kode etik juga (akan kena -red)," timpal Adies.

Namun tak hanya itu, Maroef juga menegaskan dalam tanya jawab dengan Adis bahwa pertemuan meminta saham sekaligus menjanjikan penyelesaian kontrak PT Freeport adalah masalah etik. Dia belum melihat itu terkait hukum.

"Tidak ada terkait hukum. Tapi tidak benar dilakukan dan menyangkut etika," ucap Maroef.

Sementara itu, Kapolri Jenderal Badrodin Haiti menyebut bahwa hal yang hampir sama ada potensi penipuan atas pertemuan yang dinisiasi Novanto dengan Reza Chalid mengundang Maroef membicarakn bisnis PT Freeport.
"Seperti yang saya sampaikan ini bisa saja ini ada tindakan penipuan dari sisi PT Freeport apabila ini merasa dirugikan," ujarnya.

Kembali ke persidangan, Maroef Sjamsoeddin juga membenarkan, dalam pertemuan ketiga antara dirinya, Riza Chalid dan Setya Novanto, yang direkam tersebut, ada pembicaraan soal bagi-bagi saham.

"Dari 20 persen itu dibagi 11 persen untuk Presiden dan 9 persen untuk Wapres. Kemudian ada permintaan hydropower plant," ujarnya.

Hal ini sama persis dengan transkrip pembicaraan yang sudah diputar MKD pada hari Selasa kemarin. Maroef juga membenarkan ada respons dari Novanto terkait bagi-bagi saham itu.

Menurutnya, bincang-bincang soal minta saham itu, juga disampaikannya kepada CEO Freeport International James Robert Mofett, atau Jim Bob. Reaksi Jim Bob kala itu cukup keras.
"Jim Bob bilang kalau kamu mau masukkan saya ke penjara, lakukan," ungkap Maroef.


Menurutnya, Jim Bob kaget ketika diberi tahu terkait hal itu. Menurut Jim Bob, jika itu dilakukan, maka dia bisa terkena UU Foreign Corrupt Practices Act (FCPA). UU ini melarang perusahaan asal AS menyuap pegawai pemerintahan di negara tujuan investasi.

Ditambahkan Maroef, urusan pemberian saham bukan kewenangan presiden direktur Freeport, namun harus melalui persetujuan internasional. Karena itu, dia langsung melapor pada Jim Bob.
"Ini menunjukkan integritas saya dan transparansi saya pada perusahaan, dan saya tahu ini melanggar," ujarnya lagi. (bbs, kom, dtc, ral, sis)