Menghadapi Pasar Masyarakat Ekonomi ASEAN

Seminar Harmonisasi Hukum FH UIR

Seminar Harmonisasi Hukum FH UIR

PEKANBARU (HR)-Mahasiswa Jurusan Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Islam Riau (UIR) menggelar Seminar Harmonisasi Hukum, guna memberikan trik menghadapi pasar Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), Sabtu (21/11).

Pada kegiatan yang digelar Gedung Seminar antai 3 Fakultas Hukum UIR tersebut, turut dihadiri oleh anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI asal Riau, Abdul Gaffar Usman, dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Riau, Ade Hartati Rahmat.

Sementara dari pihak UIR sendiri tampak Dekan Fakultas Hukum UIR, Prof Syafrinaldi dan Kabag Himpunan Mahasiswa Hukum Internasional UIR, S Parman SH MH.

Syafrinaldi dalam sambutannya kala membuka kegiatan yang diikuti seluruh mahasiswa Fakultas Hukum UIR tersebut, mengatakan kalau Indonesia, khususnya Riau, dirasa belum begitu siap menghadapi MEA. Hal tersebut dilihat dari kebijakan dan perhatian pemerintah terhadap pelaku usaha dalam hal mempatenkan karyanya. Selain itu juga Sumber Daya Manusia yang dirasa belum mampu bersaing.

"Meskipun negara Indonesia terbesar di Asia Tenggara, namun Indonesia negara terkecil dalam hal karyanya," ungkap Syafrinaldi.

"Kalau kita mau berubah, dirubah dari rancangan UU (Undang-Undang,red) Paten itu sendiri. Karena UU paten berlaku global yang harus dipatuhi dan diikuti negara-negara termasuk indonesia," lanjutnya.
Lebih lanjut, Syafrinaldi juga menantang Pansus dari DPR RI untuk membuat pasal baru yang berisi adanya pemaksaan dan ketentuan mewajibkan dianggarkan sekurang-kurangnya 0,5 persen dari APBN, ditambah 0,5 persen dari APBD untuk anggaran Riset.

"Kalau itu yang dilaksanakan, maka propinsi di Indonesia akan sama dengan negara-negara maju lainnya," tegas Syafrinaldi.
Selain itu, Syafrinaldi juga memberikan masukan kepada dewan, agar merubah sanksi pidana terhadap pelanggar hak paten. Selama ini, sebutnya, pemerintah masih mengusulkan maksimal 2 tahun sanksi pidana bagi pelanggar. Hal ini, menurutnya, berpeluang bagi polisi dan jaksa dalam bermain pasal, karena ancaman hanya selama lamanya 2 tahun dan denda yang minim.

"Bisa saja dijerat pidana hanya 1 hari penjara dan denda Rp100 ribu rupiah, cukup. Seharusnya pidana sekurang-kurangnya 2 tahun, denda sekurang-kurangnya Rp 2 miliar. Kita persempit arena bermain penegak hukum," tegasnya.
Sementara itu, anggota DPD RI Abdul Gaffar Usman memberikan trik khusus dalam menghadapi MEA. Sebab, nantinya akan banyak pelaku usaha dari berbagai negara di ASEAN masuk ke Indonesia. Dikatakannya, orang yang berpikir normal, minimal punya manfaat saat berhadapan dengan orang lain.

"Kita wajib menang, saat menghadapi orang lain. Jangan sampai kalah, kalau jumpa orang lain harus ada manfaatnya," terang Gaffar. Sedangkan anggota DPRD Riau, Ade Hartati lebih menyindir bagaimana kesiapan pemerintah dalam melindungi masyarakatnya untuk menghadapi MEA. "Kesiapan pusat bagaimana, daerah bagaimana, regulasinya dulu yang harus disiapkan. UU konsumen. ?Kesiapan berpikir makro, sehingga melindungi masyarakat kita menghadapi ekonomi ASEAN," papar Ade Hartati.

Sementara itu, Kabag Himpunan Mahasiswa Hukum Internasional S Parman SH MH yang juga selaku dosen, menjelaskan beberapa aspek dalam menghadapi kerasnya kehidupan ekonomi dalam pasar MEA.
Misalnya, aspek hukum perdagangan internasional, adanya pertukaran barang dan jasa yang melibatkan antar negara, yang menjadi tanda adanya perdagangan Internasional.

"MEA itu sangat luas, jadi nanti tidak bisa kita pungkiri banyak barang dari luar masuk ke Indonesia. Lalu bagaimana barang yang akan kita kirim ke luar? Sangat sedikit sekali hasil karya kita," kata Parman.
Dalam hal ini, lanjutnya, barang-barang berlaku secara bebas, tidak ada tarif atau pajak. Selain itu juga soal tenaga kerja, serta bergerak bebasnya modal masuk ke Indonesia. "Ini yang menjadi tantangan bagi Indonesia, sebenarnya yang kita upayakan bagaimana kita tidak menjadi konsumen di negara kita saja, tapi menjadi produsen di negara lain," terangnya.

"MEA ini melibatkan 600 juta penduduk. 40 persennya merupakan Warga Negara Indonesia (WNI). Kesiapan dini, adalah dengan cara bekali diri dengan berbahasa asing," tandasnya.(dod)