DPK Kembali Jadwalkan Pembahasan UMK

DPK Kembali Jadwalkan Pembahasan UMK

DUMAI (HR)- Nominal upah minimum kota hingga pekan lalu belum kelar. Sehingga, Dewan Pengupahan Kota kembali menjadwalkan pembahasannya.

Terkait hal ini, Ketua DPK Dumai Syamsuddin, menyebutkan rapat pembahasan UMK 2016 di Kantor Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Dumai masih mengalami kebuntuan. Maka rencananya dalam waktu dekat akan dilakukan pembahasan perihal UMK Dumai 2016.
"Pembahasan akan dijadwalkan kembali. Sebab pada pertemuan kemarin belum ada kesepakatan," ujar Syamsuddin, Sabtu (14/11).

Dijelaskan, UMK Dumai pada 2015 mencapai Rp2,2 Juta. Jumlah ini besar dari Upah Minimun Provinsi (UMP) Riau 2015 yang hanya Rp1.878.000.
Sesuai data Disnakertrans Dumai, UMK Dumai sejak 2012 mencapai kenaikan. Pada 2012 mencapai Rp1.287.600. Lalu pada 2013, UMK Dumai mencapai Rp1.490.000 dan pada 2014 UMK Dumai mencapai Rp1.995.552.
Diwartakan sebelumnya, Serikat buruh dan pekerja di Dumai, mengusulkan Upah Minimum Kota (UMK) sebesar Rp2,58 juta. Jumlah ini lebih besar dari Kebutuhan Hidup Layak (KHL) Dumai 2015 yang mencapai Rp2,57 Juta.

Nominal usulan tersebut, karena para buruh dan pekerja ingin mengantisipasi kenaikan harga. Seperti tarif dasar listrik, bahan bakar minyak dan kebutuhan pokok lainnya yang makin hari kian melonjak. "Kami tidak akan diam dengan molornya keputusan UMK ini. Apalagi kami sudah kawal sidang ini sejak awal," ujar Ketua SBSI Kota Dumai Hasrizal.

Menurutnya, jika ketetapan UMK 2016 tidak kunjung disahkan, para buruh mengancam mogok bersama. Hal ini tentu berdampak pada perusahaan. Sehingga untuk sementara tidak ada aktifitas pada perusahaan tersebut. "Buruh yang tergabung di serikat akan mogok jika tidak kunjung disahkan, sesuai permintaan," tegasnya.

Sementara, Ketua DPC Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Dumai Nurdin Budin, menyebut Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 tahun 2015 belum bisa diterapkan langsung. Terutama saat menentukan UMK Dumai pada tahun 2016. Sebab saat ini masih dalam masa transisi.

Oleh karena di tingkat Pusat, peraturan ini masih dilakukan tinjauan hukum atau judicial review. Ada satu pasal yang mengharuskan perusahaan untuk menentukan skala upah.  "Sehingga pihak perusahaan diharuskan melakukan survei terhadap skala upah. Nantinya jumlah upah semakin beragam. Bahkan bisa berujung perusahaan merasa keberatan untuk membayarkan upah tersebut," paparnya. (zul)