Menko Darmin

BI Sudah Seharusnya Pangkas Suku Bunga

BI Sudah Seharusnya Pangkas Suku Bunga

Jakarta (HR)-Sejumlah desakan muncul dari berbagai pihak kepada Bank Indonesia agar mau menurunkan tingkat suku bunga acuan yang saat ini masih berada di level 7,5 persen. Di sisi lain, BI dinilai, masih khawatir penurunan suku bunga bakal berimbas negatif terhadap nilai tukar rupiah.

Salah satu desakan agar BI menurunkan suku bunganya datang dari Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution. Menurut mantan Gubernur BI tersebut, saat ini bank sentral memiliki peluang untuk menurunkan suku bunga acuannya. Ia menilai realisasi pergerakan inflasi tahun ini cukup terkendali, sehingga gap antara BI rate dengan inflasi sudah sangat jauh.

"Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) membaik, defisit transaksi berjalan mengecil. Kalau diurut, makin lengkap alasan untuk mengatakan BI ada peluang," kata Darmin saat ditemui di Hotel Borobudur, Jakarta, Rabu (4/11).
Sebelumnya Darmin pernah menyebut peluang tersebut muncul karena pen-capaian deflasi pada Oktober ini sebesar 0,08 persen semakin memicu jarak Real Interest Rate (RIR) kian besar. RIR merupakan selisih antara BI rate dengan inflasi.

"Nanti akhir tahun ini inflasi di bawah 4 persen atau 3,6 persen lah. Padahal BI rate-nya 7,5 persen, jadi ada selisihnya sekitar 4 persen. Tidak pernah itu. Biasanya bedanya cuma 1 persen," kata Darmin.
Dengan selisih ini katanya, BI mempunyai ruang untuk menurunkan BI rate. Hanya saja, Darmin mengaku BI tetap bertahan pada suku bunga tinggi karena alasan fluktuasi nilai tukar rupiah.

"Kalau dilihat itu (gap), tingkat bunganya ada ruang untuk turun. Tapi kenapa tidak turun? Dia (BI) masih takut sama goyang-goyangnya rupiah, kurs rupiah masih agak volatile," katanya.
Permintaan Kredit Berkurang

Mantan Gubernur BI itu mengatakan jika selisih antara BI rate dan inflasi terlalu lebar, imbasnya ke perekonomian Indonesia adalah orang akan lebih senang menyimpan uangnya ketimbang melakukan pinjaman ke perbankan nasional.
Sebagai informasi, BI mencatat neraca pembayaran Indonesia pada kuartal II 2015 mengalami defisit sebesar US$2,93 miliar, minus US$4,23 miliar dari capaian di kuartal I kemarin yang masih mencetak surplus di angka US$1,3 miliar.
Menurut Gubernur BI Agus Martowardjojo, defisit transaksi berjalan diperkirakan bakal menyempit di kisaran 2 persen hingga 2,1 persen pada akhir 2015. Proyeksi angka ini lebih rendah dibanding pencapaian tahun lalu sebesar 3,1 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).

"Kondisi ini juga didukung neraca perdagangan yang surplus sejak Januari-September 2015. Ini konsisten menunjukkan perbaikan fundamental ekonomi Indonesia," katanya.
Sementara itu, ia menilai normalisasi kebijakan The Federal Reserves soal kepastian penaikan tingkat suku bunga menjadi perhatian Indonesia di tahun ini atau tahun depan. Ketiga, ia melihat adanya tantangan berlanjutnya penyesuaian harga komoditas.(cnn/mel)