n Sidang Dugaan Suap APBD Riau n Hadirkan Saksi Penting

Saksi Akui Serahkan Uang untuk Akir

Saksi Akui Serahkan Uang untuk Akir

PEKANBARU (HR)-Staf Bagian Keuangan Setdaprov Riau, Suwarno, mengakui telah menyerahkan uang kepada mantan anggota DPRD Riau, Ahmad Kirjuhari. Uang itu diduga sebagai pelicin untuk memuluskan pengesahan APBD Perubahan Riau tahun 2014 dan APBD Riau tahun 2015.

Hal itu diungkapkannya saat memberi kesaksian dalam sidang di Pengadilan Tipikor Pekanbaru, Rabu (28/10).



Saksi
Sidang kemarin mengagendakan pemeriksaan saksi dengan terdakwa Ahmad Kirjuhari.
Dalam sidang kemarin juga mengungkapkan banyak fakta yang disampaikan saksi lainnya. Di antaranya Ketua Palang Merah Indonesia (PMI) Riau, Syahril Abubakar, mantan Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Said Saqlul Amri, mantan anggota DPRD Riau, Solihin Dahlan serta petugas penjaga Kantor Gubernur Riau, Burhanuddin.
Diungkapkan Suwarno, Wan Amir Firdaus yang kala itu menjabat sebagai Asisten II Setdaprov Riau memintanya menyerahkan 'surat' kepada terdakwa Ahmad Kirjuhari. Surat tersebut maksudnya adalah sejumlah uang yang digunakan sebagai 'pelicin' untuk memuluskan pengesahan APBD P Riau tahun 2014 dan APBD Riau tahun 2015.
Permintaan untuk menyerahkan 'surat' itu disampaikan Wan Amir Firdaus kepada Suwarno melalui pesan singkat.

"Yang dimaksud dengan 'surat' ini kode ya?," tanya Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Pulung Rinandoro.
"Iya pak," jawab Suwarno.

Diungkapkan Suwarno, uang sebesar Rp1,2 miliar tersebut diserahkannya kepada terdakwa Ahmad Kirjuhari, di basemen Gedung DPRD Riau.

Uang tersebut berasal dari pinjaman yang dimintai tersangka lainnya, yakni Gubri nonaktif Annas Maamun, dari sejumlah pihak. Rinciannya, sebanyak Rp110 Juta dibebankan kepada Kepala Biro Umum melalui Suwarno. Selain itu uang juga diminta dari mantan Kepala BPBD Riau Said Saqlul Amri sebesar Rp500 juta. Ketua PMI Riau Syahril Abu Bakar  juga ikut 'menyumbang' Rp400 juta. Sedangkan yang berasal dari Annas Maamun sendiri sebanyak Rp190 juta.

Dituturkan Suwarno, uang itu diberikan kepada terdakwa dengan menggunakan satu tas punggung hitam dan dua shopping bag. Ketiga tas berisi uang itu diserahkannya kepada terdkwa pada hari Senin, 1 September 2014 lalu, usai Salat Magrib.

Ketika itu, ia ditemani Burhanuddin, petugas jaga Kantor Gubernur Riau. Burhanuddin juga dihadirkan sebagai saksi pada persidangan kali ini.

"Saya memindahkan dibantu pak Burhanudin, ke mobil Pak Kirjuhari. Mobil pak Kir waktu itu Yaris," terang Suwarno yang diaminkan saksi Burhanuddin.

Uang tersebut, lanjut Suwarno, berkaitan dengan pengesahan APBD P Riau 2014 dan APBD Riau 2015 yang dimintakan oleh Annas Maamun untuk disahkan oleh anggota DPRD Riau periode 2009-2014 yang kala itu dalam hitungan hari akan berakhir masa jabatannya.

"Karena Pak Annas (Maamun) menginginkan pengesahan APBD segera bisa dilaksanakan," terang Suwarno lebih lanjut.

Diubah Lagi
Tak hanya itu, Suwarno menambahkan, Kebijakan Umum Anggaran Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) yang ketika itu telah disepakati dan ditandatangani dalam bentuk nota kesepahaman atau MoU, belakangan diketahui diubah oleh Annas Maamun. Tersangka ketika itu mengubahnya di Cibubur, Jawa Barat, sebelum diserahkan ke Kementerian Dalam Negeri.
 
Ketika itu Suwarno langsung yang membawanya ke Annas Maamun di Cibubur. Di sana Annas Maamun mengubahnya sesuai keinginannya. Ada beberapa kegiatan yang diubah diduga untuk kepentingannya.
Pengubahan alokasi anggaran dilakukan untuk mata anggaran dana Aspirasi Dewan. Sejumlah alokasi anggota DPRD kala itu dipotong untuk dimasukkan ke alokasi anggaran untuk kegiatan yang dimasukkan langsung oleh Annas Maamun.

"Pak Gubernur melakukan koreksi dengan mengurangi aspirasi DPRD. Ada aspirasi yang belakangan diusulkan oleh anggota DPRD kepada Annas Maamun setelah MoU ditandatangani. Umpamanya aspirasi dewan Rp1 miliar, dikurangi. Nah inilah yang digunakan untuk program yang baru dari Pak Gubernur," terangnya.
 
Usulan memasukkan dana aspirasi tersebut sebelumnya disampaikan Johar Firdaus selaku Ketua DPRD Riau kala itu di ruang kerjanya. Ia meminta anggota DPRD Riau memasukkan anggaran dana aspirasi sebesar Rp2 miliar.
 
Sementara itu, saksi lainnya, Syahril Abubakar yang merupakan Ketua PMI Riau, membantah jika dirinya mengetahui kalau uang tersebut untuk diberikan kepada Anggota DPRD Riau. Jaksa kemudian memutar rekaman pembicaraannya dengan Annas Maamun.
Dalam rekaman disebutkan jika Annas Maamun meminta Syahril untuk menyediakan uang sebanyak Rp400 juta. Uang tersebut dikumpulkan dalam sejumlah amplop dengan isi masing-masing Rp20 juta.

Sedangkan saksi Said Saqlul Amri yang kala itu menjabat Kepala BPBD Riau, juga mengaku dimintai sejumlah uang oleh Annas Maamun. "Pernah dimintai uang oleh Pak Gubernur senilai Rp500 juta. Katanya meminjam," sebut Said di hadapan majelis hakim yang diketuai Masrul.

Dalam persidangan tersebut, Said Saqlil mengaku perbuatan mengumpulkan uang itu tidaklah benar. Dia juga mengaku takut karena Gubernur Riau meminjam uang untuk menyuap sejumlah anggota DPRD Riau periode 2009-2014. "Saya takut. Saya rasa ini sudah tidak benar," katanya lebih lanjut.

Meskipun takut, Said Saqlul tetap saja mengumpulkan uang pelicin tersebut, dan mengantarkan uang tersebut ke rumah dinas Gubernur Riau di Jalan Diponegoro. Uang diserahkan langsung kepada Annas Maamun.

Diingatkan Hakim
Saksi lainnya, yang juga merupakan anggota DPRD Riau periode 2009-2014, Solihin Dahlan, sempat diingatkan majelis hakim untuk memberikan keterangan yang benar. Ia dinilai memberikan keterangan berbelit-belit dan enggan menjawab jujur pertanyaan majelis hakim dan Jaksa.
"Diingatkan kepada saudara. Saudara disumpah jangan berkata bohong," ingat Hakim Ketua, Masrul.

Peringatan tersebut bernula saat saksi Solihin Dahlan menjawab tidak mengetahui hubungan pengembalian uang yang dilakukannya bersama Riki Hariyansyah terhadap pengesahan APBD Riau 2015 kala itu. Sebelumnya Solihin menerima uang Rp30 juta dari terdakwa Akir. Uang ini diakuinya digunakan untuk perbaikan mobil dinasnya sebesar Rp10 Juta dan sisanya untuk keperluannya. Belakangan uang tersebut seluruhnya dikembalikannya ke Penyidik KPK.

"Pernah (menerima uang terkait pengesahan APBD). Saya lupa tanggalnya. Seminggu setelah masa jabatan habis. Dia tidak mengatakan ini uang APBD. Beliau (Akir,red) langsung kasih. Saya tanya uang apa ini. Beliau diam saja," terang Solihin.

Keputusan pengembalian uang tersebut ke KPK dilakukannya ketika Riki Hariyansyah menghubunginya melalui sambungan telepon. Dalam percakapan tersebut, Riki mengatakan bahwa uang tersebut berkaitan dengan APBD Riau 2015.
"Saya diskusi dengan Riki, ini uang apa. Makanya kita simpulkan kembalikan saja (ke KPK)," paparnya.
 
Lebih lanjut, Solihin Dahlan juga menyebut jika pembahasan APBD Riau 2015 kala itu tidak disetujui oleh anggota DPRD Riau, Zukri Misran. Ini diketahui setelah Jaksa KPK memutar rekaman pembicaraan telepon antara Solihin Dahlan terdakwa Akir.

Jaksa memutuskan memperdengarkan rekaman sadapan telepon tersebut karena Solihin Dahlan berbelit-belit menjelaskan keterkaitan antara uang yang diterima sebagian anggota Dewan dengan pengesahan APBD kala itu.
"Pernah saudara sebutkan jika APBD ini dijegal Zukri," ujar Jaksa mencecar Solihin.

Atas pertanyaan itu, Solihin membantahnya, selanjutnya diperdengarkan lah rekaman pembicaraan yang telah disadap KPK sebelumnya. "Zukri ini Bang. Zukri nampak betul arogannya, Bang, sok dia," begitu sepenggal rekaman Solihin Dahlan berbicara kepada terdakwa melalui sambungan telepon.

Pembicaraan tersebut terjadi ketika APBD 2015 belum disahkan oleh legislator kala itu. Jaksa KPK menyebut jika pengesahan APBD 2015 kala itu tidak seluruhnya disetujui anggota Dewan. Inilah yang kemudian dikaitkan dengan pemberian uang kepada mereka oleh Annas Maamun, yang juga ditetapkan sebagai tersangka.(dod)