n Polri Usut Pemegang Saham 27 Perusahaan n Tersangka Karhutla Bertambah Jadi 46

Petinggi PT LIH Dijebloskan ke Penjara

Petinggi PT LIH Dijebloskan ke Penjara

PEKANBARU (HR)-Setelah menjalani pemeriksaan selama enam jam, Frans Katihokang (48), administratur PT Langgam Inti Hibrindo di Pelalawan, akhirnya harus mendekam di balik sel Mapolda Riau. Hal itu terkait kasus dugaan pembakaran hutan dan lahan, yang kini tengah menjeratnya.

Sehari sebelumnya, Frans ditangkap penyidik Polda Riau
Petinggi
saat berada di mess sebuah perusahaan perkebunan sawit di Sumatera Barat dan langsung dibawa ke Mapolda Riau. Hal itu terkait status tersangka yang ditetapkan terhadap dirinya. Hal itu berkaitan dengan kebakaran di areal Hak Guna Usaha (HGU) PT Langgam Inti Hibrindo (LIH) di Desa Pangkalan Gondai, Kecamatan Langgam, Kabupaten Pelalawan seluas 500 hektare.

Frans sendiri resmi mendekam di sel Mapolda Riau sejak Kamis (17/9) sekitar pukul 11.30 WIB. Pantauan di Polda Riau, dengan mendapat pengawalan ketat dari pihak kepolisian dan didampingi Penasahat Hukumnya, Frans Katihokang digiring menuju sel tahanan Mapolda Riau. Saat itu, Frans mengenakan kacamata, sweater warna abu-abu, dan masker Dirinya hanya tertunduk dan memilih enggan menjawab pertanyaan sejumlah awak media.
"Penahanan dilakukan untuk menghindari tersangka mempengaruhi saksi," ujar Kabid Humas Polda Riau, AKBP Guntur Aryo Tejo, Kamis (17/9).

Diterangkan Guntur, dalam enam jam pemeriksaan yang dilakukan penyidik, Administratur PT LIH tersebut dicecar sebanyak 62 pertanyaan. "Pertanyaan penyidik terkait dugaan kelalaian jabatan, sehingga berujung pada terbakarnya ratusan hektare lahan PT LIH di Pelalawan," lanjut Guntur.

Dalam kasus ini, Frans Katihokang dijerat dengan Pasal 98 ayat (1) Undang-Undang (UU) RI Nomor 32 tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, dengan maksimal kurungan penjara 10 tahun dan denda Rp10 miliar

Pucuk Pimpinan
Sementara itu, Wakil Direktur Reserse Kriminal Khusus (Wadir Reskrimsus) Polda Riau, AKBP Ari Rahman mengatakan, bahwa tidak menutup kemungkinan kalau hasil pemeriksaan dan penyidikan yang dilakukan akan mengarah kepada tersangka lainnya, termasuk pucuk pimpinan PT LIH.
"Bisa saja. Makanya kita terus dalami, karena indikasinya kelalaian tersebut mungkin juga diketahui pihak lain," imbuh Ari Rahman.

Lebih lanjut, Ari menyebut ada lebih dari 10 perusahaan perkebunan di Riau yang terindikasi kebakaran lahan, dan sebagian besar berada di Kabupaten Indragiri Hulu dan Indragiri Hilir.
"Kita akan cek bersama ahli. Apakah perusahaan ini memiliki fasilitas dan alat pemadaman kebakaran lahan. Lebih dari 10," pungkas Ari.

Bertambah Jadi 46 Orang
Ditambahkan Guntur Aryo Tejo, saat ini jumlah tersangka Karhutla yang ditangani pihak Kepolisian terus bertambah menjadi 46 orang. "Dari masing-masing Polres di Riau, tercatat ada 46 tersangka Karhutla bersama 1 koorporasi yakni PT LIH," ujar Guntur.
 
Lebih lanjut dikatakan Guntur, 46 tersangka tersebut termasuk dalam 41 Laporan Polisi (LP) di masing-masing Polres. Sementara Polda Riau sendiri menangani penyidikan terhadap 1 tersangka yakni Frans Katihokang selaku Administratur PT LIH.

27 Perusahaan
Dari Jakarta, Kapolri Jenderal Badrodin Haiti menuturkan, Polri sedang menyelidiki 27 perusahaan yang diduga berkaitan dengan kasus Karhutla di Indonesia. Penyelidikan termasuk apakah pemegang saham perusahaan itu berasal dari luar Indonesia.
"Ini yang masih mau diselidiki, kita lakukan penelitian, apa pemegang saham (di perusahaan) ada asing atau tidak," terangnya.
Dari nama-nama perusahaan yang diduga berkaitan dengan kebakaran hutan, polisi menyelidiki siapa direksi, komisaris, hingga pemegang sahamnya. Badrodin tidak mau buru-buru menyatakan ada perusahaan asing dari negara tertentu yang terlibat.
"Kita harus teliti dulu, jangan mengatakan itu perusahaan asing," ucapnya.

Dalam kasus ini, aparat penegak hukum akan menerapkan sanksi berlapis bagi pihak perusahaan yang terbukti terlibat Karhutla. "kita mau kenakan UU Lingkungan Hidup, UU Kehutanan atau perkebunan, itu kan bisa. Oleh karena itu, pemiliknya kalau itu memang terlibat langsung bisa saja, tapi ya apa itu instruksi dari situ? Harus ada fakta-fakta hukum menguatkan itu," paparnya.

Dia mengungkapkan bahwa sanksi pencabutan izin usaha merupakan kewenangan Kemenhut. Wewenang polisi adalah memberikan sanksi pidana. "Ada yang 10 tahun (pidana), ada yang minimal 3 tahun," ungkapnya.

Sebelumnya, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya menyebut pihaknya baru menerima indikasi dari timnya. Siti tidak mau bicara banyak soal profil perusahaan tersebut sebelum hasil penyelidikan mendalam dari polisi.
"Baru dapat indikasi laporan dari tim lapangan," ujarnya ketika itu.

Saat ini, ada 7 korporasi yang sudah ditetapkan sebagai tersangka. Ketujuh perusahaan itu adalah PT PMH di OKI Sumsel dengan tersangka Jlt, PT RPP di Sumsel dengan tersangka P, PT RPS di Sumsel dengan tersangka S, PT LIH di Riau dengan tersangka Fk, PT GAP di Sampit Kalteng dengan tersangka S, PT MBA di Kapuas, dengan tersangka Grn dan PT ASP di Kalteng dengan tersangka Wd.

Ada pula 20 korporasi yang saat sedang dilakukan penyelidikan. Perusahaan itu adalah, PT WAJ, PT KY, PT PSN, PT RHN, PT PH, PT QS, PT REB, PT MHP, PT PN, PT TJ, PT AAN, PT MHP, PT MHP (berbeda tempatnya), PT SAP, PT WMAI, PT TPR, PT SPM, PT GAL, PT SBN dan PT MSA.

Cari Aktor Intelektual
Sementara itu, Jaksa Agung Agung RI Muhammad Prasetyo menilai, pengusutan kasus Karhutla harus dilakukan hingga ke akarnya, dalam hal ini adalah aktor intelektualnya. Yang ini juga harus diseret hingga ke meja hijau.

"Kalau selama ini yang dijerat pelakunya yang di lapangan, itu kan yang melakukan saja. Saya berharap, cari pelaku intelektualnya siapa, dugaan kita orang suruhan saja (yang membakar hutan). Kita harus cari siapa di belakang mereka," ujarnya.

Prasetyo menyadari bahwa institusi yang dipimpinnya yaitu Kejaksaan Agung beserta jajarannya tak memiliki wewenang dalam ranah penyidikan. Oleh sebab itu, dia berharap penyidik yaitu dari Polri dan PPNS Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan bisa lebih menggali siapa pelaku di belakang kasus pembakaran hutan selama ini.

Sejumlah kasus pembakaran hutan telah diproses sejak zaman pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang kini dipegang Jokowi. Titik akhir proses hukum yaitu di Mahkamah Agung (MA) pun telah mengeluarkan sejumlah vonis kasasi.

Sebut saja seperti PT Kallista Alam yang terbukti membakar 1.000 hektare hutan. MA menjatuhkan vonis denda kepada perusahaan tersebut sebesar Rp 366 miliar yang termasuk vonis tertinggi untuk pelaku perusakan lingkungan sepanjang sejarah di Indonesia. (dod, bbs, dtc, ral, sis)