Haji, Antara Makbul, Mabrur dan Mardud

Haji, Antara Makbul, Mabrur dan Mardud

Rasulullah bersabda: “Haji Mabrur tiada lain balasannya kecuali surga”. Begitu luhur balasannya membuat manusia berkeinginan kuat untuk mendapatkannya. Sehingga rukun Islam kelima ini telah menjadi rukun yang paling populer.
Kita bersyukur tiap tahun umat Islam di Indonesia sekitar 240.000 orang menunaikan ibadah haji. Jika dihitung semenjak reformasi (17 tahun)  tentu yang sudah naik haji lebih kurang 4 juta orang. Katakanlah yang masih hidup 3,5 juta, sebuah jumlah yang cukup besar.
Memang tak ada perhelatan terbesar di dunia yang lebih besar dari ibadah haji. Jutaan umat manusia berkumpul dan menyerukan talbiyah, meng-Esakan Allah SWT. Seluruh rangkaian ibadah haji tersebut sarat dengan makna dan penuh hikmah.
Guru besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof. DR. Nazarudin Umar mengatakan: “Perjalanan haji yang kaya dengan nilai nilai spiritual tersebut harus benar-benar membawa pulang haji mabrur. Setelah sekian banyak dana yang dikeluarkan dan sekian tahun lamanya menunggu. Setelah berkesempatan ke Tanah Suci jangan-jangan pulangnya hanya membawa ha ji mardud”.
Ada Haji Makbul, ada Haji Mabrur dan ada Haji Mardud. Haji Makbul yaitu ibadah hajinya sekadar memenuhi syarat dan rukun haji. Haji Mardud yaitu haji yang ditolak karena tidak memenuhi syarat dan rukun, sedangkan Haji Mabrur yaitu haji yang diterima walaupun kemabrurannya akan diukur setelah pulang dari Tanah Suci, apakan ada perubahan ke arah yang lebih baik dari sebelum naik haji.
Perilaku Haji Mabrur betul-betul menampakkan perubahan perubahan yang mendasar, menjadi pionir dalam menegakkan dan menjunjung tinggi ajaran Islam. Mereka sesungguhnya adalah agen-agen perubahan ke arah yang lebih baik serta menjadi teladan dalam masyarakat. Inilah orang-orang yang balasannya surga diberi Allah.
Melihat kondisi bangsa kita akhir-akhir ini di mana kemungkaran merajalela, krisis moral sekaligus krisis kepemimpinan serta krisis keteladanan, sedang kita nikmati di negeri tercinta ini. Jika direnungkan secara mendalam dan jujur, barangkali tak salah jika banyak masyarakat mengatakan bahwa sebagian besar masyarakat kita yang sudah menunaikan haji sepertinya tidak mabrur.
Barangkali saja hajinya hanya makbul atau malah banyak pula yang mardud. Logikanya, dari 3,5 juta masyarakat yang sudah haji dianggap mabrur, akal sehat akan mengatakan tidak akan terjadi krisis separah ini terutama krisis moral dan keteladanan. Etika dan sopan santun semakin jauh. Rasa malu sudah menipis, orang berbuat seenaknya karena tidak ada rasa malu. Inilah renungan buat kita terutama calon haji dan yang sudah menunaikan haji.
Namun kita tetap berdoa agar masyarakat kita yang telah menunaikan ibadah haji akan mendapatkan haji mabrur yang akan menjadi pionir dan teladan di tengah masyarakat luas sekaligus akan mewarnai kehidupan berbangsa dan bernegara. Yaitu kehidupan yang aman, damai santun dan beretika. Jauh dari sombong, ujub, kekerasan anarkis dan zalim. Itulah negeri idaman kita, baldhotun thoyyibatun warobbun ghofur. Yang insya Allah dapat dicapai melalui mabrur.
Mari kita tanya diri kita masing-masing dan dijawab dengan jujur, apakah haji kita betul-betul mabrur atau hanya maqbul dan jangan-jangan mardud. Wallahua’lam.***
Pengamat sosial dan keagamaan/mubaligh IKMI Riau.