KPK Minta Menteri Tertibkan Izin Usaha Lahan

KPK Minta Menteri Tertibkan Izin Usaha Lahan

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pernah meminta sejumlah kementerian untuk mencabut izin alih fungsi lahan. Kementerian tersebut di antaranya Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Agraria dan Tata Ruang, serta Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.

"Soal izin memang perlu penertiban. Misal soal mineral dan batu bara, kita kaji bahwa Izin Usaha Pertambangan (IUP) atau Kuasa Pertambangan (KP) di Indonesia," ujar komisioner KPK Zukarnaen di kantornya, Jakarta, tahun lalu.

Sejauh ini, ia mengatakan sudah ada 10.900 IUP yang dikeluarkan oleh kepala daerah. "Dari itu, IUP yang clear masih ada waktu itu 4.800," ujarnya.
Sementara izin lainnya tidak bersih dan bermasalah.
Hal tersebut terungkap ketika ada pertemuan antara 12 kementerian dan kepala daerah di 12 provinsi pada tahun 2014. "Kami dorong untuk segera menertibkan agar clean and clear," katanya.

Hingga saat ini, banyak IUP yang sudah ditarik kembali. "Kotor karena tumpang tindih, ada yang di hutan lindung. Lalu tidak ada Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Selain itu, NPWP asal dan alamat tidak jelas. Harusnya tidak di-berikan (izin), maka kita desak untuk ditertibkan," ujarnya.

Menurutnya, penertiban tersebut berkorelasi dengan meningkatnya Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). "Dampaknya, PNBP intansi terkait meningkat signifikan, penerimaan Dinas Pertambangan juga meningkat," ucapnya.

Alih Fungsi Hutan
Selain itu, Zulkarnaen juga menyoroti permasalahan alih fungsi kawasan hutan. Untuk mengantisipasi hal serupa tetap berlanjut, pihaknya juga telah meneken kerja sama dengan 12 kementerian.

"Terkait peta kawasan hutan, skalanya juga tak sama, ini sumber masalah. Jadi ada rencana aksi masing-masing kementerian terkait untuk tindak lanjut," katanya.
Sejauh ini, ia menuturkan, ada sebanyak 120 juta hektar kawasan hutan yang izin alih fungsinya tidak jelas. "Banyak yang main tunjuk padahal ada tahapannya. Semua harus diselesaikan bersama kementerian terkait," katanya.

Setiap lahan yang akan digunakan, harus mendapat persetujuan dari sejumlah kementerian.
"Jadi irisan ini soal pertambangan, kalau pemetaan (kawasan) tumpang tindih maka jadi masalah. Jika izin yang diberikan ada kesalahan penyimpangan, maka harus dicabut. Demikian seharusnya, kalo syarat tidak penuhi tapi keluar (izin), maka juga bermasalah," katanya.

Pihaknya juga meminta setiap kementerian yang terkait dengan izin dan penggunaan lahan untuk memperhatikan tata ruang wilayah baik di provinsi maupun daerah. "Dari rapat kerja, kita perhatikan perkara-perkara yang ditangani untuk dipercepat (penyelesaiannya)," ujarnya.

Korupsi Alih Fungsi
Pemberian izin dan alih fungsi lahan tersebut berpotensi menjadi lumbung korupsi sejumlah oknum pejabat. Saat ini, KPK tengah menangani dua kasus terkait hal tersebut. Salah satunya, kasus yang menjerat Gubernur Nonaktif Riau Annas Maamun.
Annas disangka menerima suap senilai Rp2 miliar dari pengusaha kelapa sawit Gulat Medali Emas Manurung. Suap digunakan untuk memuluskan perizinan alih fungsi kawasan hutan. Gulat diketahui memiliki perkebunan kelapa sawit seluas 140 hektar.

Lahan yang dimilikinya berstatus Hutan Tanaman Industri (HTI). Uang yang diberikan merupakan pemulus perubahan status lahannya menjadi lahan Areal Penggunaan Lain (APL).
Merujuk UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, kawasan HTI digunakan untuk tanaman industri. Pohon akasia termasuk di antaranya. Sementara tanaman sawit, tidak boleh ditanam di HTI.

Meski demikian, jika sebuah kawasan telah berubah status menjadi APL, maka kawasan tersebut tak lagi menjadi kawasan hutan. Dengan demikian, penggunaan lahan dapat digunakan dalam bentuk lain, seperti penanaman sawit.***