Diduga tanpa Ada Pelepasan Kawasan Hutan

Izin HGU PT Serikat Putra Dipertanyakan

Izin HGU PT Serikat Putra Dipertanyakan

BANDAR PETALANGAN (HR)- Perusahaan perkebunan kelapa sawit milik PT Serikat Putra yang berinvestasi di bumi subur Petalangan, Kecamatan Bandar Petalangan, diduga banyak melakukan pelanggaran serius. Serikat Putra diduga saat membuka lahan perkebunan sejak tahun 1987 lalu menggarap lahan tanpa ada pelepasan kawasan hutan.

Lembaga Swadaya Masyarakat Penyelamat Lingkungan Hidup Pelalawan (LSM-PLHP), Amril Mukmin, Rabu (12/8) mengatakan, sesuai dengan dokumen yang dimiliki, tak pelak lagi perusahaan yang melakukan penanaman kelapa sawit tahun 1987-1988, baru menerbitkan izin Hak Guna Usaha perkebunan tahun 1996.

"Jadi, dari tahun 1987 hingga 1996, PT Serikat Putra menggarap lahan secara ilegal dan itu pelanggaran hukum yang serius dan tak bisa ditolelir. Dalam waktu dekat ini, kita akan ke Jakarta langsung mempertanyakan persoalan ini ke Kementerian Kehutanan RI dan manajemen perusahaan yang lebih tinggi dengan membawah bukti-bukti pelanggaran ini," ungkap Amril Mukmin.

Masih ditegaskan Amril, terlalu banyak persoalan dan ketentuan hingga pelanggaran hukum yang dilanggar oleh perusahaan tersebut. Bahkan, pelanggaran Hak Azazi Manusia serius, ditengarai juga dilanggar oleh perusahaan saat berinvestasi.

"Kita juga akan melakukan koordinasi dengan para pihak untuk menuntaskan tuntutan terhadap perusahaan ini. Seperti melakukan koordinasi dengan Pebatinan Bunut Arifin, karena perusahaan juga diduga kuat merusak hak-hak masyarakat adat berupa pengrusakan sejumlah sungai atau pelanggaran Daerah Aliran Sungai (DAS) serius. Untuk dokumen-dokumen pendukung untuk membongkar bobrok perusahaan ini, kita telah kantongi semuanya," ungkap Amril.

Terpisah, Batin Bunut, Arifin, saat dikonfirmasi terkait kesalahan fatal yang dilanggar oleh PT Serikat Putra, menggarap lahan perkebunan tanpa mengantongi izin HGU terlebih dahulu, Tokoh Adat ini menegaskan akan menuntaskan persoalan ini di pusat atau Jakarta. Karena, persoalan ini sudah kerap dibicarakan di tingkat manajemen kebun hingga ke Pekanbaru, namun manajemen yang berkedudukan di sini dinilai tak mampu memberikan solusi penyelesaian.

Manajemen PT Serikat Putra, Suharto dan Partogi Siagian, saat dikonfirmasi tak ada jawaban.(zol)