Bupati Suhardiman Ngadu Soal Indikasi Perizinan Ilegal Perusahaan ke Menhut Raja Juli

Bupati Suhardiman Ngadu Soal Indikasi Perizinan Ilegal Perusahaan ke Menhut Raja Juli

Riaumandiri.co - Bupati Kuantan Singingi, Suhardiman Amby, secara tegas mengungkap adanya indikasi pelanggaran administrasi perizinan di sektor kehutanan yang selama ini merugikan masyarakat Kuansing.


Hal itu disampaikan di hadapan Menteri Kehutanan Republik Indonesia, Raja Juli Antoni, dalam kunjungannya ke Desa Jake Kecamatan Kuantan, Kuantan Singingi, Jumat (28/11).



Bupati Suhardiman mengungkapkan bahwa sejumlah izin perusahaan, khususnya izin HTI, diduga terbit melalui proses administrasi yang cacat dan tidak melibatkan masyarakat adat sebagai pihak yang secara turun-temurun telah mendiami kawasan tersebut.


“Kami menerima banyak laporan bahwa ada dokumen perizinan yang keluar tanpa menghadirkan masyarakat. Bahkan absensi rapat pernah dicatut sebagai bukti kehadiran warga. Ini bentuk manipulasi administrasi dan tidak sesuai hukum,” tegas Bupati Suhardiman.


Bupati menambahkan, perubahan nama dan skema perizinan perusahaan dari IUPHHK-HTI menjadi PBPH-HTI tidak serta-merta mengubah praktik di lapangan. “Namanya berubah, tetapi barangnya tetap sama. Izin-izin itu muncul tanpa seleksi ketat, tanpa verifikasi keberadaan desa lama, dan tanpa memastikan hak masyarakat adat,” ujarnya.


Menurut Suhardiman, persoalan perizinan ini berdampak luas karena banyak desa yang sudah ada sebelum Indonesia merdeka justru masih tercatat sebagai kawasan hutan. Akibatnya masyarakat berada dalam status PDL dan PDLBB, bahkan terancam relokasi, sementara perusahaan mendapatkan izin di atas wilayah adat yang sudah berpuluh-puluh tahun dihuni masyarakat.


Bupati menilai hal ini bukan sekadar kesalahan data, tetapi bentuk kelalaian administrasi yang harus segera diperiksa. “Ada indikasi kuat proses perizinan dilakukan tanpa kehati-hatian, tanpa pemeriksaan situs sejarah, tanpa verifikasi lapangan. Ini membuka ruang pelanggaran,” katanya.


Selain persoalan izin, Bupati Suhardiman juga menyinggung dampak lingkungan yang ditimbulkan oleh perusahaan berizin. Banyak pelaku usaha menanam hingga ke bibir sungai bahkan ke alur sungai sehingga menghilangkan anak sungai dan memicu kerusakan ekosistem. Ia mengusulkan aturan tegas melalui Ranperda Hukum Masyarakat Adat ( HMA ) yang sedang bergulir di DPRD Kuansing ,100 meter dari sungai besar dan 50 meter dari anak sungai sebagai kawasan hijau wajib.


“Kami ingin batas kawasan jelas agar sungai tidak lagi dirusak perusahaan. Sungai adalah sumber karbon dan kehidupan masyarakat,” ujarnya.


Di hadapan Menteri Kehutanan, Bupati menawarkan Kuansing sebagai roll model penataan kehutanan berbasis masyarakat dengan syarat, percepatan pengukuhan kawasan hutan yang benar-benar adil, prioritas hutan adat, penataan sungai, pembangunan ekonomi yang tidak merusak ekologi, dan pengawasan ketat terhadap proses sertifikasi FSC agar tidak menjadi formalitas.


Ia menegaskan bahwa sejumlah konflik yang terjadi selama delapan bulan terakhir tidak lepas dari persoalan administrasi perizinan yang lemah dan rawan disalahgunakan. “Selama izin muncul tanpa melibatkan masyarakat, konflik akan terus terjadi. Kami butuh penertiban dari pusat,” ujar Suhardiman.


Kunjungan Menteri Kehutanan juga dirangkaikan dengan penyerahan program perhutanan sosial bagi sejumlah desa di Kuansing. Bupati berharap program ini tidak justru menjadi bagian dari masalah baru. “Sering kali perusahaan datang menakut-nakuti masyarakat. Dengan hadirnya Bapak Menteri, kami berharap praktik ilegal seperti ini dapat dihentikan,” katanya.



Berita Lainnya