Uni Eropa Perketat Visa untuk Rusia, Oposisi Rusia Sebut Langkah Bodoh dan Tak Efektif

Uni Eropa Perketat Visa untuk Rusia, Oposisi Rusia Sebut Langkah Bodoh dan Tak Efektif

Riaumandiri.co - Dilansir dari The Guardian, sejumlah tokoh oposisi Rusia menyuarakan kekecewaan terhadap keputusan Uni Eropa (UE) yang melarang penerbitan visa multi-entry Schengen bagi warga negara Rusia. Kebijakan tersebut diumumkan baru-baru ini oleh Kepala Kebijakan Luar Negeri UE, Kaja Kallas, sebagai respons atas serangan drone Rusia ke wilayah udara Eropa dan dugaan tindakan sabotase yang dikaitkan dengan Moskow.

“Sulit membenarkan tindakan memulai perang lalu tetap ingin bebas bepergian di Eropa,” ujar Kallas saat mengumumkan kebijakan itu. Ia menegaskan bahwa pembatasan visa ini merupakan langkah pencegahan untuk menjaga keamanan kawasan Eropa dan melindungi stabilitas politik negara-negara anggota.

Namun, keputusan tersebut memicu kritik dari kalangan oposisi Rusia yang menilai kebijakan itu justru merugikan warga biasa. “Tidak adil menyalahkan seluruh rakyat atas tindakan pemerintahnya,” kata politikus oposisi Ilya Yashin, yang pernah dipenjara karena menentang perang di Ukraina. Yashin kini tinggal di Jerman setelah dibebaskan melalui pertukaran tahanan tahun lalu.


Menurut Yashin, kebijakan ini menjadi bagian dari tren diskriminatif terhadap warga Rusia di negara-negara Barat. Ia menilai bahwa kelompok elit yang dekat dengan Presiden Vladimir Putin justru tidak akan terdampak kebijakan tersebut karena mereka memiliki cara dan koneksi untuk tetap bepergian ke luar negeri. Ia menambahkan, seharusnya negara-negara Barat memperkuat hubungan dengan warga Rusia yang menentang perang guna membangun perlawanan terhadap rezim Putin.

Pandangan serupa juga disampaikan oleh jurnalis Rusia di pengasingan, Sergey Parkhomenko. Ia menyebut keputusan UE tersebut sebagai “langkah bodoh, tidak efektif, dan mencerminkan ketidakmampuan.” Parkhomenko menilai kebijakan itu hanya menjadi simbol bahwa elite Eropa ingin terlihat bertindak, meskipun tanpa strategi yang jelas untuk menghadapi Rusia secara lebih substansial.

Kebijakan baru ini dilaporkan telah mulai diberlakukan. Bahkan, beberapa negara yang dikenal memiliki hubungan dekat dengan Rusia, seperti Hongaria, turut menghentikan penerbitan visa multi-entry. Italia juga menyatakan akan mengikuti kebijakan tersebut, meskipun masih membuka peluang pengecualian bagi pemohon yang dinilai memiliki reputasi dan integritas tinggi.

Uni Eropa menyebut akan memberikan pengecualian terbatas bagi jurnalis independen, aktivis hak asasi manusia, serta warga Rusia yang memiliki keluarga di pengasingan. Namun, sejumlah tokoh oposisi menilai langkah itu tidak cukup membantu. Mereka khawatir kebijakan tersebut justru memperburuk posisi warga Rusia yang menentang pemerintah karena dapat menandai mereka sebagai “musuh negara.”

Elena Kostyuchenko, jurnalis Rusia peraih penghargaan yang kini hidup di pengasingan, menilai kebijakan tersebut akan menghambat aktivitas media oposisi. “Visa multi-entry memungkinkan kami tetap bisa bertemu langsung dan berkoordinasi dengan redaksi di luar negeri yang aman,” ujarnya, menyoroti pentingnya mobilitas bagi jurnalis independen di tengah situasi politik yang menekan.

Sementara itu, beberapa politisi Eropa dan Ukraina mendukung keputusan tersebut. Kaja Kallas menegaskan bahwa perjalanan ke Uni Eropa merupakan sebuah “hak istimewa, bukan sesuatu yang otomatis diberikan.” Kepala Staf Presiden Ukraina, Andriy Yermak, juga menyambut baik langkah itu dan menilai kebijakan tegas tersebut penting bagi negara-negara demokratis dalam mengatur akses perjalanan bagi warga Rusia. (MG/AND)



Berita Lainnya